Selasa, 05 Mei 2009

Kenapa kita beriman kepada adanya Malaikat ?????

Ketika kita mengimani adanya Malaikat, tidaklah berarti kita sekadar percaya bahwa Tuhan menciptakan makhluk halus yang disebut Malaikat ! Iman kepada Malaikat tentunya jauh dari sifat yang demikian.

Merujuk bukunya Achmad Chodjim yang membahas tentang Malaikat, sebenarnya yang dikehendaki dari iman kepada Malaikat adalah terwujudnya manusia khalifah di Bumi. Inilah manusia yang menyadari bahwa di dalam dirinya ada Ruh ALLAH. Terhadap manusia yang demikian ini, Malaikat akan tunduk dengan bersujud Fa sajada al – malaikah kulluhum ajma’an.

Para Malaikat yang hadir semuanya bersujud kepada manusia yang telah mendapatkan tiupan Ruh- Nya ( Al-Hijr [15] : 30 ).

Hanya Malaikat yang hadir yang bersujud.

Dengan demikian, bukan seluruh Malaikat yang berkewajiban tunduk dengan bersujud kepada manusia, melainkan yang dihadirkan saja.

Iman kepada Malaikat berarti memahami adanya relasi antara Malaikat dengan manusia. Jadi Malaikat merupakan bagian dari system jati diri manusia, sama halnya dengan setan. Semakin manusia mengenali Ruh ALLAH yang ada di dalam dirinya, maka Malaikat bersujud kepada dirinya dan setan meninggalkannya. Dengan bersujudnya Malaikat kepada dirinya, otomatis malaikat akan turun ke dalam diri manusia dan menyatakan bahwa mereka itu wali atau teman dekatnya manusia.

Malaikat dikirim ALLAH untuk menjaga hamba-hamba Nya yang percaya.

Para penjaga itu menjalankan tugas mereka dengan penuh kepatuhan.

Atas perintah Tuhan malakat-malaikat itu menjaga manusia dan penjagaan itu akan semakin kuat bila manusia yang dijaganya itu orang yang percaya . Dengan penjagaan itu nasibnya tidak akan berubah menjadi buruk. Namun bila manusia yang dijaganya itu mengubah keadaannya, ya… berubah menjadi buruklah nasibnya. Sebab kondisi asal merupakan kondisi built-up , dalam keadaan utuh dan manusia tinggal menjalankan sebaik-baiknya. Dan, ketika maut telah tiba, para Malaikat itu akan menyempurnakannya. Yang mengiringkannya nafs- nya keluar dari tubuh ( Q. 6: 61).

Oleh karena itu keimanan kita terhadap rukun Iman, tidak hanya dalam bentuk ucapan saja, tetapi harus menjadi sumsum dan darah dalam kehidupan.

Salam,
Hilman Muchsin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar