Kamis, 18 Februari 2010

Perkara Yang Sulit


Menjadi muslim memang tidak hanya sekadar pengakuan, karenanya sebagai muslim setiap kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk membuktikannya. Ketika kita akan membuktikan keislaman kita dalam sikap dan tingkah laku kita sehari-hari, maka akan kita hadapi banyak kendala atau kesulitan-kesulitan, baik dari dalam diri kita sendiri maupun dari pihak lain. Namun kesulitan dalam suatu perkara bukan berarti perkara itu tidak bisa kita laksanakan, diperlukan kesungguhan yang kuat dari diri kita untuk bisa melaksanakannya. Khalifah Ali bin Abi Thalib sebagaimana yang dikutip oleh Imam Nawawi Al Bantani dalam kitab Nashaihul Ibad mengemukakan tentang amal yang sulit untuk dilaksanakan:

إِنَّ أَصْعَبَ اْلأَعْمَالِ أَرْبَعُ خِصَالٍ: اَلْعَفْوُ عِنْدَ الْغَضَبِ وَالْجُوْدُ فِى الْعُسْرَةِ وَالْعِفَّةُ فِى الْخُلْوَةِ وَقَوْلُ الْحَقِّ لِمَنْ يَخَافُهُ أَوْ يَرْجُوْهُ

Amalan yang paling sulit ada empat, yaitu: memberi maaf ketika marah, bermurah hati ketika sulit, iffah (memelihara diri dari yang haram) ketika sendirian dan mengatakan sesuatu yang benar, baik kepada orang yang disegani maupun orang yang mengharapkannya.

Dari ungkapan Khalifah Ali ra di atas, ada empat perkara yang meskipun sulit kita tetap harus berusaha untuk bisa melaksanakannya dalam kehidupan ini.

1. Memberi Maaf Saat Marah.


Ketika seseorang melakukan kesalahan kepada kita yang membuat kita mengalami kerugian, maka muncullah kekesalan atau kemarahan kita kepada orang itu, bahkan tidak sedikit orang yang melampiaskan kemarahannya dengan sikap, ucapan dan tindakan yang lebih buruk dari kesalahan yang dilakukan orang itu. Karena itu, memaafkan merupakan sesuatu yang jauh lebih baik, apalagi pada saat kita begitu marah. Dalam hidup ini banyak orang yang bersikap dan berprilaku yang tidak menyenangkan, karenanya hal ini menuntut kelapangan dada sehingga memberi maaf dalam bentuk ucapan dan bukan sekadar memberi maaf di dalam hati merupakan hal yang amat terpuji sehingga hal itu menjadi lebih baik daripada sedekah yang disertai dengan ucapan yang tidak menyenangkan bagi penerimanya, Allah swt berfirman:

"Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima), Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun" (QS Al Baqarah [2]:263).

Oleh karena itu, orang yang suka memberi maaf akan mencapai kedudukan yang amat mulia dalam pandangan Allah swt dan Rasul-Nya, hal ini dinyatakan dalam hadits Rasulullah saw:

وَمَا زَادَ اللهُ عَبْدًا بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا

"Allah tidak menambahkan pada hamba yang memaafkan melainkan kemuliaan" (HR. Muslim).

2. Berderma Saat Miskin.

Keadaan miskin kadangkala membuat seseorang merasa pantas untuk tidak mau berderma, bahkan ia juga merasa pantas untuk mengharapkan dan meminta orang lain berderma pada dirinya. Ternyata di dalam Islam berderma itu tidak hanya pada saat seseorang memiliki kelebihan harta, tapi berderma juga pada saat ia sedang mengalami kesulitan sehingga hal ini bisa menjadi penangkal dari kemungkinan masuk neraka. Saat miskin seseorang mungkin hanya bisa berderma dalam jumlah sedikit dan hal itu wajar saja karena Allah swt tidak menilai dari sisi banyak atau sedikit, tapi yang dinilai adalah apakah berderma sudah dilakukan sesuai dengan kemampuan atau belum, Rasulullah saw bersabda:

إِتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ

"Jauhkanlah dirimu dari api neraka walaupun hanya dengan (sedekah) sebutir kurma"(HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, berderma apalagi pada saat miskin atau sempit menjadi salah satu kunci untuk bisa masuk ke dalam surga karena Allah swt amat mencintai orang yang berbuat baik seperti itu sebagaimana firman-Nya: Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa,

"(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan" (QS Ali Imran [3]:133-134).

3. Menjaga Diri Dari Yang Haram.


Halal dan haram merupakan ketentuan Allah swt yang harus kita taati dalam arti yang haram kita tinggalkan dan yang halal kita laksanakan. Allah swt menciptakan jin dan manusia untuk mengabdi atau berbakti kepada-Nya. Bila ketentuan Allah sudah kita taati, maka kita termasuk orang yang berbakti dan meninggalkan yang haram merupakan salah satu bentuk kebaktian kepada Allah swt, meskipun secara duniawi hal itu menyenangkan atau menguntungkan dan kesempatan melakukan hal itu sangat besa, kita tetap tidak akan melakukannya.

Ada banyak contoh tentang orang yang takut melakukan sesuatu yang haram, meskipun peluang untuk itu sangat besar, misalnya saja seorang anak gembala yang tidak mau menjual kambing gembalaannya kepada khalifah Umar bin Khattab karena dia merasa tidak berhak menjualnya. Begitu juga dengan Nabi Yusuf as yang tidak mau memenuhi ajakan seorang wanita yang cantik untuk berzina dengannya, dan berbagai contoh lain yang pernah ada dalam catatan sejarah.

4. Berkata Yang Benar.


Bagi seorang mukmin yang ingin memiliki kepribadian yang terpuji, ia akan selalu berusaha berbicara dalam kerangka kebaikan dan kebenaran. Karenanya, hal ini menjadi ukuran keimanan seseorang, dalam satu hadits Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِا اللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

"Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam"(HR. Bukhari dan Muslim).

Namun harus kita sadari bahwa berbicara yang benar merupakan sesuatu yang sulit meskipun hal itu tetap bisa dilakukan. Ketika kita takut kepada seseorang kita cenderung berkata seperti yang dikehendakinya, begitu juga dengan orang yang berharap kita mengatakan sesuatu yang diinginkannya, maka kita cenderung berkata sesuai dengan apa maunya. Imam Ahmad Bin Hambal telah memberi contoh kepada kita bagaimana beliau berkata yang benar kepada penguasa yang zalim meskipun resikonya tersiksa dalam penjara, begitu juga dengan generasi sebelumnya, yakni Yasir, Sumayyah, Bilal dan sebagainya pada masa Rasulullah saw meskipun secara duniawi mereka mengalami keadaan yang sangat sulit.

Syaitan merupakan musuh utama orang yang beriman, karenanya setiap muslim harus waspada 24 jam setiap harinya dalam menghadapi godaan-godaan syaitan yang selalu menginginkan manusia melakukan kemaksiatan atau kedurhakaan kepada Allah swt. Karena sumber utama kemaksiatan adalah ucapan lisan, maka orang yang bisa mengendalikan lisannya termasuk orang yang dapat mengalahkan godaan-godaan syaitan, Rasulullah saw bersabda:

إِخْزَنْ لِسَانَكَ إِلاَّ مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّكَ بِذَالِكَ تَغْلِبُ الشَّيْطَانَ

"Simpanlah lidahmu kecuali untuk kebaikan, karena sesungguhnya dengan demikian kamu dapat mengalahkan syaitan" (HR. Thabrani dan Ibnu Hibban).

Dalam kehidupan ini, nilai pribadi dan prestasi seseorang seringkali diukur dari tingkat kesulitan yang dihadapi. Karena itu, bila perkara-perkara mulia yang amat sulit dalam hidup ini bisa dilaksanakan, maka kita akan menjadi manusia-manusia yang luar biasa.

Ahmad Yani
http://www.khotbah-jumat.co.cc/2010/02/perkara-yang-sulit.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar