Minggu, 18 Januari 2015

KAJIAN KITAB ALHIKAM – Hikmah 1




I. HIKMAH PERTAMA DALAM KITAB HIKAM

Berkata al Imam Ahmad bin Attaila “Sebagian daripada tanda berpegangnya seseorang dengan amal, yaitu berkurangnya mengharap rahmat Allah ketika ada kesalahan pada dirinya”.
Apabila kita melakukan suatu dosa, bila kita ketinggalan satu wirid yang rutin, kemudian kita merasa jauh dari rahmat ALLAH, merasa jauh dari kasih sayang ALLAH, itu menunjukan bahwa kita berpegang pada amal.

Orang orang yang mulia, yang sudah mengenal lebih jauh tentang ALLAH SWT, dalam keadaan apapun mereka itu, tidak berkurang HARAPnya pada ALLAH. Baik ketika mereka sedang taat atau mereka sedang diuji dengan kemaksiatan, harap mereka kepada ALLAH tetap sama. Mengapa sebabnya? Karena mereka tidak berpegang pada amal, mereka berpegang pada rahmat ALLAH, berpegang pada anugerah ALLAH SWT.

Amal itu artinya gerak tubuh / jazad dan gerak hati. Bila bergerak badan itu beramal, bila bergerak hati itu artinya beramal.
• Apabila gerak badan / gerak hati kita ada pahalanya itu namanya TA'AT.
• Apabila gerak badan / gerak hati kita ada siksa itu namanya MAKSIAT.
Jadi maksiat itu namanya beramal juga.

Kemudian kita fokuskan, AMAL yang mendatangkan pahala (TA'AT), kita tinggalkan amal yang mendatangkan siksa (Maksiat).

II. Penjelasan tentang AMAL TA'AT

AMAL TAAT ada 3 yaitu Syariat, Tarikat, dan Hakikat. Semua ketiga amal itu sama–sama mendatangkan pahala.

Amal SYARIAT itu untuk apa? Para ulama tasawuf mengatakan Amal Syariat gunanya untuk membaguskan anggota tubuh kita. Membaguskan mata, telinga, tangan, mulut, kaki, dll.
• Agar mata bagus jangan memandang yang diharamkan Allah
• Agar mulut bagus jangan berkata kata yang dilarang Allah
• Agar betis bagus jangan melangkah kepada jalan yang dilarang ALLAH
• Agar tangan bagus jangan menjamah atau menyentuh yang dilarang ALLAH
 

Membaguskan anggota tubuh ini, amal syariat namanya.
Amal TARIKAT, gunanya untuk membaguskan hati. Bagaimana hati agar tidak sombong, tidak riya, tidak dengki, itu urusan (terkait dengan) Amal Tarikat.
Amal HAKIKAT, itu gunanya untuk membaguskan arwah (ROH) kita. 
Roh yang bagus itu adalah Roh yang mengenal ALLAH, bagaimana agar roh kita bisa mengenal ALLAH, itu dengan urusan amal Hakikat yang menuntun kepada demikian itu.

1. Amal syariat fungsinya membaguskan anggota tubuh. Apa inti dari amal syariat itu? Amal syariat itu banyak, tapi kembali kepada 3 pokok. 3 Pokok amal syariat itu yaitu TOBAT, TAQWA, dan ISTIQOMAH.

TOBAT artinya membersihkan diri dari yang kotor-kotor (maksiat – maksiat), semisal mandi itu diumpamakan membersihkan dari yang kotor.
TAQWA : semisal selepas mandi kita berbaju dengan baik dan benar itu diumpamakan Taqwa.
ISTIQOMAH artinya selalu menjunjung perintah ALLAH dan menghindari larangan ALLAH dan selalu beribadah kepada ALLAH dalam keadaan apapun, saat kaya, miskin, susah, sehat, sakit, dll.


2. Amal Tarikat, amalannya banyak juga, tapi intinya kembali kepada 3 pokok yaitu Ikhlas, Siddiq dan Tuma’ninah. Seluruh amalan tarikat kembalinya ketiga hal tersebut. Bila ketiganya ini bisa kita laksanakan maka kita sudah punya amalan tarikat atau punya hati yang bagus.

Ikhlas, setiap orang siddiq pasti ikhlas. Orang Ikhlas belum tentu siddiq.
Siddiq, itu kedudukanya lebih tinggi daripada ikhlas. Orang sholat bisa ikhlas tapi belum tentu siddiq, buktinya apa? Sering kali saat sholat kita berucap bismilahirohmanirohim, mulutnya sebut tsb, tapi hatinya ada di rumah, ini namanya tidak jujur, kalau jujur apa yang disebut dimulut sama dengan apa yang disebut hati.


Tuma’ninah, artinya tentramnya hati dengan ALLAH. Jadi harta, pangkat, istri, anak, duit, pujian tidak membuat tentramnya hati, namun begitu ingat ALLAH hatinya tentram ini disebut Tuma’ninah. Ini urusan Tarikat. Jadi kalau orang sudah lulus dalam tarikat itu, nanti tentram dengan ALLAH.


Ini untuk orang tarikat, “Orang orang yang beriman itu tentram hatinya dengan mengingat ALLAH”. Jadi kalau kita sudah bertarikat, lulus dalam tarikat itu, pasti kita tentramnya dengan ALLAH. Terkumpul dengan siapapun tidak membuat kita tentram, tapi kita begitu ingat ALLAH walau dalam hutan belantara sendirian, hati kita tentram. Inilah orang yang sudah lulus dalam TARIKAT.


3. Amal Hakikat, gunanya untuk memperbaiki Roh. Roh yang baik itu roh yang kenal ALLAH. Bagaimana agar roh itu kenal ALLAH, itu pekerjaan amal hakikat. Inti pekerjaan Hakihat itu kembali kepada 3 hal yaitu Morakabah, Musahadah dan Makrifat.
Morakabah artinya merasa dirinya selalu diawasi ALLAH, hatinya dilihat, merasa diperhatikan oleh ALLAH. Tidak berani melakukan hal yang tidak baik karena selalu diawasi oleh ALLAH. Dimanapun berada, siang, malam, sendirian dirumah, dikantor dll merasa diawasi oleh ALLAH maka orang itu lama lama akan diberi Musahadah.
Musahadah : “Beribadahlah kamu kepada ALLAH seolah olah engkau melihat Allah”. Ini namanya Musahadah. Tapi bila kita belum mampu melihat Allah, kita merasa dilihat Allah maka itu Morakabah namanya.
Makrifat : Setelah lama lama musahadah maka ujung-ujungnya kita akan dianugerahi Makrifat oleh Allah.


III. TAHAPAN DALAM BERAMAL TA'AT

Para ulama sufi mengatakan artinya Tidak sah seseorang itu berpindah ke suatu “maqoh”, ke suatu amal / perbuatan sebelum memantapkan dasarnya.
Yang pertama tugas kita adalah amal syariat. 
Jadi hal yang harus kita mantapkan dulu yaitu tobat, takwa dan istiqomah. 
Ketiga ini diurus, setelah tiga ini mantap baru kita naik ke tahap tarikat.

Pertama tobat. Tobat itu jangan dianggap hanya urusan orang orang nakal (dijalanan) semisal perampok, pezina, pemeras, dll. Tidak, kita semua ini perlu bertobat. Kita sendiri mesti perlu tobat, kita tiap hari perlu tobat. Kalau kita merasa orang lain saja yang perlu bertobat, kita sendiri asal berbuat baik saja merasa tidak perlu bertobat, maka ini orang yang tidak mau naik kelas.

Wujud tobat tiap orang itu tidak sama, ada perlu tobat dari kekafiran, ada yang tobat dari dosa besar, dari dosa kecil, dari makruh, tobat dari “alafumaula” pada orang baik. Jadi setiap manusia itu perlu bertobat pada tingkattanya.
Sudahkah kita bertobat? Misal, dulu suka judi lalu berhenti, dulu suka gibbah lalu berhenti, dulu suka zina lalu berhenti, dll. Lalu bagaimana kita tahu, tobat kita diterima ALLAH. Karena orang yang tobat (berhenti maksiat) itu belum tentu diterima, intinya diterima, ini yang kita tidak tahu. Maka kita tidak boleh naik “maqom” tingkatan kedua sebelum mantap di tingakatan pertama, begitu juga jangan naik ditingkatan maqom ketiga sebelum mantap tingkatan kedua.

Selama kita belum lulus tingkatan syariat, kita tidak bisa menjalankan tingkatan ilmu Tarikat. Mengaji bisa, tahu / paham bisa, tapi menjalankan pasti kita tidak mampu (tidak bisa). Begitu juga tarikat bila belum mantap kita tidak bisa menjalankan tingkatan Hakikat.

Makrifat itu diibaratkan suatu Intan Mutiara, hendaknya mutiara itu disimpan di wadah khusus, yang halus, hendaknya berada didalam kamar, dan hendaknya kamar ada di dalam rumah. Jadi kita tidak bisa masuk ke rumah kalau kita masih banyak bawaan, buang bawaan yang tidak perlu maka kita baru bisa masuk rumah, missal motor, mobil, kios, toko, kebun ditinggal diluar rumah. Yang bisa masuk kerumah hanya barang barang tertentu. Artinya apa, syariat itu missal masuk ke rumah, begitu kita masuk syariat riba tinggalkan, judi ditinggalkan, zina di tinggalkan maka baru kita bisa masuk (menjalankan) syariat dengan mantap.

Begitu kita mau masuk ke kamar, maka sepeda motor di tinggal, kalau kita berkeras maka berantakan semua. Sama halnya kita ini bila masuk ke tarikat, hendaknya buanglah pekerjaan pekerjaan yang tidak perlu, hendak masuk ke hahikat bisa jadi banyak yang ditinggalkan (lebih khusus lagi) misal jam tangan, dll ditinggalkan. Baru kita bisa mengambil mutiara. Itu artinya kita tidak bisa masuk ke tahapan selanjutnya sebelum mantap dulu tingkatan.

Cara kita berjual beli, bergaul, makan, berbicara, berpakaian sesuaikan dengan syariat. Bila tidak seusai dengan syariat mau ke Hakikat, dijamin tidak bisa. Apanya yang bisa? Ucapanya (teorinya) saja yang bisa, tapi prakteknya tidak bisa. Itu sudah pokok (ketentuan).

Jadi fokus kita ini adalah membaguskan dulu syariat kita. Bagaimana membaguskan syariat? Dengan TOBAT. Yang suka menggibah, riba, pakaian haram maka kita tobat. Bila kita Tobat, perlu kita pikirkan atau teliti, apakah tobat kita diterima atau tidak. Selama belum ada ketentuan diterima atau tidak, hati kita masih tidak nyaman (tentram), karena belum ada kepastian tobat atau tidak tobat.

Selanjutnya adalah Taqwa dengan ibadah, sholat, puasa, dan hal lainya. Istiqomah terus menerus begitu, bila ketiga hal itu dilakukan terus (Tobat, takwa dan istiqomah) maka selanjutnya kita bisa ke tahapan TARIKAT.

IV. SARTUL KABUL = SYARAT DITERIMANYA TOBAT, TAQWA & ISTIQOMAH

Kita wajib mengusahakan SARTUL KABUL yaitu syarat diterima tobat, taqwa dan istiqomah kita. Kita wajib mengusahakan persyaratannya, agar diterima oleh Allah.

Sholat contohnya, bagaimana agar sholat itu diterima ALLAH? Ada syarat syaratnya.
Ilmu, “Akuluma biqoiri …..” Artinya tiap tiap orang bekerja dan beramal tanpa ilmu tidak diterima. Belajar dengan benar-benar bagaimana sholat, dari rukun sholat, ruku, sujud, baca fatikah, dll.

Ikhlas, berhubung ini amal syariat maka Ikhlasnyapun ikhlas syariat, semisal sholat karena mengharap surga dan ketakutan masuk neraka, ini boleh dalam tahapan ikhlas syariat. Jangan sampai ada tujuan lain untuk sholat karena ingin dipuji, dilihat, dimuliakan orang lain, dll.


“Muawakatus syurut………..”. Sholatnya sesuai syarat, penuhi syarat-syaratnya. Jadi penuhi Syarat , Rukun dan adabnya. Semisal berwundhu, bersihkan dari najis, menutup aurat, menghadap kiblat, tunggu waktu sholat, baru sholat, maka itu syaratnya tercukupi. Lalu rukunya dipenuhi, rukuk, sujud, baca fatihah dll sesuaikan dengan aturan. Lalu adab, walau syarat dan rukun tercukupi, bila adab tidak sesuai, bisa jadi tidak diterima sholat kita, contohnya sholat berkacak pinggang, ini tidak bertentangan dengan syarat dan rukun, namun adab bertentangan, maka ini bisa tidak diterima oleh ALLAH. Termasuk yang sunat – sunat dalam sholat dilaksanakan.
Tidak ada yang membatalkan dan yang dibenci ALLAH. Kita lakukan yang sunat dan jauhi yang makruhnya.
Halal pada sesuatu yang berhubungan denganya missal makan, minum, untuk tenaganya, pakaian dan tempatnya. 

Rosul bersabda : orang yang makan 1 suap makanan yang haram, 40 malam sholat kita tidak diterima oleh ALLAH, sepiring berapa suap? Ini baru urusan amal syariat. Pakaian kita mesti halal.
Rosul bersabda : “Barangsiapa membeli pakaian 10 dirham, 1 dirham ada yang haram, ALLAH tidak menerima sholatnya selama pakaian itu masih ada”.


V. INTINYA : BERPEGANG PADA RAHMAT ALLAH BUKAN PADA AMAL KITA

Jadi kalau amal syariat ini kita bereskan, dan kita usahakan syarat diterimanya itu oleh ALLAH. Barulah kita melangkah ke AMAL TARIKAT.
Imam Ahmad ibnu Attaila penyusun Kitab Hikam berkata “Termasuk tanda orang yang berpegang pada amal, orang tersebut berkurang berharap pada ALLAH ketika terjadi maksiat pada dirinya”.

Sekarang kita beramal, tobat sudah, syarat agar diterima, taqwa, istiqomah kita laksanakan. Jangan sekali kali kita condong, kita gembira dan bersandar dengan tobat, takwa dan istiqomah kita tadi. Jangan sekali-kali begitu. Kenapa sebabnya? Karena tobat, takwa dan istiqomah (bagian amal syariat) itu tidak bisa memasukan kita ke surga, jadi tidak perlu kita bergembira dengan hal itu.

Lalu apa yang perlu kita gembirakan dan banggakan? Adalah Rahmat ALLAH yang datang kepada kita, sehingga kita bisa tobat, takwa dan istiqomah. Rahmat ALLAH itu yang kita gembirakan, bukan takwanya. Bila kita bergembira dengan takwa kita, maka namanya itu berpegang pada AMAL. Bila berpegang pada AMAL, dengan Tuhan kita bisa turun naik, bila taat merasa dekat, bila maksiat merasa jauh dari TUHAN, padahal ALLAH itu tidak menjauh atau mendekat sebenarnya, maka itulah kelemahan TAUHID kita.
Bila kita berpegang pada RAHMAT ALLAH, maka apapun keadaan kita, selalu dekat dengan ALLAH, baik saat sedang taat ataupun maksiat, karena kita berpegang pada ALLAH bukan pada amal kitanya.

Hadist nabi : Tak seorangpun kamu, selamanya tidak bisa masuk surga dengan amalnya, akupun kata nabi, amalku tidak bisa memasukan aku kesurga, kecuali ALLAH yang meliputkan aku dengan rahmatNya.

Rahmat ALLAH lah yang kita gembirakan. Kita bisa sholat, takwa, dan lainya karena RAHMAT ALLAH. Bila kita gembira dengan rahmat, kita tidak akan berubah dengan ALLAH baik dalam keadaan taat maupun dalam maksiat. 

Inilah inti HIKMAH 1 dari KITAB AL HIKAM.


Pacitan, 1 Agustus 2014

(Bepegangan Rahmat Allah bukan pada amal) Disusun oleh Uce Prasetyo dari kutipan ceramah KH Muhammad Bakhiet


Semoga menjadi barokah,



1 komentar: