Taat
dalam bahasa Arab pada awalnya berarti menemani atau mengikuti. Hakikat taat
merupakan sikap dan tindakan yang tulus dalam mematuhi perintah Allah SWT dan
Rasul-Nya. Lawan taat adalah maksiat, durhaka, melanggar syariat. "Tidak
ada keharusan menaati perintah jika dia bermaksiat kepada Allah, tetapi
keharusan taat itu berlaku dalam rangka berbuat kebaikan." (HR Bukhari dan
Muslim).
Menurut Muhammad 'Abduh, taat kepada Allah sama dengan mematuhi Alquran, taat kepada Rasul identik dengan mengikuti sunahnya, dan taat kepada ulil al-amri (pemimpin) berarti menjalankan konsensus pemimpin yang dipercaya umat dalam mengemban visi kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan umat, baik itu ulama, kepala negara, maupun legislatif.
Taat beragama Islam dapat menjadikan Muslim mendapat petunjuk Allah dan kasih sayang-Nya (an-Nur [24]: 54), selalu beruntung (al-Ahzab [33]: 71), memperoleh nikmat-Nya bersama para Nabi, Syuhada, dan orang-orang saleh (al-Nisa' [4]: 69), serta memperoleh ampunan dan surga-Nya (al-Fath [48]: 16-17).
"Muslim harus mau mendengar dan taat kepada ajaran Islam, baik yang disukai maupun tidak disukai. Tetapi, jika ia diperintahkan untuk maksiat, maka tidak ada keharusan untuk mendengar dan menaatinya." (HR Bukhari dan Muslim).
Beragama Islam tanpa dibarengi ketaatan adalah omong kosong. Said Hawwa berpendapat, tidak ada yang lebih penting dalam Islam selain tiga hal: takwa, ibadah, dan taat. Dua hal pertama (takwa dan ibadah) ibarat dua sisi mata uang, sedangkan yang taat merupakan kunci terlaksananya dua hal pertama. Muslim yang bertakwa harus dibarengi ketaatan menjalankan syariat.
Islam akan membawa rahmat bagi semua jika setiap Muslim berkomitmen untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Realisasi taat dapat diwujudkan dengan jamaah. "Tidak ada Islam tanpa berjamaah, sementara tidak ada jamaah tanpa ada kepemimpinan, dan tidak ada kepimpinan tanpa ketaatan." (HR ad-Darimi).
Dalam beragama maupun bermasyarakat dan bernegara, ketaatan merupakan kunci keberhasilan. Jika pemimpin mampu memberi keteladanan dalam ketaatan menegakkan hukum, tidak tebang pilih, niscaya rakyat akan mencintai dan mematuhi hukum. Sebaliknya, jika pemimpin hanya menebar pesona, berjanji tanpa bukti, menginstruksikan ketaatan tanpa keteladanan, kepemimpinannya ibarat 'macan ompong', tidak efektif.
Alquran melarang kita taat kepada para pemimpin yang menyesatkan (al-Ahzab [33]:34), orang kafir (al-Furqan [25]: 52), orang munafik (al-Ahzab [33]: 48), pendusta ayat-ayat Allah (al-Qalam [68]: 8), serta orang yang banyak bersumpah dan hina (al-Qalam [68]: 10). Menjadi taat harus berusaha mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil'alamin melalui gerakan amar makruf nahi mungkar secara damai, dialogis, dan persuasif karena taat itu nikmat.
Menurut Muhammad 'Abduh, taat kepada Allah sama dengan mematuhi Alquran, taat kepada Rasul identik dengan mengikuti sunahnya, dan taat kepada ulil al-amri (pemimpin) berarti menjalankan konsensus pemimpin yang dipercaya umat dalam mengemban visi kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan umat, baik itu ulama, kepala negara, maupun legislatif.
Taat beragama Islam dapat menjadikan Muslim mendapat petunjuk Allah dan kasih sayang-Nya (an-Nur [24]: 54), selalu beruntung (al-Ahzab [33]: 71), memperoleh nikmat-Nya bersama para Nabi, Syuhada, dan orang-orang saleh (al-Nisa' [4]: 69), serta memperoleh ampunan dan surga-Nya (al-Fath [48]: 16-17).
"Muslim harus mau mendengar dan taat kepada ajaran Islam, baik yang disukai maupun tidak disukai. Tetapi, jika ia diperintahkan untuk maksiat, maka tidak ada keharusan untuk mendengar dan menaatinya." (HR Bukhari dan Muslim).
Beragama Islam tanpa dibarengi ketaatan adalah omong kosong. Said Hawwa berpendapat, tidak ada yang lebih penting dalam Islam selain tiga hal: takwa, ibadah, dan taat. Dua hal pertama (takwa dan ibadah) ibarat dua sisi mata uang, sedangkan yang taat merupakan kunci terlaksananya dua hal pertama. Muslim yang bertakwa harus dibarengi ketaatan menjalankan syariat.
Islam akan membawa rahmat bagi semua jika setiap Muslim berkomitmen untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Realisasi taat dapat diwujudkan dengan jamaah. "Tidak ada Islam tanpa berjamaah, sementara tidak ada jamaah tanpa ada kepemimpinan, dan tidak ada kepimpinan tanpa ketaatan." (HR ad-Darimi).
Dalam beragama maupun bermasyarakat dan bernegara, ketaatan merupakan kunci keberhasilan. Jika pemimpin mampu memberi keteladanan dalam ketaatan menegakkan hukum, tidak tebang pilih, niscaya rakyat akan mencintai dan mematuhi hukum. Sebaliknya, jika pemimpin hanya menebar pesona, berjanji tanpa bukti, menginstruksikan ketaatan tanpa keteladanan, kepemimpinannya ibarat 'macan ompong', tidak efektif.
Alquran melarang kita taat kepada para pemimpin yang menyesatkan (al-Ahzab [33]:34), orang kafir (al-Furqan [25]: 52), orang munafik (al-Ahzab [33]: 48), pendusta ayat-ayat Allah (al-Qalam [68]: 8), serta orang yang banyak bersumpah dan hina (al-Qalam [68]: 10). Menjadi taat harus berusaha mewujudkan Islam sebagai rahmatan lil'alamin melalui gerakan amar makruf nahi mungkar secara damai, dialogis, dan persuasif karena taat itu nikmat.
*****************************
Catatan :
Taat kepada Allah s.w.t dan Rasul-Nya
adalah sifat mulia yang dituntut untuk diamalkan oleh setiap orang Islam. Taat
yang dimaksudkan itu ialah kesetiaan menjunjung serta mengerjakan segala
perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Selain taat kepada
Allah dan Rasul-Nya, setiap orang Islam juga diwajibkan taat dan
bertangungjawab kepada ibu bapa, pemerintah, guru, ketua atau pemimpin.
Di dalam kitab suci
al-Quran, terdapat berpuluh-puluh firman Allah s.w.t yang memerintahkan manusia
agar taat setia mengerjakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala
larangan-Nya. Demikian juga dengan firman-firman Allah yang memerintahkan
manusia agar mentaati ibu bapa, pemerintah, guru dan sebagainya.
Firman Allah s.w.t
yang memerintahkan manusia agar takut dan bertakwa kepada Allah dan mentaati
segala perintah-Nya dalam surah Ali Imran ayat 50 dan surah asy-Syu’ra ayat 108,
110, 126, 131, 144, 150, 163 dan 179, yaitu:
“Maka oleh yang demikian, takutilah
kamu akan (kemurkaan) Allah, dan taatlah kepadaku. ” Selanjutnya firman-firman Allah yang lain memerintah
manusia agar taat kepada Allah diiringi perintah agar taat kepada Rasul-Nya, yaitu
Nabi Muhammad s.a.w.
Firman Allah dalam
surah al-Maidah ayat 92 :
“Dan taatlah kamu kepada Allah serta
taatlah kepada Rasul Allah, dan awaslah (janganlah sampai menyalahi perintah
Allah dan Rasul-Nya). Oleh karena itu jika kamu berpaling (enggan menurut apa
yang diperintahkan itu), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul
Kami hanyalah menyampaikan (perintah-perintah) dengan jelas nyata.”
Firman Allah diatas
jelas menunjukkan bahwa perintah agar mentaati Allah s.w.t itu adalah perintah
yang tegas. Jika ada manusia yang enggan mentaati perintah itu maka
terpulanglah kepada dirinya sendiri. Rasulullah s.a.w telah menyempurnakan
tanggungjawabnya menyampaikan perintah tersebut dengan jelas dan nyata.
Firman Allah s.w.t
dalam surah al-Anfal ayat 1 :
“Mereka bertanya kepadamu (wahai
Muhammad) tentang harta rampasan perang. Katakanlah: Harta rampasan perang itu
terserah) bagi Allah dan Rasul-Nya (untuk menentukan pembahagiannya). Oleh itu
bertakwalah kamu kepada Allah dan perbaikilah keadaan perhubungan diantara kamu
serta taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, jika benar kamu orang-orang yang
beriman.”
Menurut sejarah
Islam, firman Alah di atas diturunkan selepas Perang Badar antara umat Islam
dengan kafir yang berakhir dengan kemenangan besar di pihak Islam.
Segolongan pemuda
Islam yang turut berjuang menyatakan tidak bersetuju jika harta rampasan perang
yang diperoleh itu dibagi sama. Mereka mau diberikan semua kepada mereka dengan
alasan merekalah yang berjuang mati-matian mengalahkan musuh. Itulah sebabnya
firman Allah ini diturunkan.
Di dalam firman
tersebut, Allah s.w.t memberitahukan dengan tegas bahwa penentuan pembagian
harta rampasan perang itu adalah terserah kepada Allah dan Rasul-Nya.
Pemuda-pemuda itu tidak berhak hendak menuntut demikian. Mereka diwajibkan taat
kepada perintah Allah. Allah s.w.t juga menasihati mereka agar membaiki perhubungan
silaturrahim antara mereka sebagai bukti bahwa mereka benar-benar orang yang
beriman.
Firman Allah lagi
dalam surah Ali Imran ayat 32 :
“Katakanlah (wahai Muhammad): “Taatlah
kamu kepada Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu jika kamu berpaling (mendurhakai),
maka sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang kafir.”
Firman Allah ini
juga dengan tegasnya menyuruh manusia mentaati segala perintah Allah dan
Rasul-Nya tanpa ingkar walau sedikit pun. Allah s.w.t tidak menyukai
orang-orang yang ingkar, durhaka atau kafir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar