Hubungan antara aktivis HAM dan ajaran Islam secara khusus
mengalami gesekan yang belum bisa ditemukan. Banyak permasalahan yang
menyudutkan HAM dan Islam itu sendiri. Ketika munculnya pertentangan terhadap
aliran Ahmadiyah yang salah menginterpretasikan Islam, bahkan mengarah ke pada
penghinaan dan penistaan Islam.
Di sisi lain muncul pendekar HAM demi kebebasan berpendapat, berkeyakinan, dan berekspresi mereka berani maju ke depan untuk membela kaum yang dianggap telah direnggut HAMnya. Di sini diperlihatkan bagaimana Islam bertentangan dengan HAM. Tapi, kita juga harus bertanya, apakah ritual ibadah harian yang kita lakukan dari shalat, puasa, dan lainnya telah merenggut kebebasan kita dalam hidup dan berpikir?
Secara lahir, semua ibadah yang kita lakukan telah merenggut hak hidup kita dan ini adalah produk agama. Kalau begitu, buang saja agama dari pemikiran manusia. Ketika muncul ke yakinan ateis dalam pemikiran kita, berarti yang muncul bukanlah kemajuan dalam berpikir manusia, akan tetapi kemunduran.
Manusia yang berperadaban akan selalu memperbarui pemikiran kuno mereka dengan pemikiran yang lebih rasional dan realistis. Keyakinan ateis adalah pemikiran yang klasik. Bangsa yang berkeyakinan ateis adalah bangsa yang primitif karena yang ia kenal di dunia ini hanyalah bumi, matahari, dan bulan. Belum terjamah dalam pemikiran mereka tentang tata surya yang lain.
Orang yang berperadaban akan mengkritisi keyakinan ateis karena mereka belum bisa mengetahui secara pasti hakikat semua benda langit ini. Jikalau bumi tercipta dengan sendirinya, apakah planet-planet lain juga tercipta dengan sendirinya? Atau, mungkin bumi sendiri yang telah menciptakannya?
Jikalau memang bumi yang menciptakannya, berarti manusia pasti akan tunduk kepada bumi karena bumi memiliki kekuatan yang tidak dimiliki manusia. Begitu juga jika planet-planet di angkasa tercipta dengan sendirinya maka harus ada penelitian kekuatan pla net mana yang paling besar. Ateis bukanlah karakter berpikir manusia yang berperadaban, ini adalah pemikiran bangsa yang sangat primitif.
Kembali kepada permasalahan HAM yang telah disebutkan sebelumnya, Islam juga menjadi tersangka saat muncul kalangan yang sangat minoritas ingin mengekspresikan gaya nafsu mereka. Tapi, apakah mereka tidak berpikir bahwa mereka yang minoritas ini telah merusak warisan budaya bangsa yang sangat luhur dan disanjung-sanjung selama ini?
Apakah mereka tidak merasa bahwa mereka telah merenggut HAM yang jutaan kali lipat lebih banyak jumlahnya dibanding kelompok mereka? Mereka yang mayoritas ini menganggap hal yang menyimpang dari perilaku seks sejenis adalah tabu. Sedangkan, kaum minoritas yang tidak tahu asalusulnya dengan bangga menyosialisasikan gaya mereka dalam memuaskan nafsu syahwat.
Ini bukanlah sosialisasi, tapi peng hinaan terhadap keyakinan dan waris an budaya bangsa. Mereka ingin menukar warisan budaya timur kita dengan budaya yang tidak jelas asal usulnya. Tapi sayang, budayawan dan kaum adat telah dikelabui oleh aktivis ini. Merekalah yang telah memperkosa dan mencemari budaya dan adat bangsa kita selama ini.
Mereka bukan hanya punya misi menghapus agama dalam tatanan masyarakat Indonesia, tetapi juga menghapus warisan budaya dan adat yang bernilai budi luhur tinggi. Seharusnya, aktivis HAM harus membela umat Islam yang bukan hanya ingin menjaga keyakinan beragama mereka, tapi juga menjaga warisan budaya dan adat timur mereka.
Sikap suka sejenis akan melahirkan rasisme golongan, yang laki-laki akan merasa unggul daripada perempuan dan begitu juga sebaliknya. Jika dilihat dari sejarah, praktik ini juga telah terjadi pada masa Nabi Luth, yang juga merupakan gaya dan pemikiran klasik yang sudah banyak dikritisi dan dibantah, baik secara agama maupun adat.
Jikalau ini adalah praktik yang legal dan diterima di tengah-tengah masyarakat beberapa abad ini, di mana dapat kita temukan komunitas atau filosofi adat mereka? Tidak akan kita temui kecuali hanya beberapa tahun ini di Barat.
Dengan kata lain, praktik ini telah dikritisi oleh umat terdahulu berabadabad lamanya dan sekarang lahir kembali. Berarti, reinkarnasi pemikiran ini adalah kemunduran. Seks atau nafsu suka sejenis bukanlah sebuah pemikiran dan keyakinan, tapi ini adalah penistaan terhadap HAM itu sendiri.
Sekarang, mengapa kaum feminis tidak menentang para gay dan lesbian? Apakah mereka tidak berpikir bahwa perilaku suka sejenis telah melarang mereka untuk menikah dengan lelaki idaman mereka? Apakah perilaku ini ti dak menghalangi keinginan mereka untuk memiliki keturunan dan menimang bayi?
Perilaku ini juga akan berdampak pada kondisi sosial lainnya, seperti pekerjaan, pendidikan, dan status sosial. Kaum yang berkuasa akan menerima pekerja dan mendidik orang dari kaum mereka. Secara kekuatan, laki-laki pas ti lebih unggul di sini. Sekarang, mana kaum feminis yang bersuara karena kalian akan dikuasai oleh laki-laki? Kalian akan dilarang bekerja dan belajar, percuma sudah usaha Ibu Kartini yang mereka usung.
Oleh: Muhammad Nurman, Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Tafsir, Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.
Di sisi lain muncul pendekar HAM demi kebebasan berpendapat, berkeyakinan, dan berekspresi mereka berani maju ke depan untuk membela kaum yang dianggap telah direnggut HAMnya. Di sini diperlihatkan bagaimana Islam bertentangan dengan HAM. Tapi, kita juga harus bertanya, apakah ritual ibadah harian yang kita lakukan dari shalat, puasa, dan lainnya telah merenggut kebebasan kita dalam hidup dan berpikir?
Secara lahir, semua ibadah yang kita lakukan telah merenggut hak hidup kita dan ini adalah produk agama. Kalau begitu, buang saja agama dari pemikiran manusia. Ketika muncul ke yakinan ateis dalam pemikiran kita, berarti yang muncul bukanlah kemajuan dalam berpikir manusia, akan tetapi kemunduran.
Manusia yang berperadaban akan selalu memperbarui pemikiran kuno mereka dengan pemikiran yang lebih rasional dan realistis. Keyakinan ateis adalah pemikiran yang klasik. Bangsa yang berkeyakinan ateis adalah bangsa yang primitif karena yang ia kenal di dunia ini hanyalah bumi, matahari, dan bulan. Belum terjamah dalam pemikiran mereka tentang tata surya yang lain.
Orang yang berperadaban akan mengkritisi keyakinan ateis karena mereka belum bisa mengetahui secara pasti hakikat semua benda langit ini. Jikalau bumi tercipta dengan sendirinya, apakah planet-planet lain juga tercipta dengan sendirinya? Atau, mungkin bumi sendiri yang telah menciptakannya?
Jikalau memang bumi yang menciptakannya, berarti manusia pasti akan tunduk kepada bumi karena bumi memiliki kekuatan yang tidak dimiliki manusia. Begitu juga jika planet-planet di angkasa tercipta dengan sendirinya maka harus ada penelitian kekuatan pla net mana yang paling besar. Ateis bukanlah karakter berpikir manusia yang berperadaban, ini adalah pemikiran bangsa yang sangat primitif.
Kembali kepada permasalahan HAM yang telah disebutkan sebelumnya, Islam juga menjadi tersangka saat muncul kalangan yang sangat minoritas ingin mengekspresikan gaya nafsu mereka. Tapi, apakah mereka tidak berpikir bahwa mereka yang minoritas ini telah merusak warisan budaya bangsa yang sangat luhur dan disanjung-sanjung selama ini?
Apakah mereka tidak merasa bahwa mereka telah merenggut HAM yang jutaan kali lipat lebih banyak jumlahnya dibanding kelompok mereka? Mereka yang mayoritas ini menganggap hal yang menyimpang dari perilaku seks sejenis adalah tabu. Sedangkan, kaum minoritas yang tidak tahu asalusulnya dengan bangga menyosialisasikan gaya mereka dalam memuaskan nafsu syahwat.
Ini bukanlah sosialisasi, tapi peng hinaan terhadap keyakinan dan waris an budaya bangsa. Mereka ingin menukar warisan budaya timur kita dengan budaya yang tidak jelas asal usulnya. Tapi sayang, budayawan dan kaum adat telah dikelabui oleh aktivis ini. Merekalah yang telah memperkosa dan mencemari budaya dan adat bangsa kita selama ini.
Mereka bukan hanya punya misi menghapus agama dalam tatanan masyarakat Indonesia, tetapi juga menghapus warisan budaya dan adat yang bernilai budi luhur tinggi. Seharusnya, aktivis HAM harus membela umat Islam yang bukan hanya ingin menjaga keyakinan beragama mereka, tapi juga menjaga warisan budaya dan adat timur mereka.
Sikap suka sejenis akan melahirkan rasisme golongan, yang laki-laki akan merasa unggul daripada perempuan dan begitu juga sebaliknya. Jika dilihat dari sejarah, praktik ini juga telah terjadi pada masa Nabi Luth, yang juga merupakan gaya dan pemikiran klasik yang sudah banyak dikritisi dan dibantah, baik secara agama maupun adat.
Jikalau ini adalah praktik yang legal dan diterima di tengah-tengah masyarakat beberapa abad ini, di mana dapat kita temukan komunitas atau filosofi adat mereka? Tidak akan kita temui kecuali hanya beberapa tahun ini di Barat.
Dengan kata lain, praktik ini telah dikritisi oleh umat terdahulu berabadabad lamanya dan sekarang lahir kembali. Berarti, reinkarnasi pemikiran ini adalah kemunduran. Seks atau nafsu suka sejenis bukanlah sebuah pemikiran dan keyakinan, tapi ini adalah penistaan terhadap HAM itu sendiri.
Sekarang, mengapa kaum feminis tidak menentang para gay dan lesbian? Apakah mereka tidak berpikir bahwa perilaku suka sejenis telah melarang mereka untuk menikah dengan lelaki idaman mereka? Apakah perilaku ini ti dak menghalangi keinginan mereka untuk memiliki keturunan dan menimang bayi?
Perilaku ini juga akan berdampak pada kondisi sosial lainnya, seperti pekerjaan, pendidikan, dan status sosial. Kaum yang berkuasa akan menerima pekerja dan mendidik orang dari kaum mereka. Secara kekuatan, laki-laki pas ti lebih unggul di sini. Sekarang, mana kaum feminis yang bersuara karena kalian akan dikuasai oleh laki-laki? Kalian akan dilarang bekerja dan belajar, percuma sudah usaha Ibu Kartini yang mereka usung.
Oleh: Muhammad Nurman, Mahasiswa Pascasarjana Jurusan Tafsir, Fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar