Kamis, 14 Mei 2009

Bersabar Dalam Perjalanan Panjang


Sesungguhnya kamu melalui tingkat demi tingkat (dalam kehidupan). (Qs. Al Insyiqaq : 19)

Mencita-citakan berlanjutnya kehidupan islam dengan tegaknya khilafah islamiyyah bukanlah dengan ‘sim salabim’ atau ‘ kun fayakun,’ sekali langsung jadi. Ada jalan panjang yang harus dilewati. Kadang naik di atas tebing, kadang dibelokan tajam, seringkali menanjak dan menurun. Semua rute perjalanan itu harus diikuti dengan sabar, cermat, dan teliti.

Di sini rem harus paten, gas harus lancar, setir harus lincah. Pada saat mendaki perlu tancap gas. Saat menurun awas dengan rem. Kombinasi itulah yang menjadikan perjalanan selamat sampai tujuan.

Ibarat membangun rumah, perlu fondasi dulu, baru tiang, kemudian atap, dan seterusnya. Jangan lompat-lompat, nanti malah merepotkan diri sendiri. Ibarat naik tangga, trap demi trap kita langkahi. Bisa juga dari tangga pertama langsung lompat ke tangga sepuluh, tapi kalau jatuh bisa langsung patah tulang, malah tangga itu sendiri yang menjauhi. Satu hal yang harus dijaga dengan baik dalam menampilkan dan menyodorkan Islam adalah kerapian, keteraturan, ketertiban, dan keseimbangan. Harus menghindari da’wah yang dilakukan secara sembrono, tidak terencana, kacau, bahkan sedikit terkesan nekad.

Hal ini perlu diketahui, sebaba dengan keteraturan dan ketertiban itulah akan tampak keindahan islam dalam perlangkahan. Semua pihak akan merasa senang, sebab Islam ditampilkan pas dengan selera dasar manusia, memenuhi kebutuhan orang-orang normal. Apalagi kalau sudah dilaksanakan dengan baik dan sempurna, dijamin mendatangkan kepuasaan batin dan ruhani yang lebih tinggi lagi.

Dalam upaya menyebarkan islam hal tersebut harus tetap terjaga dengan baik. Berjuang tidak bisa dengan sembrono dan acak-acakan. Apalagi yang kita sodorkan adalah pedoman dan pegangan hidup ummat manusia di dunia, yang merupakan alternatif satu-satunya. Menganggap hal ini sepele berarti membiarkan perjuangan tetap berantakan, tanpa hasil akhir yang memuaskan.

Ketidakteraturan dalam perjuangan sangat potensial mengundang kegagalan. Bisa jadi akan menodai dan merusak misi secara keseluruhan, minimal mengurangi daya pesona. Akibatnya, selera peminat menjadi turun. Pada gilirannya pendukung sebagai kekuatan yang diperlukan akan berkurang jumlahnya.

Secara jujur, tidak bisa disangkal adanya hal-hal yang terjadi pada seluruh episode perjalanan perjuangan rasulullah saw, mulai dari fase persiapan (upaya pengkondidian) sampai pada tegaknya Daulah islam di Madinah. Tercatat di sana fase da’wah secara sembunyi, terbuka, hijrah, perang, fathul makkah, dan fase-fase lainnya. Nampak adanya proses yang indah, tahapan yang menunjukkan ketertiban dan keteraturan yang begitu rapi dan berimbang, sehingga wajar hal tersebut melahirkan rasa asyik dan nyaman bagi pelaku-pelakunya. Ada rasa kagum dan hormat bagi pengamat yang memperhatikan perjalanan ini dengan seksama.
Bila akhirnya perjuangan Rasulullah saw mencapai kemenangan gemlang dalam waktu yang relatif singkat, dalam proses yang begitu mulus, wajar sekali.

Hambatan yang begitu besar ternyata dapat dilewati satu persatu, seolah-olah menurut yang direncanakan dengan begitu indah. Semua menjadi indikasi adanya keteraturan berfikir yang begitu luar biasa, kerapian menyusun langkah-langkah operasi, kemampuan menggunakan waktu dan tenaga secara maksimal dengan hasil yang betul-betul optimal, melahirkan decak kagum dan rasa hormat yang murni dan jujur. Terasa kalau di sana ada kekuatan ekstra dengan nlai tambah yang berhasil dimanfaatkan sebaik-baiknya.

Justru itu yang paling mengagumkan , kejelian melihat peluang dan manfaatkan segala kemungkinan menjadi kekuatan yang mendukung.

Dengan melihat perjalan perjuangan itu, jelas sekali adaya urut-urutan pekerjaan yang harus diselesakan secara bertahap. Tahapan itu melukiskan sebuah proses yang indah dan mengundang kewajaran kalau proses itu melahirkan dan menghasilkan kemenangan. Bahkan sekaligus juga mengasyikan, sehingga kemenangan yang direbutnya hanya salah satu dari buah dan hasil proses itu. Kepuasan dan hiburan, sekaligus diperoleh di sana. Jadi nampak kalau kemenangan di sana bukan sesuatu yang dipaksakan.

Sepanjang perjalanan Rasul saw sama sekali tidak nampak ada usaha mau melangkah dengan sekali lompatan. Tidak satupun cara beliau gunakan untuk segera tiba lebih cepat pada ujung perjalanan, meraih kemenangan tiba-tiba. Sekali lagi kita perlu tegaskan di sini bahwa tidak kita temukan satu bagian pun dalam perjalanan Rasulullah saw yang sengaja tidak mematuhi tahapan secara wajar dalam menuju kemenangan.
Jejak perjuangan Rasul adalah perjalanan panjang yang alamiyah. Beliau berusaha, berjuang dan kerja keras sambil berdo’a dengan penuh kesabaran dan ketekunan.

Bukan berarti Rasulullah tidak bisa menggunakan kapasitas pribadinya untuk potong kompas mencapai kemenangan. Sebagai seorang pilihan beliau tidak saja mampu membuat lompatan melewati banyak anak tangga dengan sekali lompat, malahan bisa terbang. Itu bisa dilakukan jika mau. Akan tetapi jelas hal itu disamping alami juga tidak mendidik.
Lalu bagaimana ummatnya –yang bukan Nabi dan Rasul- akan melewatinya juga kelak? Juga, pengikut yang besertanya, apakah siap di ajak terbang? Dan apalagi kita, yang tertinggal sekian derajat, apakah bukan menjadi pembayang saja?

* * *
[Ibnu Khaldun Aljabari]
Author : PercikanIman.ORG

Tidak ada komentar:

Posting Komentar