Suatu
ketika, ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan.
Suasana sungguh meriah siang itu, sebab, ini adalah babak final. Hanya tersisa
4 orang sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki.
Semuanya buatan sendiri, sebab, memang begitulah peraturannya.
Ada
seorang anak bernama Hasan. Mobilnya tak istimewa, namun ia termasuk dalam 4
anak yang masuk final. Dibanding semua lawannya, mobil Hasan lah yang paling
tak sempurna. Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu
melawan mobil lainnya. Yah, memang, mobil itu tak begitu menarik. Dengan kayu
yang sederhana dan sedikit lampu kedip diatasnya, tentu tak sebanding dengan
hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya. Namun, Hasan bangga dengan itu
semua, sebab, mobil itu buatan tangannya sendiri.
Tibalah
saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mulai
bersiap di garis start, untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap
jalur lintasan, telah siap 4 mobil, dengan 4 pembalap kecilnya. Lintasan itu
berbentuk lingkaran dengan 4 jalur terpisah diantaranya. Namun, sesaat
kemudian, Hasan meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak
berkomat-kamit seperti sedang berdoa. Matanya terpejam, dengan tangan tang
bertangkup memanjatkan doa.
Lalu,
semenit kemudian, ia berkata, "Ya, aku siap!".
Dorr.
Tanda telah dimulai. Dengan satu hentakan kuat, mereka mulai mendorong mobilnya
kuat-kuat. Semua mobil itu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang
bersorak-sorai, bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing.
"Ayo..
ayo.. cepat.. cepat.. maju.. maju...", begitu teriak mereka.
Ahha..
sang pemenang harus ditentukan, tali lintasan finish-pun telah terlambai. Dan, Hasan
lah pemenangnya. Ya, semuanya senang, begitu juga Hasan. Ia berucap, dan
berkomat-kamit lagi dalam hati. "Terima kasih."
Saat
pembagian piala tiba. Hasan maju ke depan dengan bangga. Sebelum piala itu
diserahkan, ketua panitia bertanya.
"Hai
jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?".
Hasan terdiam.
"Bukan,
Pak, bukan itu yang aku panjatkan" kata Hasan. Ia lalu melanjutkan,
"Sepertinya, tak adil untuk meminta pada Tuhan untuk menolongku
mengalahkan orang lain. "Aku, hanya bermohon pada Tuhan, supaya aku tak
menangis, jika aku kalah."
Semua
hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh
tepuk-tangan yang memenuhi ruangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar