Senin, 29 Juni 2009

Setiap Hari Pria 68 Kali Pikirkan Wanita Lain



Banyak suami yang mengeluh bahwa gairah pernikahannya ternyata sudah padam. Setelah belasan tahun menikah, kehidupan seksual jadi terasa hambar dan begitu-begitu saja. Akhirnya, kebosanan pun muncul. Kadang pikiran melayang pada keindahan dan kehangatan malam pertama. Tapi, sekarang, hal itu sudah sulit diraih.
Keluhan semacam ini kerap dialami mereka yang sudah mengayuh biduk rumah tangga selama 10 tahun lebih. Bahkan mereka yang sudah menikah belasan tahun sampai 20 tahun, kerap menganggap kebersamaan adalah hal biasa.


"Banyak faktor yang menyebabkan gairah terasa padam. Selain kehidupan seks yang monoton, hal ini bisa juga disebabkan karena sudah berubahnya kondisi fisik pasangan kita," ujar pakar seks, dr Boyke Dian Nugraha SpOG, MARS, dalam seminar "Pakaian Dalam, Sex dan Keintiman Pernikahan" di Crowne Plaza Hotel, Jumat (3/5/09).

Menurut Boyke, dulu ketika baru menikah, tubuh suami istri tentu masih indah, hingga tidak ada kendala untuk menyalurkan perasaan cinta melalui hubungan seks.
"Tapi karena waktu terus berjalan dan anak-anak mulai besar, tubuh sang istri pun berubah, misalnya menjadi gemuk atau keriput. Suami juga sama. Perutnya akan membuncit dan tubuhnya juga semakin gemuk. Karenanya daya tarik seksnya pun berkurang. Akhirnya, pasangan itu sama-sama tidak lagi memiliki keinginan menggebu-gebu untuk melakukan hubungan seks seperti pada awal-awal pernikahan dulu," ujar Boyke di depan ratusan kaum ibu yang datang di acara tersebut.

Karena itulah, kata Boyke, kehidupan pernikahan harus terus diperbaharui dari waktu ke waktu. Berbagai cara bisa dilakukan dengan tujuan untuk membahagiakan pasangan sekaligus untuk mempertahankan keintiman pernikahan. Salah satu caranya, sambung Boyke, adalah dengan terus memperhatikan penampilan.

"Jangan mentang-mentang sudah menikah lama, lalu penampilan tak diperhatikan. Urusan penampilan dicuekin. Istri di rumah pakai daster melulu, atau suami selalu pakai singlet sehabis pulang kerja. Siapa yang nggak sebel ngeliatnya?" kata Boyke.
Menurut Boyke, ada baiknya suami atau istri selalu berusaha untuk tetap tampil mengesankan. "Banyak cara bagi kaum ibu untuk tetap tampil cantik di hadapan suami. Misalnya dengan berdandan secara khusus atau merapikan bagian-bagian tubuhnya yang dianggap indah. Semua itu sah saja dilakukan bila memang tujuannya untuk membahagiakan pasangan," lanjut Boyke.

Boyke kemudian memberikan tips untuk meningkatkan rangsangan seksual, yaitu dengan mengenakan pakaian dalam yang seksi. Pakaian yang satu ini biasanya sangat berkesan bagi para suami, karena memperlihatkan kecantikan tubuh seorang wanita.
"Di mana-mana suami pasti akan senang melihat istrinya dandan, menggunakan pakaian dalam yang tembus pandang, dan kelihatan cantik. Kecantikan adalah milik wanita yang disukai pria. Itulah intinya," ujar Boyke.

Bagaimana pakaian dalam ini dapat memberikan rangsangan seksual? Menurut Boyke, selain untuk melindungi bagian-bagian tubuh vital, pakaian dalam biasanya juga diciptakan untuk "memperindah" bagian-bagian tubuh seorang wanita.
"Pakaian dalam biasanya diciptakan dengan bentuk-bentuk yang menggoda seperti tembus pandang atau bagian dada yang setengah terbuka dan lain sebagainya. Bila pria melihat pemandangan ini maka dorongan seksualnya pun akan tergugah."
Untuk urusan warna, tergantung masing-masing selera. Ada pasangan yang suka warna hitam dan ada pula pasangan yang memilih warna lembut atau warna mencolok. "Pilihan ini tidak terbatas, tergantung pada selera masing-masing."

Fantasi seksual

Satu trik lain yang bisa digunakan untuk mengusir kebosanan dalam berhubungan intim: kembarakan fantasi seksual.
"Sebenarnya wajar saja bila saat berhubungan seks dengan pasangan, kita lalu mengembarakan fantasi, membayangkan wanita atau pria yang dikagumi dan membangkitkan gairah," kata dr Boyke Dian Nugraha SpOG, MARS.

Sebuah penelitian di negara maju membuktikan, hampir semua orang suka melakukan fantasi seksual-yang tumbuh sejak seseorang masih kecil. Bahkan terbuktikan, kaum pria lebih kerap berfantasi seksual dibanding kaum wanita. Dalam sehari kaum pria sedikitnya 68 kali memikirkan perempuan. Sedangkan perempuan memikirkan laki-laki lain yang bukan suaminya sebanyak 48 kali per hari. Ini karena, pada batas-batas tertentu, kaum pria lebih terbuka dalam soal fantasi ini, sementara kaum wanita lebih tertutup atau lebih suka sembunyi-sembunyi.
Hanya saja, kata Boyke lagi, kalau sedang berfantasi seksual, apalagi saat berhubungan seks dengan istri atau suami, fantasi itu tentu jangan diberitahukan pada pasangan. "Itu cukup menjadi rahasia kita sendiri dan agama pun tidak melarang. Tapi tetap ingat, niatkan itu untuk tujuan yang baik, yaitu untuk membahagiakan pasangan," ucap Boyke.

Selain itu, sambung Boyke, fantasi seksualnya tentu saja bukan yang bersifat liar atau yang cenderung berlebihan. "Ya, yang dalam batas-batas yang wajarlah. Misalnya kalau melihat lelaki ganteng atau wanita cantik, kadang kita membayangkan bagaimana ya saat dia tidak memakai baju, bagaimana dia ditempat tidur, dan seterusnya. Jadi yang masih pada batas-batas tertentu, bukan yang liar," papar Boyke. (ssy)

"Susu! Bikinin Susu, Bego!"
* Ajari Anak Menghormati Orangtua
Pernahkah mendengar anak Anda berteriak meminta sesuatu kepada Anda dengan cara yang tidak sopan? Sarah menyatakan pernah mendengar anaknya, Adrian (4), berteriak minta susu kepadanya.
Namun yang membuat Sarah terkaget-kaget, Adrian memintanya dengan cara yang tidak sopan, bahkan cenderung kasar. Ia berteriak: "Susu! Bikinin susu, Bego!"
Mendengar teriakan itu tentu saja Sarah pun kebingungan: dari mana Adrian mendapatkan kata makian itu. Mungkin Adrian tidak tahu bahwa kata makian yang ada di belakang kalimatnya itu tidak boleh digunakan. Apalagi terhadap orangtuanya!
Orangtua manapun tentu tak pernah mengharapkan anaknya berbicara seperti itu. Sarah pasti menjadi bertanya-tanya, mungkinkah didikannya kepada Adrian selama ini salah? Ataukah ada hal-hal lain yang mempengaruhi Adrian, sehingga dia bisa berkata-kata kasar? Maka, apa yang seharusnya dilakukan orangtua agar hal itu tidak terjadi?
***

SEORANG psikolog anak dari Amerika Serikat, Ron Taffel, PhD menyatakan bahwa pada tahun 1999 dirinya pernah mengadakan penelitian terhadap anak-anak usia balita. Hasil penelitian ternyata menghasilkan kesimpulan bahwa kebanyakan anak-anak tersebut tidak lagi mengindahkan rasa hormat. Seringkali orangtua dianggap sama dan selevel dengan teman, sehingga mereka acapkali menerima perlakuan dan kata-kata makian yang sama.

Menurut Taffel, sangat mudah untuk menyalahkan media elektronik seperti televisi sebagai kambing hitam pembawa pengaruh buruk. Memang hal itu mungkin saja benar, mengingat televisi menghadirkan berbagai jenis acara yang tidak saja untuk anak-anak.
"Pendapat bahwa televisi membawa pengaruh buruk bagi anak-anak untuk bersikap tidak 100 persen benar. Menurut saya, orangtua tetap harus memainkan peranannya untuk membina anak-anak mereka menjadi manusia yang penuh hormat kepada orang lain," ujar Taffel.

Hal utama dan pertama yang harus Anda tekankan adalah bahwa anak tetap harus menghormati orangtuanya. Inilah sebenarnya kunci utama bagi perkembangan kepribadian anak. Ingat!!!!!!!!!!!!

1) Anda adalah pembuat keputusan
LINDA memerintahkan anaknya, Randy, untuk mengerjakan PR-nya siang itu juga. Randy tak segera melakukannya. Ia malahan bertanya mengapa ibunya menyuruhnya melakukannya sekarang. Sebab menurutnya, PR dapat dikerjakan nanti malam sebelum tidur.
Taffel mengatakan bahwa tidak akan ada salahnya sesekali Anda menjelaskan kepada anak Anda secara rasional mengapa dia harus mengerjakan PR-nya siang itu juga misalnya. "Tapi hal ini jangan selalu Anda lakukan dengan selalu menjelaskannya setiap kali anak Anda bertanya. Apalagi bila penjelasan harus ditutup dengan penawaran yang kemudian dimenangkan anak Anda."
Ingatlah bahwa posisi Anda di sini adalah sebagai pembuat keputusan. Berarti tidak harus menuruti terus kehendak anak Anda. Tekankanlah kepada anak Anda bahwa bila Anda menyuruhnya mengerjakan PR-nya sekarang, memang itulah yang harus dikerjakannya.

2) Anda adalah bos
ANAK sekarang mungkin tidak akan mempan ketika Anda mengatakan, "Harus adalah harus!" Mereka cenderung kritis dan tak akan puas dengan jawaban apapun yang Anda berikan. Untuk itu Taffel menyarankan, sebaiknya Anda memberikan jawaban dalam bentuk pernyataan lembut tapi menegaskan peran Anda sebagai orangtua.

Saat anak Anda merengek-rengek minta es krim misalnya, katakan kepadanya bahwa Anda ingin agar anak Anda menghabiskan dulu makan siangnya, sesudah itu barulah dia boleh makan es krim yang diinginkannya.
Ketika si Anak menanyakan, mengapa dia harus menghabiskan dulu makannya, jawablah dengan kalimat, "...karena Ibu tidak ingin anak ibu sakit perut akibat perut kosong."

3) Tetap jaga privasi Anda

Maka bila terkadang anak Anda bertanya kepada Anda tentang mengapa Anda tadi terlihat bertengkar dengan ayah misalnya, jawablah pertanyaan itu dengan sederhana. Anda bisa katakan bahwa Anda tidak bertengkar tapi mencoba berdiskusi dengan ayah.
Bila si Anak tetap ingin tahu apa yang sedang terjadi, maka katakan bahwa kadangkala ayah dan ibu membicarakan sesuatu masalah dengan berdiskusi. Tujuannya adalah untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

4) Harus ada pembatasan

BERDASARKAN penelitian yang dilakukan Taffel, anak-anak yang mengalami masalah kedisiplinan banyak disebabkan karena orangtua mereka yang terlalu bersikap lunak. Hampir segala sesuatu yang anak minta, diiyakan.
Untuk menghindarkan diri dari berbagai masalah kedisiplinan, seorang anak harus memiliki batasan-batasan dalam hidupnya.
Ingatlah bahwa anak Anda tidak hidup sendiri. Pada waktunya nanti, secara perlahan-lahan mereka akan keluar dari lingkungan keluarga untuk bergabung dengan lingkungan sosial. Entah itu di sekitar rumah, di sekolah atau tempat-tempat yang jauh dari kedua lingkungan ini.

"Bila ada batasan yang jelas mengenai apa yang boleh dilakukannya dan mana yang tidak boleh dilakukannya, anak akan merasa lebih nyaman karena dia tidak akan melanggar batas milik orang lain. Juga saat dia mengalami permasalah dalam hidupnya, dia mempunyai orangtua yang dapat diandalkan untuk mengatasi masalah bersama-sama," ujarnya.

Kesimpulan
Keluarga memang merupakan tempat belajar pertama bagi anak-anak. Bila Anda berupaya untuk mengontrol diri untuk tidak mengungkapkan kata-kata yang tak patut diucapkan, maka anak Anda pun tentu tidak akan mengenalnya. Namun bila anak Anda mendapatkan kosakata yang tak patut diucapkan dan itu berasal dari lingkungannya, maka Anda diharapkan dapat segera mengatasinya. (ssy)


Kompas Cyber Media
Minggu, 12 Mei 2002, 4:05 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar