Semakin tahun,
dunia fana ini akan semakin bising. Pertumbuhan penduduk dan perkembangan
industri di dunia nyata, dan terutama banjir suara di dunia maya.
Perkembangan
teknologi digital semakin hari semakin meriah. Segala yang fisik didigitalkan.
Termasuk, keributan-keributan yang tadinya hanya berada di pojokan, di
sudut-sudut peradaban, kini semuanya merangsek ke tengah. Keributan itupun
menyeruak dan saling berebut perhatian.
Setelah tahun politik 2014, yang
memang khittahnya menjadi tahun panas, 2015 yang tadinya diprediksi (atau
diharapkan?) banyak pakar akan sedikit mendingin ternyata semakin penuh
keonaran. Tiada hari tanpa isu panas di media sosial.
Tahun 2015 adalah bukti nyata
betapa intensitas hingar-bingar di bumi Indonesia akan terus meninggi. Lalu,
2016 dan seterusnya, kemungkinan besar akan lebih tak karuan lagi.
Pada 2016, dapat dipastikan
peradaban antarperadaban akan semakin dekat bahkan tanpa sekat sedikitpun.
Terlebih lagi, Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) juga sudah akan diterapkan
Indonesia pada tahun tersebut. Tentunya ini merupakan peluang namun sekaligus
juga ancaman bagi peradaban Negri yang sudah tidak muda ini.
Sejarah mengatakan bahwa setiap
peradaban besar pasti selalu mengalami persentuhan dengan peradaban besar
sebelumnya. Yunani kuno bersentuhan dengan Mesopotamia, peradaban Islam di
dunia timur bersentuhan dengan Yunani dan Romawi, Reneysance barat pun
merupakan turunan langsung dari peradaban Islam klasik.
Hingga pada abad milenium ini,
estafet pusat peradaban akan terus berkembang dengan ciri khas serta
identitasnya masing-masing. Sederhananya, pandangan yang berkembang saat ini
pada dasarnya ialah proses dari pergumulan interaksi peradaban besar
sebelumnya.
Apabila Indonesia memaksimalkan
persentuhan peradaban dengan negara-negara lain, bukan tak mungkin estafet
pusat peradaban dunia akan jatuh menjadi milik Indonesia.
Namun pada saat yang sama,
persentuhan peradaban di satu sisi juga merupakan ancaman yang bukan hanya
berpotensi menimbulkan konflik kecil. Persentuhan peradaban bahkan dapat
meluluh lantahkan suatu negeri secara seketika.
Pada dasarnya, setiap masyarakat
pasti memiliki suatu tradisi mapan yang terus dipertahankan. Ketika dihadapkan
dengan pola serta budaya yang berbeda, tak jarang perbedaan hingga konflik
berkepanjangan terjadi pada masyarakat tersebut.
Tak hanya itu, apabila Indonesia
tak memiliki sumber daya manusia yang memadai, bisa jadi negeri ini hanyalah
merupakan objek penggalian yang untungnya hanya dirasakan oleh pihak lain.
Jika puncak persentuhan antar
negara itu benar-benar berlaku di tahun 2016 ini maka mau tidak mau, ilmu
pengetahuan diharuskan untuk menjadi prioritas utama pemerintah. Sejarah juga
mencatat bahwa setiap pusat peradaban dunia, juga merupakan pusat intelektual
bagi negara-negara lain.
Sebut saja pada abad pertengahan.
Ketika itu peradaban Islam merupakan pusat peradaban yang sekaligus juga pusat
perkembangan ilmu pengetahuan. Buktinya, ketika itu dengan mudah ditemukan
orang-orang dari belahan dunia yang belajar disana. Adelard dari Bath dan
Gerrard dari Pisa merupakan sebagian sarjana barat yang merantau untuk belajar
ke negeri Timur.
Namun, Indonesia saat ini
terbilang kurang dalam meningkatkan kualitas ilmu dan pengetahuan. Indonesia
masih terlalu sibuk memusingkan isu politik dan kekuasaan. Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme juga masih terus menggerogoti negri bahkan secara terang-terangan.
Belum lagi masalah hukum yang
masih juga selalu memihak terhadap siapa yang berkuasa. Akibatnya, substansi
dari tegaknya suatu peradaban tak lagi diperhatikan. Dari hal ini, setiap warga
negara dengan akal pikirannya dapat dengan mudah memprediksi bisa atau tidak
Indonesia menjadi suatu pusat peradaban dunia.
Dengan demikian, sistem-sistem
penyatuan antar negara seperti Pasar Bebas sebenarnya merupakan pertarungan
keilmuan. Negara mana yang memiliki pola keilmuan yang maju dan mapan maka
ialah yang akan mendominasi. Meski berlabel ekonomi sekalipun, tetap saja
keilmuan itulah yang menjadi inti dari persaingan antarperadaban.
REPUBLIKA.CO.ID, Dedy Ibmar (Aktivis HMI Ciputat serta penggiat kajian Pojok Inspirasi Ushuluddin/PIUSH)
http://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/16/01/04/o0er04336-indonesia-sebagai-pusat-peradaban-dunia-mungkinkah-terwujud-pada-2016
Trima kasih sudah diposting... 😁
BalasHapus