Rabu, 10 Juni 2009

Doa Seorang Anak Kecil





Suatu ketika, ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balap mainan. Suasana sungguh meriah siang itu, sebab, ini adalah babak final. Hanya tersisa 4 orang sekarang dan mereka memamerkan setiap mobil mainan yang dimiliki. Semuanya buatan sendiri, sebab, memang begitulah peraturannya.

Ada seorang anak bernama Hasan. Mobilnya tak istimewa, namun ia termasuk dalam 4 anak yang masuk final. Dibanding semua lawannya, mobil Hasan lah yang paling tak sempurna. Beberapa anak menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya. Yah, memang, mobil itu tak begitu menarik. Dengan kayu yang sederhana dan sedikit lampu kedip diatasnya, tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang dimiliki mobil mainan lainnya. Namun, Hasan bangga dengan itu semua, sebab, mobil itu buatan tangannya sendiri.

Tibalah saat yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balap mainan. Setiap anak mulai bersiap di garis start, untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di setiap jalur lintasan, telah siap 4 mobil, dengan 4 pembalap kecilnya. Lintasan itu berbentuk lingkaran dengan 4 jalur terpisah diantaranya. Namun, sesaat kemudian, Hasan meminta waktu sebentar sebelum lomba dimulai. Ia tampak berkomat-kamit seperti sedang berdoa. Matanya terpejam, dengan tangan tang bertangkup memanjatkan doa.
Lalu, semenit kemudian, ia berkata, "Ya, aku siap!".

Dorr. Tanda telah dimulai. Dengan satu hentakan kuat, mereka mulai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itu pun meluncur dengan cepat. Setiap orang bersorak-sorai, bersemangat, menjagokan mobilnya masing-masing.
"Ayo.. ayo.. cepat.. cepat.. maju.. maju...", begitu teriak mereka.
Ahha.. sang pemenang harus ditentukan, tali lintasan finish-pun telah terlambai. Dan, Hasan lah pemenangnya. Ya, semuanya senang, begitu juga Hasan. Ia berucap, dan berkomat-kamit lagi dalam hati. "Terima kasih."

Saat pembagian piala tiba. Hasan maju ke depan dengan bangga. Sebelum piala itu diserahkan, ketua panitia bertanya.
"Hai jagoan, kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, bukan?".

Hasan terdiam.

"Bukan, Pak, bukan itu yang aku panjatkan" kata Hasan. Ia lalu melanjutkan, "Sepertinya, tak adil untuk meminta pada Tuhan untuk menolongku mengalahkan orang lain. "Aku, hanya bermohon pada Tuhan, supaya aku tak menangis, jika aku kalah."

Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk-tangan yang memenuhi ruangan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar