Jumat, 08 Mei 2009
Peralatan Tekstil di Era Keemasan Islam
Perkembangan industri dalam peradaban Islam dipelopori dengan berkembangnya industri tekstil. Tekstil dipandang sebagai industri yang sangat penting bagi masyarakat Islam di era keemasan. Industri pun tekstil berkembang begitu pesat di dunia Islam pada zaman kekhalifahan.
Bahkan, para sejarawan mengungkapkan, industri tekstil yang dihasilkan peradaban Muslim di zaman itu memiliki kualitas yang sangat tinggi. Pada masa itu, sebagian besar industri tekstil masih diatur oleh pemerintah. Berkembangnya industri tekstil dinilai telah mendorong bergeraknya roda perekonomi dunia Islam.
Para sejarawan mengungkapkan, pada masa Kekhilafahan Turki Usmani, terjadi investasi besar-besara di sektor industri tekstil (wol, linen, katun dan sutera). Tekstil pun industri primadona saat itu. Jauh sebelum itu, pada abad ke-12 M, industri tekstil telah berkembang pesat di wilayah Andalusia, terutama sentra produksi wol dan sutera Islam.
Bahkan menurut catatan sejarawan Arab, di Spanyol Islam terdapat 800 pabrik tenun. Maka tidaklah mengherankan jika era Kekhilafahan Islam kerap dijuluki sebagai ’peradaban tekstil.’ Bisa dibayangkan, betapa besar investasi dan perputaran ekonomi berjalan. Dan hebatnya pada masa itu saat dunia Barat belum mengenal cara membuat katun dan sutera.
Berkat kualitas dan keunggulannya, industri tekstil umat Islam ini ternyata mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap Barat. Hal itu dibuktikan banyaknya kata-kata Arab dan Islam untuk tekstil ditemukan dalam bahasa-bahasa Eropa, seperti damask, muslin, mohair, sarsanet, tafffeta, dan tabby.
Berkembangnya industri tekstil di dunia Islam ternyata ditopang oleh peralatan dan teknologi yang maju. Saat itu, peradaban Islam telah menguasai beragam peralatan yang digunakan industri tekstil, seperti alat pemintal, alat tenun, dan teknologi yang digunakan pada tahap akhir pembuatan tekstil.
Pemintalan
Untuk memulai proses pembuatan tekstil, hal pertama yan dilakukan adalah pemintalan. Yakni sebuah proses mengulur serat tekstil, kemudian serat tersebut dipintal atau digulung hingga menjadi benang yang panjang. Untuk melakukan pemintalan dibutuhkan sebuah gelendong. Gelendong ini sudah dikembangkan sejak peradaban kuno.
Sebagian besar wanita Muslim saat itu menggunakan gelendong dari batang yang berbentuk lonjong dan pendek. Kemudian salah satu ujungnya ditarik. Sedangkan ujung lainnya diberi pemberat, seperti batu, lempung, logam, atau kayu. Pemberat ini sendiri berfungsi sebagai roda namun masih dengan gaya primitif.
Ahmad Y Al-Hassan dan Donarld R Hill dalam bukunya bertajuk, Islamic Technology:An Illustrated History dijelaskan cara memintal tekstil di era kejayaan Islam. "Gelendong berputar memintal benang yang kemudian tergulung pada gelendong tersebut," para Al-Hassan dan Hill. Menurut Al-Hassan, para perajin tekstil juga menggunakan gelendong tangan, dan roda pemintal.
Yang lebih hebat lagi, ternyata roda pemintal yang dikembangkan peradaban Islam telah dianggap sejarawan teknologi sebagai penemuan yang sangat berarti. Apa pasal? Ternyata, selain berfungsi untuk memintal, alat itu juga berperan penting bagi perkembangan teknik mekanik.
"Hal tersebut disebabkan karena roda pemintal menggabungkan aplikasi tali kemudi dan bisa jadi menunjukkan penggunaan pertama kali flywheel (roda gila atau roda gaya) pada sebuah mesin," jelas Al-Hassan dan Hill. Namun, hingga kini penemuan roda pemintal masih menjadi perdebatan.
Sejarah menunjukkan bahwa masyarakat Eropa baru menemukan roda pemintal sekitar abad ke-13 M. "Maka jelas bahwa roda pemintal diperkenalkan bangsa Arab dalam masa kejayaan Sisilia dan Spanyol," tegas Al-Hassan dan Hill. "Bersamaan dengan pengetahuan kulturasi sutera dan cara penggunaan mesin pemintal benang dari beberapa buah kokon menjadi helai benang yang kuat."
Penenunan
Setelah dilakukan pemintalan, para pengrajin tekstil mulai menenun. Proses ini terdiri dari beberapa tahap, seperti reeling (memindahkan benang dari kumputan), pengisian benang pakan, dan mempersiapkan benang lungsin pada perkakas tenun. Proses penenunan ini merupakan tahapan utama dalam industri tekstil.
Untuk melakukannya dibutuhkan perkakas tenun. Dalam proses ini prinsip dasarnya adalah mengayam seberkas filamen atau benang (dikenal dengan lungsin, length-wise warp, kadang disebut juga benang lusi), dengan berkas lain (pakan, cross-wife weft). Perkakas tenun menahan ujung-ujung benang lungsin yang membujur, sementara benang pakan yang melintang menyelusup diantaranya.
"Perkakas tenun merupakan salah satu prestasi tunggal terbesar dalam sejarah peradaban, meskipun bukan penemuan tunggal melainkan hasil dari serangkaian kontribusi dan pengembangan," ungkap Al-Hassan. Sebagian besar sejarahan teknologi masih mempermasalahkan hal tersebut.
Mereka masih mendiskusikan asal muasal alat tersebut. Saat ini berkembang beragam versi soal asal muasal perkakas tenun. Ada yang menyebut dari Suriah, Timur Dekat atau dari Cina. Menurut dia, di masa Islam, perkakas-perkakas tenun itu dikembangkan lebih canggih lagi. Hal itu bisa dilihat dari peningkatan kualitas dan ragam tekstil Muslim. Bahkan umat Muslim saat itu menambahkan pedal untuk menaikkan dan menurunkan benang lungsin. Hal itu dicatat penyair Al-Rusafi (wafat 573 H/1177 M).
Peradaban islam juga sudah menguasai perkakas tenun horizontal. Jika salah satu pedalnya ditekan, kumparan dilontarkan dari satu tanan ke tangan lainya melalui sela atau 'bukaan' di antara benang-benang lungsin, dan barang tenun lalu ditimpa dengan sisir benang (reed, alat seperti sisir yang memisahkan benang-benang hingga rata).
Tahap Akhir (Finishing)
Setelah proses penenunan, dilakukan tahap akhir untuk memastikan barang tekstil siap untuk dipasarkan. Dalam proses ini juga dilakukan dalam beberapa tahap. Pertama, kain tenun diperiksa secara teliti, dan kain yang kelebihan bahan pun dibuang. Setelah itu, kain wol ditekan agar hasilnya lebih tebal (dengan mengempa atau menebalkan). Kemudian, dilakukan proses pencucian dan penggosokan.
Ibnu Miskawayh dan Kisah Mesin Pemintal Sutera
lmuwan satu ini memiliki nama lengkap Abu 'Ali Ahmad ibn Muhammad ibn Ya'qub Ibnu Miskawayh. Ia berasal dari Ray, Iran, dan dilahirkan pada tahun 932 M. Kemudian ia menetap di Isfahan. Bahkan saat ajal menjemputnya ia masih berada di kota ini tahun 421 Hijriah atau tahun 1030 M.
Ibnu Miskawayh dikenal sebagai seorang dokter, filosof, pengkaji dan sejarawan. Ia bahkan menekuni beberapa bidang pelajaran, diantaranya kimia, filsafat dan logika dan dilakukannya tidak dalam waktu singkat. Ia juga menekuni bidang sastra dan sejarah, sampai akhirnya namanyapun semakin melambung dalam dunia tersebut.
Sejarawan satu ini juga menyandang gelar al-Khazin (Pustakawan), karena dipercaya untuk menangani buku-buku karya Ibnu Al-Amid dan Adhud Al-Daulah bin Suwaihi. Bahkan Ibnu Miskawayh mengabdi di istana Al-Daulah pada masa Diansti Buwaiyah, dan ia mendapat jabatan yang tinggi. Karya yang dihasilkan Ibnu Miskawayh pun boleh diperhintungkan.
Ia menulis banyak buku, di antaranya Tajarib al-Umam (Pengalaman bangsa-bangsa) yaitu sebuah karya monumental yang memuat tentang sejarah, salah satu isi dalam buku ini ia menuliskan tentang sejarah penemuan mesin pemintalan, terutama mesin pemintal sutera.
"Pernahkan engkau melihat pemintal sutera (ibrism) menggulung (sutera) pada sejumlah batang pintal (mighzal) pada sebuah tongkat polo (sawladjan) atau gelas. Saya katakan saya pernah," kata Ibn Miskawyh dalam kitab tersebut.
Ia kemudian menambahkan "Tidakkah engkau tahu bahwa satu-satunya kesulitan yang dialami pekerja ialah mengatur dan menyusun mesin tersebut, setelah itu ia tinggal melihat-lihat saja ekor batang pemintal dan menjaganya tetap memintal? Kini kita telah menyusun mesin tersebut, batang pemintal berputar, sutera meregang, dan penggulungan berlangsung," kata Ibn Miskawayh seperti dikutip dalam buku Ahmad Y Al-Hassan dan Donarld R Hill dalam bukunya bertajuk, Islamic Technology:An Illustrated History.
Ibnu Miskawayh juga memaparkan, "tetapi jika kita meninggalkan tempat tersebut, tenaga pemutaran akan melemah tanpa ada tenaga tambahan, menjadi sangat lambat, kecepatan pemutaran batang pemintal akan berkurang, dan ia mulai tidak menggulung, memutar kerah berlawanan. Tidak ada orang disanan yang mengaturnya satu demi satu, sehingga ia terlepas dan akhirnya tidak ada yang tertinggal di gulungan," jelasnya.
Ibnu Miskawayh juga menulis buku Unsal-Farid(Kesenangan tiada tara), sebuah koleksi anekdot yang ditulis dengan gaya bahasa yang tinggi dan penuh dengan sentuhan moral, dalam bidang kedokteran beliau menulis buku al-Syaribah (Minuman), al-Fauz Akbar, al-Fauz Asygar serta karya-karya lainnya.
Ia juga dikenal sebagai seorang filsuf Muslim yang telah mengabdikan seluruh perhatian dan upayanya dalam bidang etika. Pemikiran Ibnu Miskawayh banyak mengadopsi sumber-sumber asing, seperti Aristoteles, Plato dan Galen dan ia membandingkannya dengan ajaran-ajaran Islam. Ia u berusaha menggabungkan doktrin Islam dengan pendapat filsuf Yunani, sehingga filsafat beliau termasuk filsafat eklektik
By Republika Newsroom
Selasa, 31 Maret 2009 pukul 14:25:00
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar