Selasa, 12 Mei 2009

Allah Mengharamkan Kedzaliman Atas Dirinya


Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku

Dari Abi Dzar al-Ghifari –semoga Allah meridoinya- dari Nabi saw., menyampaikan apa yang diterimanya dari Rabbnya, bersabda, “Wahai hamba-hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kezaliman atas diri-Ku dan Aku menjadikannya haram di antara kalian, maka janganlah kalian saling menzalimi.” (H.R. Muslim)

عَنْ أَبِيْ ذَرٍّ الْغِفَارِي رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ أَنَّّهُ قَالَ يَا عِبَادِيْ إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِيْ وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوْا (رواه مسلم)


Hadis qudsi di atas merupakan penggalan dari hadis panjang yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Sa’id Bin ‘Abdil ‘Aziz dari Rabi’ah Bin Zaid, dari Abi Idris dari Abu Dzar al-Ghifari. Selain Imam Muslim, Imam Ahmad juga meriwayatkan hadis tersebut.

Dalam hadis itu, Allah swt. menegaskan bahwa Dia mengharamkan atas diri-Nya kezaliman. Artinya, mustahil Dia melakukan kezaliman kepada apa dan siapa pun makhluk-Nya. Padahal, siapa yang dapat menghalangi apa yang ingin Allah lakukan? Allah berkuasa melakukan apa pun yang Dia kehendaki. Dia mempunyai kemampuan –tanpa dapat dipengaruhi oleh apa dan siapa pun- untuk melakukannya. Betapa tidak. Dialah yang menciptakan alam semesta dan Dia pula yang menggenggamnya. Dialah yang memberi rezeki dan kehidupan kepada seluruh anggota alam raya. Pada jemari-Nyalah kehidupan dan kematian setiap makhluk. Apa yang tidak bisa Dia lakukan?

إِنَّ اللهَ هُوَ الَّرزَاقُ ذُوْ الْقُوَّةِ الْمَتِيْنِ

“Sesungguhnya Allah, Dialah Pemberi rezeki Yang mempunyai kekutan lagi perkasa.” (Q.S. Adz-Dzariyat 51 :57)

اَلَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ

“Yang menciptakan kematian dan kehidupan.” (Q.S. Al Mulk 67: 2)

Meski demikian, dengan segala kemahakuasaan, kemahaperkasaan, kemahagagahan itu, Dia tidak melakukan kezaliman sekecil apa pun kepada makhluknya. Karena Dia telah mengharamkanya untuk dirinya. Hal ini juga ditegaskan-Nya dalam Al Quran,

وَمَا أَنَا بِظَلاَّمٍ لِلْعَبِيْدِ

“Dan aku tiadalah akan melakukan kezaliam kepada hamba-hamba-Ku.” (Q.S. Qaf 50: 29)

وَمَا اللهُ يُرِيْدُ ظُلْمًا لِلْعَالَمْيْنَ


“Dan Allah tidak menghendaki kezaliman bagi sekalian alam.” (Q.S. Ali ‘Imran 3: 108)

Azh-zhulmu (kezaliman) adalah wadh’usy-syai fi ghairi maudhi’ihi (menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya). Jika Allah sedemikian anti terhadap kezaliman, maka orang yang mengklaim sebagai hamba Allah dan cinta kepada-Nya seharusnya menyesuaikan diri dan

Secara garis besar, kezaliman dapat dibagi pada dua kategori, yakni:

Pertama, zhulmun-nafs (kezaliman terhadap diri sendiri). Puncak kezaliman terhadap diri sendiri adalah al-isyraku billah (menyekutukan Allah). Seperti yang Allah firmankan:

إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ

“Sesungguhnya syirik (menyekutukan Allah) itu adalah kezaliman yang besar.” Q.S. Luqman 31:13)

Karena orang yang menyekutukan Allah telah menempatkan makhluk pada posisi Al-Khaliq seraya memuja, menyembah, dan mengabdi kepadanya. Dan itulah perilaku menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya yang paling buruk dan paling dahsyat. Dan kebanyakan julukan zhalimin (orang-orang yang zalim) dalam Al Quran ditujukan kepada orang-orang musyrik. Seperti firman Allah, “Dan orang-orang kafir itulah yang zalim.”

Bentuk lain zhulmun-nafs adalah kemaksiatan dengan aneka peringkatnya. Baik yang masuk klasifikasi dosa besar maupun dosa kecil. Kemaksiatan dan perbuatan dosa dikategorikan kezaliman karena orang yang melakukannya telah salah menempatkan. Seharusnya dia menyikapi segala karunia dan kenikmatan dari Allah dengan taat dan ibadah kepada Allah, yang ia lakukan malah membangkang dan mencari jalan sendiri. Di situlah letak kezalimannya. Padahal untuk mensyukuri nikmat-nikmat Allah itu, andaipun kita menggunakan seluruh waktu dan tenaga yang ada, maka hal itu tidak akan mencukupinya.

Kedua, zhulmul-‘abdi lighairihi (kezaliman seorang hamba terhadap orang lain). Dan itulah yang dimaksud dengan “maka janganlah kalian saling menzalimi” dalam hadis di atas. Rasulullah saw. telah mendeklarasikan Hak Asasi Manusia yang harus dihormati dan dihargai oleh orang lain, pada momentum Haji Wada’. Beliau menegaskan:

“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, kehormatan kalian adalah haram bagi kalian seperti haramnya hari ini, pada bulan ini, di negeri kalian ini…Camkanlah kata-kataku itu, niscaya kalian akan hidup. Ingat, janganlah kalian saling menzalimi. Tidaklah halal harta seseorang bagi orang lainnya kecuali dengan kerelaan darinya.”

Seluruh anggota tubuh kita bisa terlibat dalam kezaliman. Kezaliman hati adalah buruk sangka, iri, dengki atau kebencian yang tidak beralasan. Kezaliman mata, hidung dan telinga bisa dalam bentuk mengendus-endus, nguping, memata-matai kesalahan atau keburukan orang lain. Kezaliman lidah adalah kata-kata kotor, pelecehan, penghinaan atau ghibah. Kezaliman yang dilakukan tangan menyakiti, melukai, merampas, dan sebagainya. Dan allaha telah mengingatkan agar kita menjauhi segala macam bentuk kezaliman itu.

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah satu kaum memperolok-olok kaum yang lain, boleh jadi mereka yang (diolok-olok) itu lebih baik daripada mereka yang mengolok-olok; dan jangan pula para wanita memperolok-olok wanita lain sebab boleh jadi para wanita yang diolok-olok itu lebih baik dari yang mengolok-olok. Janganlah kalian melecehkan diri kalian sendiri dan jangan pula memanggil dengan julukan yang buruk.” (Al-Hujurat 11)

“Wahai orang-orang yang beriman jauhilah kebanyakan prasangka, sebab sebagian prasangka itu adalah dosa, janganlah kalian memata-matai dan janganlah sebagaian menggunjing sebagaian yang lain.” (Al-Hujurat 12)

Dampak Kezaliman

Setiap penyimpangan pasti akan mendatangkan bahaya. Kemusyrikan akan menghilangkan harkat derajat manusia di muka bumi. Sebab orang yang musyrik telah menjatuhkan martabatnya sebagai manusia yang telah Allah mulyakan. Bayangkan orang yang memuja dan mensakralkan benda mati, binatang, atau makhluk Allah lainnya. Mereka menganggapnya bahwa makhluk tersebut mempunyai kekuatan di luar kekuatan dirinya. Bahkan bisa mendatangkan sesuatu yang padahal hanya Allah yang bisa melakukannya. Pada saat orang-orang berebut air kotor bekas cucian benda-benda “keramat” yang penuh karat dan debu itu, seraya mereka mengusap-usapkannya ke sekujur tubuh bahkan meminumnya, di manakah mereka meletakkan harga diri mereka sebagai manusia?

Wajar, jika kemudian pada hari akhirat orang musyrik kekal di neraka. Karena mereka sendirilah yang telah memilih jalan kehinaan setelah Allah memulyakannya. “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan mengampuni dosa selain itu.”

Kemaksiatan juga mendatangkan malapetaka, bukan saja kelak di akhirat tapi semenjak di dunia. Imam Ibnul-Qayyim –semoga Allah merahmatinya- mengatakan, “Di antara yang perlu diketahui adalah bahwa dosa dan kemaksitan itu membahayakan. Dan tidak diragukan lagi bahayanya terhadap hati bagaikan bahaya racun terhadap tubuh.” Itu hanyalah satu aspek, yakni aspek hati secara personal. Terhadap kehidupan pun, kemaksiatan punya bahaya yang besar. Di antaranya adalah munculnya bencana dan malapetaka di dunia, seperti yang disabdakan Rasulullah saw. dalam hadis:

“Jika kemaksiatan merajalela di tengah umatku, Allah pasti menimpakan secara merata adzab dari sisi-Nya.” Aku (Ummu Salamah) bertanya, “Tidak adakah di tangah mereka saat itu orang-orang saleh?” Rasulullah saw. Menjawab, “Ada.” Aku bertanya, “Lalu apa yang dilakukan terhadap mereka yang saleh itu?” Rasulullah saw. Menjawab, “Akan menimpa mereka apa yang menimpa orang-orang pada umumnya, kemudian mereka mendapatkan ampunan dan keridoan (dari Allah).” (Imam Ahmad).

Sedangkan di akhirat urusannya lebih dahsyat lagi. Terlebih lagi kezaliman yang dilakukan terhadap sesama manusia. Buah dari merajalelanya perilaku zalim adalah hilangnya barokah dan kesejahteraan. Manakala kezaliman merajalela dan menggurita, negeri yang subur hanya akan dinikmati segelintir orang yang kebetulan punya akses kepada sumbar daya alam –karena mendapatkan kekuasaan. Namun, kalau pun pelaku kezaliman itu “selamat” di dunia karena tidak tersentuh hukum, ketahuilah bahwa di akhirat dia tidak akan selamat dari perhitungan dan adzab Allah swt.

Meskipun si penzalim itu rajin melaksanakan ibadah ritual, akan tetapi di hari akhirat ia akan menjadi orang yang sengsara. Rasulullah saw. Menjelaskan tentang orang yang muflis (palilit). Muflis adalah orang yang sewaktu di dunia rajin melaksanakan ibadah mahdhah shalat, shaum, dan sebagainya. Namun di samping itu, dia melakukan kezaliman kepada orang lain dalam bentuk memukul atau melukai, memfitnah (merusak kehormatan), merampas hak milik tanpa alasan yang dibenarkan. Maka pada hari akhirat kelak semua orang yang menjadi korban kezalimannya akan menuntut di hadapan Allah swt. Sampai manakala pahala orang itu sudah habis untuk membayar kezalimannya, sementara para korban yang menuntut masih banyak, Allah melimpahkan dosa-dosa si korban kepada pelaku kezaliman itu. Na’udzu billahi min dzalik.

Allah Yang Maha Kuasa saja mengharamkan kezaliman atas Dirinya. Nah, kita?
Allahu a’lam

Penulis : Tatang Qomaruddin, lahir di Tasikmalaya 24 Januari 1965.
Karya Buku Beliau yang sudah diterbitkan Percikan Iman adalah "Memperkaya Jiwa : Meneladani Akhlak Rasululloh".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar