Senin, 11 Mei 2009

Menjemput Rezeki dengan Berkah


"Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semunya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (QS Huud [11]: 6) Kita diciptakan oleh Allah dilengkapi dengan rezeki. Rezeki ditentukan setelah empat bulan di perut ibu. Rezeki ada yang baik atau yang buruk, tergantung cara mengambilnya.

Rezeki yang buruk karena cara mengambilnya yang buruk. Setiap makhluk sudah ada rezekinya. Misalnya, Allah menciptakan pohon terbatas gerakannya. Karena pohon tak lincah maka makanannya didekatkan lewat akar. Rezekinya didekatkan, ini sengaja diatur oleh Allah. Begitupun binatang, misalnya singa, pada waktu masih bayi dia tak bisa mengejar kijang, maka Allah menyediakan air susu di tubuh induknya.

Ketika air susunya berhenti, Allah menggantinya dengan makanan yang diburu induknya. Setelah besar dia berburu sendiri. Makin kuat fisiknya, makin tinggi kualitas ikhtiarnya. Begitupun manusia, dalam perut ibu rezekinya masuk lewat tali ari-ari karena belum bisa berbuat. Setelah lahir, walau tali ari-ari digunting, tetap saja bertemu dengan rezekinya lewat air susu ibu.

Saat air susu berhenti, Allah menyediakan berbagai makanan yang kalau lapar tinggal menangis, maka rezeki akan datang. Makin dewasa harus makin gigih ikhtiarnya menjemput rezeki karena Allah telah menyiapkan kekuatan fisik, akal dan indera perasa. Karenanya kita jangan malas mencari nafkah, binatang pun selalu berikhtiar untuk mendapatkan rezekinya. Rasulullah pernah terkesan kepada burung yang pergi dengan perut kosong, tapi setelah terbang kembali dengan perut kenyang.

Jadi, kuncinya adalah terbang (bergerak) dan itu tak bisa didapatkan dengan sayap yang malas. Binatang yang tak mempunyai akal saja mati-matian iktiar hingga bisa bertemu dengan rezekinya. Mustahil manusia yang mempunyai akal tak bertemu dengan rezekinya. Di negeri kita tak kurang sarjana ekonomi, tapi kebanyakan fakultas ekonomi hanya mempelajari teori ekonomi duniawi yang kapitalis.

Padahal kita membutuhkan para ekonom yang komprehensif, yang selain mengerti teori ekonomi juga kuat iman dan bisa meraih rezekinya. Dengan kata lain kita membutuhkan para ekonom yang ahli dzikir, fikir dan ikhtiar. Allah sudah menyiapkan perangkat ikhtiar lahiriah dan ruhiah. Kita membutuhkan tokoh-tokoh ekonomi yang tak hanya kuat berpikir, tapi juga bisa menggerakkan potensi. Membangkitkan kondisi ekonomi tak hanya dengan teori duniawi belaka, tetapi juga harus dengan teori tentang bagaimana Allah membimbing kita menemukan rezeki.

Negeri kita sekarang sedang krisis ekonomi, harga barang naik. Pemerintah dan rakyat masing-masing mempunyai kewajiban yang berbeda. Beban pemerintah lebih berat daripada rakyat hingga pertanggungjawabannya di hadapan Allah lebih tinggi. Karenanya para pejabat harus sekuat tenaga mencari jalan dengan kreatif agar rezeki dari Allah sampai kepada rakyat. Kita pun harus memilih para pemimpin yang memiliki kapasitas keimanan dan keilmuan yang baik agar dengan kepemimpinannya bisa membuka pintu rezeki bagi kita.

Lalu bagaimana sikap kita sebagai rakyat menghadapi krisis ekonomi ini? Pertama, kita harus khusnudzon kepada Allah karena Allah sesuai dengan persangkaan hamba-Nya. Kalau kita yakin Allah akan menjamin, pasti akan bertemu dengan rezeki kita. Kedua, kita harus mengevaluasi sikap kita terhadap rezeki yang Allah berikan. Ada orang yang diberi rezeki, namun rezekinya berubah menjadi musibah karena salah menyikapinya. Jangan-jangan Allah telah memberi banyak, tetapi kita kufur nikmat.

Misalnya para perokok yang gajinya Rp 600 ribu, kalau sehari merokok dua bungkus (per bungkus Rp 7 ribu), maka sebulan menghabiskan Rp 450 ribu. Sisanya hanya Rp 150 ribu hingga makanan istri dan anaknya tak layak. Ini zalim dan mempersulit diri sendiri karena sudah penghasilannya sedikit juga tak dimanfaatkan secara optimal. Ketiga, lihatlah ikhtiar kita. Jangan-jangan ikhtiar kita belum benar, malas atau tak dengan ilmu. Segala sesuatu harus dengan ilmu, termasuk untuk mendapatkan rezeki, kalau tak pernah mencari ilmu, tak akan bertemu dengan rezekinya.

Tak mau mencari ilmu sama dengan tak mau mendapatkan rezeki. Selain gigih ikhtiar mencari rezeki, kita juga harus melakukan amalan yang disukai Allah. Amalan yang bisa membuka pintu rezeki misalnya shalat tepat waktu, memperbanyak istigfar, silaturahmi, dan sedekah. Ya Allah, bukakan hati kami agar selalu yakin Engkaulah satu-satunya penjamin rezeki. Bimbinglah kami agar dapat menyempurnakan ikhtiar menjemput rezeki-Mu dengan cara yang Engkau ridhai.

Penulis : stz/mqp/Abdullah Gymnastiar
REPUBLIKA - Jumat, 07 Februari 2003

Tidak ada komentar:

Posting Komentar