Selasa, 06 Oktober 2009
Introspeksi Diri VS Ekstrospeksi Diri
Setiap nasihat yang kita dengar atau kita baca selalu menyarankan kita untuk selalu melakukan introspeksi diri, yang oleh orang pada umumnya diartikan sebagai bercermin diri atau melihat ke dalam diri sendiri. Sebaliknya kita tidak pernah mendengar saran untuk melakukan ekstropeksi diri. Karena kata ekstropeksi diri memang mempunyai makna yang sebaliknya dengan introspeksi diri. Ekstrospeksi diri adalah melihat keluar ke orang lain, cenderung mempunyai arti negative untuk mencari pembenaran diri sendiri.
Instropeksi diri dilakukan agar jangan sampai kita melakukan kesalahan dalam hal menyakiti atau merugikan orang lain. Sebagai contoh, jika kita tidak ingin dicubit maka kita jangan mencubit orang lain, kalau kita tidak ingin dirugikan maka kita juga jangan merugikan orang lain, ataupun jika kita tidak ingin dibohongi maka kitapun jangan berbohong, dsb. Dengan selalu melakukan introspeksi diri niscaya kita akan terhindar dari perbuatan yang tidak benar, yang pada akhirnya hanya akan menambah dosa kita. Dengan selalu melakukan introspeksi diri akan melatih kita agar selalu berpikir untuk kepentingan orang lain terlebih dahulu, sebelum kita berpikir untuk kepentingan diri sendiri.
Ekstrospeksi diri biasanya dilakukan oleh orang yang egois, yang mementingkan diri sendiri dalam upaya mencari pembenaran atas sikap dan perilaku yang tidak benar dalam dirinya. Sebagai contoh, jika dia suka berbohong dia akan berpikir bahwa orang lain juga pasti berbohong seperti dirinya. Jika dia selingkuh atau melakukan perbuatan curang, dia akan berkata bahwa orang lain juga pasti melakukan seperti apa yang dia lakukan. Orang ini selalu berburuk sangka pada orang lain karena dia tidak percaya bahwa ada orang yang lebih baik dari dirinya. Kecenderungan dari orang yang tidak percaya pada orang lain adalah karena dirinya sendiri memang juga tidak bisa dipercaya. Dengan pola pikir seperti ini orang tersebut cenderung akan selalu dituntun untuk melakukan perbuatan-perbuatan buruk.
Pernah suatu ketika saya bertemu dengan seseorang yang berburuk sangka pada setiap orang, kebetulan dia adalah seorang janda yang dari segi perekonomiannya bisa dibilang pas-pasan. Dia bilang bahwa dia melakukan sedikit kecurangan adalah hal yang wajar, begitupun ketika melakukan perselingkuhan dengan suami orang lainpun dianngapnya sah-sah saja, katanya demi menyambung hidup dan memenuhi nafsu sex-nya karena status jandanya yang pas-pasan itu. Ketika saya tanyakan kenapa dia berpikir bahwa apa yang dia lakukan dianggapnya sebagai hal yang lumrah dan wajar, dia menjawab bahwa semua orang yang kondisinya sama seperti dia pasti juga melakukan hal yang sama dengan yang dia lakukan. Bahkan dia tidak percaya kalau ada orang lain yang tidak melakukan semua itu. Di dalam konsep pikirannya, dia selalu berpikir bahwa kalau dia buruk orang lain juga pasti buruk seperti dia.
Saya juga pernah berdebat dengan seorang teman yang mempunyai pola pikir buruk seperti pada umumnya orang yang suka melakukan ekstrospeksi diri. Dia dan teman-teman dekatnya selalu melakukan hal dan hobi yang sama buruknya, mereka menjadi saling membenarkan dan saling menyemangati setiap apa yang telah mereka lakukan secara menyimpang, bukannya saling mengingatkan untuk menghentikan tabiat buruk mereka. Saya katakan pada teman saya bahwa “Jika Anda buruk, lingkungan teman-teman anda juga buruk, apakah Anda berpikir bahwa seluruh dunia ini hanya berisi orang-orang buruk ? Selalu ingatlah bahwa di dunia ini masih banyak orang perkasa yang mampu berpikir positif demi kebaikan dan kepetingan orang lain“
Namun di jaman sekarang yang nilai moralnya sudah merosot sangat tajam ini, dimana tolok ukur kriteria baik dan buruk sudah mengalami distorsi atau peyimpangan, maka dalam menilai baik dan buruk menjadi salah kaprah, yang seharusnya buruk dikatakan baik, yang baik dikatakan buruk. Jaman sekarang kesetiaan dikatakan kampungan, tahu tata krama/kesopanan dikatakan norak. Sedangkan tindakan penyelewengan dikatakan pahlawan pemberani, penampilan kacau ala orang gila dan gaya ugal-ugalan dikatakan penampilan keren dan beken.yang artistik. Karena tolok ukur yang sudah menyimpang ini, maka tindakan introspeksi diripun menjadi ikut menyimpang pula. Sebagai contoh, seorang suami yang melakukan perselingkuhan ketika ditanya kenapa dia selingkuh dan apakah dia tidak sakit hati jika istrinya juga selingkuh, jawabnya dia tidak sakit hati jika istrinya juga melakukan perselingkuhan. Atau ketika seorang pemuda menghamili pacarnya dan tidak bertanggung jawab,saat ditanya apakah tidak terpikir jika adiknya atau anak perempuannya kelak juga diperlakukan hal yang sama oleh orang lain, jawabnya adalah dia akan mencari pelakunya dan bila perlu dibunuhnya jika tidak mau bertanggung jawab.
Pola instropeksi diri yang sudah menyimpang, pada kenyataannya lebih dipengaruhi oleh pemikiran masa bodoh dan semau gue karena tidak tahu nilai-nilai kebaikan. Perasaannya sudah bebal, sudah tidak bisa merasakan perasaan orang lain dan memikirkan kepentingan orang lain, cari enaknya sendiri dan membalas jika dirugikan. Moto yang ada dalam benaknya adalah “ Karena saya ingin menampar Anda maka saya tampar Anda, jika Anda tampar saya maka saya akan balas Anda lebih banyak lagi”, Sikap egois dan aji mumpung yang akan selalu dia terapkan dalam kehidupannya sehari-hari.. (Erabaru.net)
Nurani Utami Kamis, 01 Oktober 2009
http://erabaru.net/kehidupan/41-cermin-kehidupan/5430-introspeksi-diri-vs-ekstrospeksi-diri
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar