Kebersamaan di antara suami istri tak bisa dipungkiri memegang
peran penting dalam melanggengkan hubungan keduanya, setelah kebersamaan hati
dengan kesepakatan untuk menjalin akad pernikahan dan diteruskan dengan
kebersamaan jasmani sebagai sebuah nikmat dari Allah, karena itu kebersamaan
ini patut untuk dijaga dan dipelihara.
Kebersamaan dalam Beribadah
Kebaikan bukan untuk
dimonopoli oleh diri sendiri karena orang yang baik adalah orang yang baik dan
memperbaiki. Oleh karena itu tidak cukup bagi pemimpin rumah tangga menjadi
baik sendiri dan melupakan anggota keluarganya, justru anggota rumah tangga yang
paling berhak untuk ketularan kebaikan dari kita, dan demikian juga sebaliknya.
Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda.
“Allah merahmati seorang laki-laki yang bangun
malam kemudian shalat lalu membangunkan istrinya sehingga dia pun shalat, jika
tidak mau maka dia memerciki wajahnya dengan air.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
Sudah menjadi sunnah
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam apabila beliau melaksanakan kebaikan
beliau mengajak keluarganya pula. Aisyah berkata, “Suatu ketika Rasulullah
shallallohu ‘alaihi wasallam mengerjakan shalat malam, ketika akan witir beliau
mengatakan, ‘Bangunlah, dan dirikanlah shalat witir wahai Aisyah.” (HR.
Muslim).
Kebersamaan beribadah
kurang mendapatkan perhatian dari banyak keluarga muslim, tidak jarang bapak
berangkat ke masjid untuk shalat berjamaah sementara dia meninggalkan anak
laki-lakinya yang telah baligh di rumah tanpa mengajaknya turut serta ke masjid
atau ketika bapak ke masjid untuk shalat Maghrib dia membiarkan keluarganya
duduk khusyu’ di depan kaca TV dan ibu pun diam saja tidak bertindak apa pun. Termasuk
mengajak keluarga beribadah adalah melatih istri dan anak-anak bersedekah jika
memang Allah memberi keluasan rizki. Secara khusus Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam mengajak para istri agar bersedekah.
Sabda beliau.
“Wahai segenap wanita,
bersedekahlah kalian. Sesungguhnya aku melihat kalian adalah sebanyak-banyak
penduduk neraka.” (HR. Al-Bukhari).
Kebersamaan dalam Kebiasaan
Harian
Melakukan berdua
merajut kebersamaan dan kedekatan fisik. Tahukah Anda bahwa kedekatan jiwa bisa
berawal dari kedekatan fisik? Dari sini kita memahami larangan tasyabuh dengan
orang-orang kafir karena kebersamaan perbuatan menggiring kepada kebersamaan
keyakinan. Di tengah kesibukan Anda berdua memikul kewajiban rumah tangga
jangan haramkan diri Anda dari berdua-duaan dengan pasangan walaupun hanya
sekedar duduk-duduk membicarakan hal-hal ringan, atau melakukan kegiatan rumah
berdua, bersih-bersih rumah atau membuat makanan kesukaan berdua lalu di makan
berdua atau mengunjungi kerabat atau rekan karib hanya berdua tanpa anak-anak,
sesekali dilakukan Anda akan merasakan kedekatan dengan pasangan atau mandi
berdua, kenapa tidak? Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam sendiri melakukannya
dengan Aisyah.
Aisyah berkata,
“Aku dan Rasulullah pernah mandi bersama dari
satu bejana untuk berdua (secara bergantian), lalu beliau mendahuluiku sehingga
aku katakan, ‘Biarkan untukku, biarkan untukku.’ Rawi berkata, ‘Sedang keduanya
dalam keadaan junub’.” (HR. Muslim).
Jika Aisyah minum
dari sebuah gelas, maka Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam mengambilnya lalu
beliau meletakkan mulutnya di bagian gelas bekas mulut Aisyah dan beliau minum.
Kebersamaan dalam Permainan
yang Mubah
Dari Aisyah berkata, aku ikut
Rasulullah shallallohu ‘alaihi wasallam dalam sebagian perjalanannya, saat itu
aku masih anak-anak, aku belum gemuk, Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Majulah kalian.” Maka orang-orang melangkah maju, kemudian beliau
bersabda kepadaku, “Kemarilah, aku akan beradu lari denganmu.” Maka aku
mengalahkan beliau. Beliau hanya diam, namun ketika aku mulai gemuk dan aku
lupa, aku ikut bersama Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam dalam sebagian
perjalanannya, maka beliau bersabda, “Majulah kalian.” Maka orang-orang
melangkah maju, kemudian beliau bersabda kepadaku, “Kemarilah, aku akan beradu
lari denganmu.” Maka aku melayani tantangannya dan kali ini beliau
mengalahkanku, maka beliau tertawa dan bersabda, “Ini dengan itu.” Diriwayatkan
oleh Ahmad no. 25745 dan Abu Dawud no. 2578 secara ringkas, dishahihkan oleh
al-Albani dalam ash-Shahihah no. 131.
Imam an-Nasa`i meriwayatkan dalam as-Sunan al-Kubra dari Aisyah
berkata, orang-orang Habasyah masuk masjid, mereka bermain-main, maka Nabi
bersabda kepadaku, “Humairah, kamu ingin melihat mereka?” Aku menjawab, “Ya.”
Maka Nabi berdiri di pintu, aku datang di belakang Nabi, aku meletakkan daguku
di pundak beliau dan menyandarkan wajahku ke pipi beliau. Aisyah berkata, di
antara yang mereka ucapkan adalah, “Abu al-Qasim, orang baik.” Rasulullah
bertanya kepadaku, “Sudah cukup?” Maka aku menjawab, “Rasulullah, jangan
terburu-buru.” Lalu beliau berdiri kemudian bertanya, “Sudah cukup belum?” Maka
aku menjawab, “Rasulullah, jangan terburu-buru.” Aisyah berkata, “Aku tidak
memiliki kegemaran melihat mereka, hanya saja aku ingin wanita-wanita
mengetahui kedudukanku di sisi Rasulullah dan kedudukan Rasulullah di sisiku.”
Haid tidak Menghalangi
Kebersamaan
Dari Aisyah berkata,
“Aku minum dalam keadaan haidh, kemudian aku memberikan gelas kepada Nabi
shallallohu ‘alaihi wasallam, lalu beliau meletakkan mulutnya di tempat bekas
mulutku, maka beliau minum, aku menggigiti daging yang tersisa di tulang saat
aku haidh, kemudian aku memberikannya kepada Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam,
maka beliau meletakkan mulutnya di tempat mulutku.” Diriwayatkan oleh Muslim.
Aisyah bersandar di
pangkuan Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam dan Nabi shallallohu ‘alaihi
wasallam membaca al-Qur`an sedangkan kepala Aisyah di pangkuan beliau,
terkadang Aisyah dalam keadaan haidh. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim.
Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam meminta Aisyah yang sedang
haidh untuk berkain sarung , lalu Nabi shallallohu ‘alaihi wasallam
menggaulinya. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Nabi shallallohu ‘alaihi
wasallam menciumnya ketika sedang berpuasa. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan
Muslim.
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar