Kasus Irshad Manji
akhirnya berhasil juga membuat tangan dan hati saya gatal dan menghentikan
puasa menulis saya... Mengikuti berbagai berita dan komentar di banyak media
online, kadang-kadang membuat saya ingin menjambak-jambak rambut saya sendiri
(yang ternyata susah dijambak) dan membentur-benturkan kepala saya ke bantal..
Argumen yang sering saya
baca tentu saja: jika tidak setuju dengan pendapatnya Irshad Manji, jangan
memaksakan kehendak dong... Coba ajak berdialog, atau terbitkan buku bantahan..
Biarkan masyarakat menilai sendiri... Baca saja dulu... Kalaupun tidak setuju, ya
tidak usah diikuti... Toh kita dibekali otak, sehingga bisa menyaring apa yang
kita baca... Atau, perkuat iman saja, kalau iman sudah kuat, tidak akan
terpengaruh oleh apapun...
Yup, kata-kata yang
kedengaran luar biasa bagus, dan luar biasa masuk akal... Saya yakin banyak
sekali pembaca yang akan manggut-manggut membaca argumen di atas, sambil
membayangkan sang pemberi argumen sebagai seorang bijak dengan lingkaran cahaya
di atas kepala dan sinar terang yang menyilaukan di latar belakang..
Jawaban saya: Apa
salahnya memaksakan kehendak?
Anda tahu, kenapa
perusahaan-perusahaan raksasa seperti Coca-Cola, Unilever, McDonald, bahkan
perusahaan minyak Shell (yang sebenarnya tidak terlalu perlu beriklan),
bersedia menghabiskan jutaan sampai milyaran dollar per tahun hanya untuk
iklan? Jawabannya hanya satu: untuk memaksakan kehendak!
Mengapa anda membeli
Pepsodent, bukannya Siwak? Kenapa anda membeli Yamaha, bukannya Bajaj? Kenapa
anak anda memilih menjadi anggota geng motor, bukannya remaja mesjid? Setiap
tindakan, perbuatan, pola fikir kita, adalah hasil input dari apa yang masuk ke
otak kita.. Dan input yang paling merasuk (dan paling berbahaya) ke otak bawah
sadar kita adalah: input yang berulang-ulang, atau input yang
membangkitkan emosi.. Itulah kenapa perusahaan mengiklankan produknya berkali-kali,
selama bertahun-tahun. Itulah kenapa mereka sering membuat iklan yang menyentuh
hati, atau membuat kita tertawa, bahkan menangis.. Mereka sedang menanamkan bom
di dalam alam bawah sadar kita, yang akan meledak dan membuahkan keuntungan
bagi mereka, saat kita secara tanpa sadar menjangkau produk mereka di rak-rak
pasar swalayan.
Intinya: setiap hari kita
sedang dicuci otak..
Dan anda tahu, siapa yang
paling rentan dengan cuci otak dan pemaksaan kehendak (secara halus) ini?
Anak-anak dan remaja.. Generasi masa depan kita inilah, yang sedang menjadi
medan pertempuran besar dari berbagai kepentingan di dunia.. Sebagian besar
iklan rokok, mengarah kepada kaum remaja.. Karena pada masa-masa itu lah,
filter mereka terhadap informasi masih luar biasa rentan.. Rokok dijadikan gaya
hidup, lambang pergaulan, bahkan lambang kejantanan.. Dan saat mereka sudah
dewasa, mereka sudah begitu kecanduan rokok, sehingga mereka akan menjadi
pelanggan (dan budak) rokok seumur hidup..
Mau menjajah sebuah
negara? Anda tidak perlu repot-repot mengirim pasukan clone nya Star Wars, atau
kelompok Avengers.. Anda cukup mencuci otak para penduduknya, maka mereka
sendiri akan datang menyembah-nyembah kepada anda, meminta anda mengambil
sumber daya alam mereka, bersedia membeli produk-produk anda dengan harga
mahal, dan menyerahkan negara mereka dalam nampan emas.
Yuk, kembali ke kasus
Irshad Manji..
Hampir semua media massa
dan penerbit berada dicengkraman pemiliknya, yang masing-masing punya
kepentingan.. Akan menjadi pertempuran yang tidak berimbang jika kita hanya
mengandalkan dialog dan menerbitkan buku bantahan untuk menyeimbangkan..
Liputan dan pemberitaan yang akan muncul sangat bergantung kepada siapa pemilik
media peliputnya, dan sungguh naif jika mengharapkan berita yang berimbang..
Biarlah masyarakat yang
menilainya? Sekali lagi, masyarakat bisa dicuci otak, dikendalikan secara tanpa
sadar.. Jika saya menguasai media-media besar, saya akan sanggup membuat
Angelina Sondakh terlihat sebagai orang suci, dan pak Dahlan Iskan terlihat
menjadi seorang oportunis yang rakus jabatan. Jika sebagian masyarakat bisa
dibuat percaya dengan cerita nenek gayung (yang jelas-jelas tidak masuk akal),
maka akan sangat mudah membuat pak Dahlan Iskan terlihat seperti Amrozi di mata
(sebagian) masyarakat, dgn menggunakan tangan-tangan media..
Baca dulu bukunya? Justru
itu sasaran mereka.. Apapun yang masuk ke dalam otak kita, apalagi jika dikemas
dengan sentuhan emosi dan masuk secara berulang-ulang, akan meninggalkan bekas
di dalam otak bawah sadar kita, dan akan mempengaruhi pola fikir kita.. Itulah
kenapa banyak orang bijak yang berkata: hati-hati dengan apa yang kamu baca
(dan kamu tonton).. Jika manusia dewasa saja bisa terpengaruh oleh bacaan,
apalagi para remaja, yg akan silau dgn kata-kata indah dan penampilan fisik yg
cantik dari sang penulis, tanpa sanggup melihat jebakan batman di baliknya..
Bentengi iman? Ya, tentu
saja.. Tapi apa kita sanggup menjamin benteng iman anak-anak dan remaja kita?
Kita sudah sangat disibukkan dengan pekerjaan kita, sistem pendidikan kita
masih sangat mementingkan ilmu dan bukannya moral, sehingga luar biasa gila
jika kita menganggap anak-anak dan remaja kita sudah memiliki benteng yang kuat
dari pengaruh lingkungan dan media massa yang mengepung mereka sehari-hari..
Bisa kita bayangkan seperti apa wajah Indonesia di masa depan, jika Lady Gaga
dan Irshad Manji lah yang akan mereka jadikan panutan, bukannya Buya Hamka atau
Natsir..
Akhirnya, mari kita
sadari.. Pemaksaan kehendak secara kasar, seperti yang
dilakukan FPI, itu hanyalah bentuk paling mentah dari pemaksaan kehendak.. Dan
itu, sebenarnya, tidak terlalu berbahaya.. Pemaksaan kehendak dgn
cara kekerasan barulah sangat berbahaya jika dilakukan oleh negara, seperti yg
dilakukan Amerika terhadap Afghanistan dan Irak.. Pemaksaan kehendak
secara halus lah, yang dilakukan secara berulang-ulang selama
bertahun-tahun, bahkan berpuluh-puluh tahun, yang membuat (sebagian) bangsa
kita ini menjadi seperti ini: konsumtif, materialistis, menganut seks
bebas dan kebebasan yang kebablasan, malas berusaha, minder terhadap bangsa
barat, semakin jauh dari agama, dan, yang membuat saya miris, semakin sulit
membedakan yang benar dan yang salah, itulah yg jauh, jauh lebih berbahaya…
NB: jika merasa catatan
ini bermanfaat, tolong dishare kan ya..
Dian
Kaizen Jatikusuma
Tidak ada komentar:
Posting Komentar