Selasa, 11 Mei 2010

Al Qur’an Sebagai Cahaya Ilahi

Allah adalah cahaya bagi langit dan bumi (QS 24:35).

Al Qur’an juga dijelaskan sebagai cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus (QS 42:52)

Kok disebut cahaya ya?

Sudah tentu kita sudah pernah belajar apa itu cahaya. Interaksi dengan Al Qur’an tentunya berinteraksi dengan petunjukNya. Bahkan diingatkan pula, telah dirincikan segalanya dan janganlah kita termasuk orang ragu. Lengkapnya ayat ini adalah : QS 5:114. Maka patutkah aku mencari hakim selain daripada Allah, padahal Dialah yang telah menurunkan kitab (Al Quran) kepadamu dengan terperinci? Orang-orang yang telah Kami datangkan kitab kepada mereka, mereka mengetahui bahwa Al Quran itu diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenarnya. Maka janganlah kamu sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu.

Sampai kini, saya tidak pernah tahu (dan mungkin tidak akan pernah tahu) seberapa terperincinya. Namun, saya percaya bahwa telah dirincikan segala sesuatu yang diperlukan manusia untuk mencapai/menempuh jalan yang lurus. “Dan jangan sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu”

Sifat cahaya itu menarik.! Cahaya sebagai partikel, cahaya sebagai gelombang elektromagnetik, atau paket-paket kuantum. Cahaya ada yang tampak dan ada yang tampak, memantul, membias, dan sebagai energi panas. Fotosintesis juga bisa berproses karena ada cahaya. Cahaya tampak juga berwarna-warni.

Cahaya tidak pandang bulu, tidak memilih, dia menerangi apa yang bisa diteranginya ke segala arah. Tidak perduli di situ ada tumpukan sampah yang sangat kotor atau mobil mersi, penjahat ataupun ulama yang sedang khutbah atau presiden yang berlalu. Intensitasnya sama. Tergantung seberapa dekat dan jauh saja dari sumber cahaya. Begitu juga(kah)lah petunjuk Ilahi.

Ada keindahan dan kekaguman tak terperikan kita kepada cahaya itu. Allah memisalkan Al Qur’an sebagai cahaya, petunjukNya sebagai cahaya “sepertinya” menjelaskan seperti karakteristik cahaya memang sesuai dengan makna lahirnya.

Kalau seseorang membutuhkan cahaya, maka bawalah “cahaya” itu kepada yang membutuhkan. Uh.. maaf bawalah sumber cahaya itu, bukan cahayanya. Syukur jika yang membawa juga disertai dengan suryakanta (kaca pembesar), sehingga huruf-hurufnya menjadi lebih jelas. Tapi jangan membungkus cahaya karena nggak bisa. Kalau ruangan kerja saya gelap, lalu minta lampu agar diterangi. Maka tidak ada jalan lain, bawalah lampu itu kepada saya. Anda tidak bisa membungkus cahaya lampu itu, memasukkannya ke dalam peti, atau memasukkannya ke dalam tas kerja dan membukanya. Anda mungkin bisa memberikan saya cahaya yang lebih redup, bukan lampu, tapi lilin. Karena tidak mungkin membawa cahaya, yang harus dibawa itu lampu yang mengeluarkan cahaya. Saya juga tidak percaya juga Anda bisa membawa sumber cahaya yang lebih baik dari cahaya lampu yang itu.

Allah melanjutkan dalam ayat berikutnya QS 6:115. Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quran) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat mengubah ubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. 116. Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).

Subhanallah, cahaya Allah seperti petunjukNya adalah cahaya dan kita melihat karakteristik cahaya yang bisa kita kenali seperti itu. Sumber yang terang benderang menerangi, tidak dibungkus, tidak dimasukkan ke dalam tas, tidak direka-reka. Juga, tidak untuk diakal-akali manusia (disembunyikan), dan boleh jadi juga setiap pemahaman dari kalimat-kalimatNya dipahami berbeda-beda, sesuai dengan kapasitas dan intensitas cahaya yang sampai kepada penerimanya.

Pertanyaan yang kemudian menelisik hati : Apakah kita menjelaskan atau menggelapkan?.

—–

Referensi tambahan.


QS 24:35. Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

QS 42:52. Dan demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah Kami. Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan dia siapa yang kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami. Dan sesungguhnya kamu benar- benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

http://agorsiloku.wordpress.com/2008/08/03/al-quran-sebagai-cahaya-ilahi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar