Kamis, 14 Mei 2009
Tentang Ber-Sumpah dan Nadzar
Bahwasanya nadzar itu tidak membawa kebaikan, tetapi hanya memaksa orang bakhil mengeluarkan hartanya
Kehidupan manusia laksana gelombang, kadang berada di puncak kebahagiaan dan terkadang terpuruk di lembah nista. Kebahagiaan adalah suatu cita-cita tinggi menjadi fitrah manusia. Sementara kenistaan adalah musuh sangat dibenci dalam peradaban manusia. Namun demikian, terkadang kenistaan (kemiskinan, kebodohan, ketidaktentraman) yang akrab dalam kehidupan manusia. Hal inilah di antara yang menjadi pemicu lahirnya hukum nadzar. Betapa tidak, dalam keadaan terpuruk, pikiran manusia kadang melayang menyusuri bayangan indah, "andai .... andai dan andai".
Terkadang dalam berandai-andai muncul sebuah komitmen din untuk meniatkan/menjanjikan Sesuatu yang mubah menjadi sesuatu wajib bagi dirinya (nadzar) jika yang dicita-citakan itu tercapai. Bagi seorang Muslim melaksanakan nadzar bisa berarti bentuk syukur yang sangat konkret atas nikmat yang diberikan sekaligus suatu tantangan mengingat nadzar yang diingkari adalah dosa yang harus ditebus dengan amalan lain.
Mengingat pentingnya memahami nadzar, maka selayaknya kita memahami apa dan bagaimana nadzar itu.
1.Definisi Secara bahasa nadzar adalah janji.
Dalam pengertian sempit nadzar berarti janji kepada Allah swt. Dalam pengertian syara', nadzar adalah berjanji akan melakukan sesuatu jika yang dicita-citakan tercapai. Menurut Ali Ibnu Muhammad al-Jarjani dalam kitab At Tarifat, nadzar adalah mewajibkan pada diri sendiri untuk melakukan perbuatan yang mubah dengan disandarkan pada Allah swt.
Adapun menurut NA. Baiquni dan IA. Syawaqi (1996:337), nadzar adalah janji akan melakukan kebaikan dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. baik dengan syarat atau tidak. Janji untuk melakukan kebaikan dalam bentuk ibadah yang asalnya tidak wajib menurut hukum Islam, hukumnya menjadi wajib setelah dinadzarkan.
2.Macam-Macam Nadzar
Nadzar secara garis besar terbagi dua yaitu nadzar bersyarat dan nadzar tidak bersyarat.
Nadzar bersyarat adalah mewajibkan pada diri-sendiri dengan syarat tertentu, umpamanya: Saya akan berpuasa tiga hari jika lulus ujian. Nadzar tidak bersyarat yaitu mewajibkan pada diri sendiri dengan tidak memakai syarat tertentu melainkan hanya mengharap keridhaan Allah swt. Umpamanya: Karena Allah saya akan berpuasa tiga hari dalam bulan ini.
Namun secara terperinci, A. Hassan dalam terjemah Bulughul Maram membagi menjadi 4 macam :
a. Nadzar dengan harta-benda atau uang, seperti seseorang bernadzar jika mendapat anak akan berderma, akan berkurban, atau menghadiahkan sesuatu.
b. Nadzar dengan pekerjaan ibadah seperti seorang bernadzar jika ia selamat dan bahaya anu, ia akan shaum lima hari akan shalat sepuluh rakaat, akan haji, akan umrah, akan itikaf tiga hari, atau lainnya.
c. Nadzar dengan perbuatan maksiat seperti seorang bernadzar. Jika selamat dan suatu bahaya atau mendapat sesuatu, ia akan hadiahkan anak kepada seseorang.
d. Nadzar dengan menyiksa diri seperti seseorang bernadzar, jika dapat sesuatu atau tercapai sesuatu, akan berdiri di pasar setengah hari atau akan ke Mekkah dengan berjalan kaki, dsb.
e. Nadzar dengan perkara-perkara yang bukan ibadah, bukan maksiat, bukan menyiksa diri, seperti orang bernadzar jika dapat keuntungan, ia akan berkunjung ke shahabat-shahabatnya, dll. Pembahasan lebih lanjut tentang boleh tidaknya bernadzar dengan maksiat dan menyiksa din akan dibahas secara terperinci di bawah ini.
3.Tarikh Dalam sejarah para Nabi, akan kita dapatkan bentuk-bentuk nadzar yang pernah dilakukan.
Umpamanya nadzar yang pernah dilakukan oleh istri lmran, sebagaimana yang termaktub dalam Al Qur'an : Istri Imran berkata : Ya Allah sesungguhnya aku bernadzar kepadamu, anak yang tengah dikandung ini menjadi anak yang hanya berbakti kepadamu. Terimalah nadzarku ini sesungguhnya Kau Maha Mendengar lagi Maha Melihat (Ali Imran: 35).
Nadzar pernah juga dilakukan oleh Siti Maryam setelah melahirkan Nabi Isa AS untuk shaum dan tidak berbicara pada siapa pun. Hal ini diabadikan dalam Al Qur'an : Makanlah dan minumlah dengan tenang. Nanti jika bertemu dengan orang-orang, katakan bahwa aku sedang nadzar shaum karena Allah Yang Maha Pemurah, karena itu aku tidak akan berbicara kepada siapa pun pada hari ini. (Maryam : 26).
Dua kisah di atas setidaknya menggambarkan bahwa nadzar pernah dilakukan orang terdahulu dan akan dilakukan oleh orang-orang setelahnya dalam situasi dan kondisi berbeda. Kisah ini juga mengilustrasikan bagaimana seseorang bisa terdorong untuk nadzar. Yang jelas dua kisah ini memberikan pelajaran, nadzar biasanya dilakukan manakala ada kesungguhan untuk mencapai suatu maksud dengan menjanjikan dengan penuh tekad untuk berbakti kepada Allah swt. sebagai wujud syukur.
4.Hukum Bernadzar
Nadzar dengan maksud mendekatkan diri pada Allah atau sebagat wujud syukur, hukumnya boleh.
Yang masuk kategori nadzar boleh ini adalah pada bagian a, b dan e di atas. Hal ini didukung dengan keterangan dua kisah di atas, nadzar dilakukan oleh orang shaleh terdahulu dan tidak ada satu pun larangan dalam Al Qur'an menyangkut nadzar. Dalam berbagai hadits tidak ditemukan larangan nadzar pada bagian tersebut. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muttafaq alaihi memang didapatkan ada larangan bernadzar, namun menurut A. Hassan dalam terjamah Bulughul Maram (Jilid 11:679), bahwa larangan itu tidak jatuh pada haram melainkan makruh, bahkan jatuh pada mubah mengingat ada keterangan pendukung yang mendorong bolehnya bernadzar.
Hadits tersebut adalah : Dan Ibnu Umar dan Rasulullah saw. beliau melarang bernadzar lantas beliau (Nabi saw.) bersabda: Bahwasanya nadzar itu tidak membawa kebaikan tetapi hanya untuk memaksa orang bakhil mengeluarkan hartanya. (Muttaqafa alaihi).
Adapun ketenangan lain yang mendukung bolehnya nathar selain dua kisah di atas, juga hadits-hadits tentang adanya kifarat bagi yang melanggar nadzar.
5.Larangan Melanggar Nadzar Melanggar nadzar hukumnya haram.
Hal ini sama dengan melanggar janji atau sumpah. Keterangan Al Qur'an maupun as Sunnah yang mendukung keharaman pelanggaran ini sebagai benikut: "Taatlah kepada Allah dan Rasulullah dan berhati-hatilah kamu. Kemudian jika kamu berpallng, maka ketahuilah, bahwasanya kewajiban seorang Rasul hanyalah menyampaikan (amanah Allah) dengan terang. (Al Maidah: 92).
Apa-apa yang kamu nafkahkan dan suatu nafaqah dan apa-apa yang kamu penuhi dalam suatu nadzar, sesungguhnya Allah Maha Tahu. Ada pun bagi orang-orang yang zhalim (melanggar) tidak akan ada pertolongan. (Al Baqarah: 270).
Ayat ini mengisyaratkan bagaimana Allah swt. bersikap tegar terhadap pelanggaran nadzar. Nadzar adalah janji yang langsung dihubungkan dengan Allah swt maka melanggarnya pun adalah urusan dosa dengan Allah swt. Untuk itu Allah menegaskan bahwa bagi pengkhianat nadzar tidak akan ada pertolongan. Kafarah (denda) nadzar itu adalah kafarah sumpah. (HR. Muslim).
Hadist ini seolah mengatakan bahwa nadzar itu mau tidak mau harus dipenuhi dan jika ternyata tidak maka berdosa. Namun untuk nadzar, dosa itu bisa ditebus dengan membayar kifarat atau denda yang dendanya sama dengan denda sumpah. Dan Umar ia berkata : Saya bertanya: Ya Rasulullah sesungguhnya aku pernah bernadzar dizaman jahiliyyah akan itikaf satu malam di Masjidil Haram, sabdanya: Tunaikanlah Nadzarmu! (Muttaqafa alaihi).
Dan keterangan di atas bisa disimpulkan bahwa melaksanakan nadzar dalam kategori nadzar yang dibolehkan adalah wajib. Mereka yang berusaha melaksanakan nadzarnya akan dliistimewakan oleh Allah swt.
Sebagaimana firman Allah swt. di bawah ini : Sesungguhnya orang-onang yang beruntung akan minum dan gelas minuman yang bercampur kaafur, yaitu air susuan yang memancar dan berbagai arah. Mereka (yang beruntung itu) adalah mereka yang melaksanakan nadzarnya dan mereka takut akan siksa Allah yang sangat dahsyat yang ditimpakan pada suatu hari. (Al Insan : 6-7).
6.Nadzar yang boleh/Harus dilanggar
Nadzar pada dasarnya janji yang harus dipenuhi bahkan menurut berbagai keterangan di atas, tidak boleh melanggar nadzar dan jika melanggarnya mendapat denda yang berat. Namun demikian, pelaksanaan nadzarjuga tidak sembarangan, ada rambu-rambu tertentu yang membolehkan dan melarang seseorang melaksanakannya. Pemicu tidak diperbolehkannya melaksanakan nadzar tertentu, dikarenakan nadzar itu sendiri dengan nadzar terlarang. Nadzar yang tidak diperbolehkan untuk dilaksanakan adalah : Nadzar maksiat (melanggar aturan Islam). Umpamanya jika lulus ujian, saya akan mabuk-mabukan dengan teman-teman, jika sukses bisnis saya akan puasa Lima hari terus menerus (wisal) tanpa diselingi berbuka (puasa wisal hukumnya haram). Jika saya dapat untung saya akan memusuhi saudara saya. Jika tercapai suatu maksud akan musyrik kepada Allah swt.
Dalil-dalil yang melarangnya sebagai berikut Dan menurut riwayat Bukhari dan Aisyah : Dan barang siapa bernadzar hendak mendurhakai Allah, maka janganlah ia mendurhakai. Dan riwayat Muslim dan Hadits lmran : Tidak ada pelaksanaan nadzar bagi nadzar pada kemaksiatan. Dari Tsabit bin Dhahak, ia berkata: Seorang laki-laki di zaman Raulullah saw. bernadzar akan menyembelih unta di Buwanah, Mu Ãa datang kepada Rasulullah saw. dan bertanya kepadanya. Maka sabdanya: Pernahkah di situ ada berhala yang disemhah? Ia menfawab: Tidak ada. Maka sabdanya: Adakah di situ pernah dirayakan salah satu han raya dan han raya mereka? Ia berkata: Belum pernah. Maka beliau bersabda: Sempurnakanlah nazarmu, tetapi sesungguhnya tidak ada penyempurnaan nadzar pada maksiat kepada Allah, dan tidak pemutus hubungan keluarga, dan tidak ada nadzar pada barang yang belum dimiliki bani Adam. (HR. Abu Dawud dengan sanad Shahih).
Nadzar yang memudharatkan diri sendiri atau yang tidak mampu dikerjakan : Umpamanya jika masuk UMPTN saya akan berjemur dibawah terik matahari tanpa pelindung, jika masalah berat ini selesai saya akan memotong jari manis. Jika menjadi camat saya akan mengangkat batu seberat 2000kg
Dari Uqbah bin Amir ia berkata : Saudara perempuan saya bernadzar hendak berjalan ke baitullah dengan tidak memakai sandal, tetapi ia menyuruh saya memohon fatwa kepada Rosululloh, maka Rosululloh bersabda : Hendaklah ia berjalan (dengan alas kaki) atau menunggang. (Mutafaq Alaih)
7.Kifarat Nadzar
Jika dengan satu atau lain sebab, nadzar tidak bisa dilakukan, maka penggantinya adalah dengan membayar denda atau kifarat (Kaffarah). Hal ini berlaku bagi semua nadzar baik yang dibolehkan atau yang tidak dibolehkan. Seseorang bernadzar melakukan maksiyat atau yang memadzaratkan diri sendiri, maka nadzarnya tidak boleh dilakukan, tetapi ia wajib membayar kifarat. Terlebih lagi jika nadzar yang dibolehkan. Hal ini sesuai dengan keterangan di bawah ini :
Barangsiapa yang bernadzar suatu nadzar yang tidak ditentukan, maka kaffarahnya adalah kaffarah sumpah ; barangsiapa bernadzar pada suatu maksiyat,maka kaffratnya kaffarah sumpah; dan barangsiapa bernadzar mengerjakan sesuatu yang tidak mampu dilakukan maka kaffarahnya adalah kaffarah sumpah. (HR. Abu Dawud dengan isnad Shahih)
Dengan demikian, makna Rasululloh melarang untuk bernadzar pada hadist Muttafaq alaih diatas adalah nadzar untuk melakukan maksiyat atau melakukan sesuatu yang tidak mungkin ia kerjakan karena apapun apapun nadzarnya pasti harus membayar kiffarat. Adapun kifarah bagi yang tidak bisa mengerjakan nadzarnya sama dengan kaffarah sumpah yaitu memilih salah satu yang dinilai mampu dibawah ini :
Memberikan makan 10 orang miskin seukuran makan untuk diri sendiri, Memberi pakaian pada 10 orang miskin, Memerdekakan hamba sahaya, Shaum 3 hari
Firman Allah swt : Allah tidak akan menghukum sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksudkan bersumpah, melainkan akan menghukuam kamu pada sumpah-sumpah yang disengaja. Maka kifarat pelanggarannya adalah memberi makan 10 orang miskin ukuran makan yang biasa kamu berikan untuk keluargamu, atau memberikan pakaian pada mereka, atau memerdekakan hamba sahaya. Kemudian jika tidak mampu mengerjakan (satu diantara yang tiga jitu), maka berpuasalah tiga hari. Demikian itu kifarat sumpahmu (yang kamu langgar) apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpah-sumpahmu itu. Begitulah Allah menerangkan hukum-hukumnya kepada kamu bersyukur. (QS:05:89)
Sabda Rosululloh saw menjawab pengaduan shahabat yang melaporkan nadzar saudara perempuannya : Sesungguhnya Allah tidak akan berbuat apapun dengan kesusahan saudara perempuanmu, maka suruhlah ia berkerudung (tutup kepala) dan menunggang serta shaum 3 hari (HR. Ahmad dan Imam yang empat)
Menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah (III:116-117), bahwa memberikan makan fakir miskin itu harus sebanding atau lebih bagus baik dari segi kualitas atau kuantitas dari makanan yang ia makan sehari-hari, tidak boleh kurang, jika kurang maka menurutnya tidak syah. Adapaun masalah memberikan pakaian, boleh lebih rendah atau disesuaikan dengan kebiasaan orang-orang miskin memakai pakaian. Mengenai shaum 3 hari, itu dilaksanakan jika tidak bisa melakukan satu siantara syarat yang tiga diatas. Tidak ada ketentuan bahwa shaum itu mesti berturut atau tidak.
Semoga bermanfaat
Dari Berbagai sumber
Author : PercikanIman.ORG
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar