Minggu, 14 Juni 2009
Menunggu Bimbang Berlalu
Pernahkah Anda merasa bingung, bimbang dan ragu-ragu ketika menghadapi suatu masalah? Atau memilih suatu keputusan yang penting? Atau menunggu lahirnya solusi dari problem yang rumit?
Mencintai hidup tidaklah selalu mudah, terutama ketika kita sedang terbebani oleh berbagai masalah. Waktu kita dihadapkan pada tertundanya penyelesaian suatu masalah, rasa bimbang dan ragu muncul dalam diri. Rasa ini terasa tidak nyaman untuk dipikul, sehingga kita ingin mengusirnya, menghilangkannya, mengubahnya. Dan dalam kepala kita, satu-satunya cara untuk mengakhiri rasa bimbang dan ragu itu adalah dengan menyelesaikan situasi yang sedang kita permasalahkan.
Namun dalam kenyataannya, situasi hidup yang kita hadapi, tidak selalu bisa terselesaikan tuntas dalam waktu yang singkat. Ada banyak faktor yang mempengaruhi siapnya solusi dan tuntasnya situasi. Dan, faktanya, tidak semua faktor, terutama yang berhubungan dengan orang lain, bisa kita kendalikan secara absolut. Inilah yang kemudian menjadi lahan gembur untuk lahirnya stres. Kita ingin bebas dari stres dengan cara segera tuntas dari masalah, tapi masalah tak kunjung selesai karena ada hal-hal di luar kuasa kita yang belum bisa berubah sesuai harapan.
Kalau memang demikian, adakah cara lain untuk mengobati rasa bimbang dan ragu yang tidak nyaman ini? Bisakah kita memahami lebih baik tentang timbul tenggelamnya masalah dalam hidup ini, sehingga meskipun tidaklah realistis untuk hidup bebas masalah sama sekali, minimal kita bisa menjalani dan menghadapinya lebih ringan dan selaras?
Perlunya Fase Bimbang, Bingung, dan Ragu
Kalau kita memerhatikan alam dan kehidupan ini, sebenarnya ada suatu pola kekacauan yang selalu terjadi sebelum perubahan dan pertumbuhan. Dalam ilmu fisika kuantum, hal ini disebut ‘chaos principle’. Prinsip chaos bilang bahwa setiap hal perlu menjadi kacau, berantakan dan tidak beraturan, sebelum hal tersebut bisa menyusun kembali dirinya sendiri dalam tatanan yang lebih matang, lebih maju dan lebih baik.
Kita bisa mengamati prinsip chaos ini dalam setiap aspek kehidupan. Sebelum musim semi, harus ada musim gugur terlebih dahulu. Bila Anda sedang berniat membereskan rumah, pasti dalam prosesnya rumah Anda akan sejenak lebih berantakan daripada sebelum dirapihkan, sebelum akhirnya menjadi lebih rapi dan apik.
Pada kesehatan anak, dia perlu mengalami sakit dan infeksi sebelum kekebalan tubuhnya menjadi semakin kuat ketika dia pulih. Vaksinasi pun bekerja dengan cara ‘menghancurkan’ kekebalan tubuh untuk sementara, sehingga ketika tubuh memulihkan diri, lahirlah antibodi baru yang sebelumnya tidak tersedia.
Pada skala yang lebih besar, suatu negara pun membutuhkan kekacauan untuk bisa tumbuh. Ketika kekacauan muncul dalam intensitas kecil, kita sebut itu evolusi. Jika kekacauannya besar, kita sebut itu revolusi. Semua kekacauan tersebut adalah prasyarat untuk lahirnya kondisi baru, kematangan baru dan kesempatan baru.
Pada tingkat yang paling pribadi dan dekat di hati kita, cobalah lihat kembali setiap kemajuan dan pertumbuhan yang kita nikmati dalam hidup kita sendiri. Bukanlah selalu bisa kita temukan momen-momen bingung, bimbang dan ragu sebelum mengambil langkah, pilihan dan keputusan yang sekarang hasilnya kita nikmati? Dan ingatkah betapa kita kerapkali berharap bahwa hidup ini bebas dari bingung, bimbang dan ragu, tapi sungguh tidak mungkin seperti itu?
Barangkali inilah yang bisa membantu kita semua: sadarilah bahwa tahapan kita merasa bingung, bimbang dan ragu itu sangatlah PERLU. Semakin cepat kita bisa menyambut dan menerima ‘perlunya’ tahapan yang tidak nyaman ini, semakin lancar pula tuntasnya masalah.
Memperpanjang Rasa Tidak Nyaman Tidaklah Perlu
Meskipun kekacauan diperlukan, bukan berarti rasa tidak nyaman akibat kekacauan perlu ada. Dari mana sebenarnya rasa tidak nyaman ini muncul ketika situasi hidup sedang kacau? Jawabannya hanya satu: penolakan kita terhadap kekacauan. Kita tidak memberikan ruang, izin dan kesempatan untuk hadirnya kekacauan, sehingga ketika kekacauan muncul, kita berjuang setengah mati untuk mengusirnya, dan inilah yang merintis stres dan rasa tidak nyaman.
Stres memang fenomena ajaib. Stres mampu mengubah rentang waktu menjadi elastis. Tentu kita semua ingat betapa momen-momen menyenangkan dalam hidup terasa berlalu begitu cepat, serta betapa momen yang tidak menyenangkan serta membosankan terasa berjalan begitu lambat dan tidak kunjung habis.
Persepsi kita tentang berjalannya waktu ternyata tidak pernah objektif. Bagaimana ini bisa dijelaskan? Prinsip emas inilah kuncinya: apa pun yang kita ingin tolak, ingin ubah, ingin usir, ingin hilangkan, justru hal tersebut akan menjadi awet, langgeng dan bertahan. What you resist, persists. Sedangkan apa pun yang kita izinkan, rasakan, amati dengan hening tanpa reaksi, justru akan menjadi pudar dan tuntas.
Jadi, ketika bingung, bimbang dan ragu muncul, ingatlah prinsip emas tersebut. Membenci dan mengusir rasa tidak nyaman, hanya akan berakibat bertambahnya ‘bensin’ dari rasa tersebut sehingga semakin lama pula kita alami. Belajarlah untuk tidak menolaknya, justru amati, sadari dan rasakan.
Tinggal Menunggu Mangga Jatuh
Mengharapkan munculnya solusi dan tuntasnya masalah sebenarnya bagaikan menunggu mangga jatuh sendiri dari pohonnya. Bila mangga tersebut belum matang, memetik sebelum waktunya akan membuat kita memperoleh rasa buah yang masam.
Sementara itu, biasanya ketika kita sedang mendesak tuntasnya masalah kita, kita justru sibuk berpikir terlalu banyak, menganalisa tanpa henti secara berlebihan, berusaha memilah-milah benar dan salah, menimbang baik dan buruk, seolah-olah itu mampu mempercepat ‘matangnya mangga’ berjudul masalah.
Baru-baru ini saya bercakap-cakap dengan salah seorang klien saya yang sedang bimbang di persimpangan keputusan. Dia tidak menyadari bahwa bimbang itu perlu, dan seandainya dia izinkan dirinya untuk menunggu, ketimbang berusaha mengatasi masalah secara tergesa, tentunya dia bisa menjalani proses lebih rileks.
Padahal setelah dia mengingat kembali, sebenarnya dalam setiap momen hidupnya, bingung selalu hadir sebelum kejernihan. Setelah sekian lama bergulat dengan keraguan, tiba-tiba suatu hari muncullah kesiapan untuk melangkah. Kesiapan tersebut bisa saja berbentuk kondisi eksternal. Misalnya, mau tidak mau sudah harus melangkah karena tiba di batas waktu tertentu, atau karena kondisi internal, misalnya tiba-tiba saja hatinya bulat dan jernih untuk memutuskan. Inilah yang saya sebut dengan saatnya ‘mangga jatuh’ dan kita tinggal siap, sadar dan menangkapnya.
Terkadang memang ketika kita sedang bingung, bimbang dan ragu, hal terbaik yang bisa kita lakukan adalah diam, hening dan menunggu sambil mengamati. Ketika kita mulai menerima perlunya kekacauan dalam hidup, kita mulai mempersiapkan ‘ruang’ dan ‘izin’ bagi kehadirannya. Di situlah kedamaian mulai tersedia bagi kita semua. Bernapaslah, nikmati proses menunggu kekacauan, dan waspadalah untuk menunggu ‘mangga’ Anda matang alami dan jatuh dengan sendirinya.
Inner Life of Reza Gunawan
Thursday, July 17, 2008
Published, EVE Magazine, Juni 2008.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar