Aisyah RA meriwayatkan, ada seorang perempuan bangsawan dari Bani Makhzum yang kedapatan mencuri. Kemudian, para sahabat menunjuk Usamah RA melaporkan hal ini kepada Rasulullah dan meminta keringanan hukuman dari beliau. Mendengar hal tersebut, Rasul SAW balik bertanya, ''Apakah kalian akan mengampuni apa yang seharusnya menjadi ketentuan Allah?''
Kemudian, Rasulullah bangkit dan menegaskan, ''Wahai manusia, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian itu binasa disebabkan jika orang terhormat yang mencuri, mereka membiarkannya, tetapi jika orang lemah yang mencuri, mereka menetapkan hukum atasnya. Demi Allah, jika Fatimah binti Muhammad yang mencuri, maka aku akan potong tangannya.'' (HR Bukhari dan Muslim).
Hadis ini memberi pelajaran yang sangat penting bagi kita. Bahwa hukum harus ditegakkan dengan seadil-adilnya. Para penegak hukum tidak boleh tebang pilih dalam menjalankan amanat ini. Bahkan, Rasulullah sampai menegaskan andaikata yang melanggar hukum adalah putrinya sendiri, Fatimah, hal itu tidak menghalangi Beliau untuk memberlakukan hukum atasnya. Inilah gambaran sebuah komitmen yang kuat dari seorang pemimpin untuk menegakkan good governance.
Ada sinyalemen bahwa penegakan good governance di negeri kita melemah, bahkan berada di titik nadir. Hal itu diakibatkan telah membudayanya praktik suap-menyuap, jual beli perkara, dan beroperasinya para mafia peradilan. Belum lagi berbagai ironi dalam hukum di mana para pengemplang uang negara bebas melenggang, sementara para pencuri kelas teri harus mendekam di penjara selama beberapa bulan.
Mafia peradilan dan praktik jual beli perkara yang dipertunjukkan kepada publik secara terang benderang itu, jelas mengindikasikan secara kuat bahwa di negeri ini banyak sekali tindakan kejahatan yang berlangsung dalam lindungan hukum. Ini bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadaban. Masyarakat yang tidak menjadikan hukum sebagai panglima, lawless society, adalah masyarakat yang tidak berkeadaban, dan sebagaimana diingatkan Nabi, akan menuju pada kehancuran.
Oleh karenanya, pemerintah harus memiliki kemauan yang kuat untuk menjunjung tinggi supremasi hukum tanpa pandang bulu agar kita tidak di ambang kehancuran. ''Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, dan menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa ....'' (QS Al-Maidah [5]: 8).
Rabu, 17 February 2010, 12:45 WIB
Oleh Anang Rikza Masyhadi
http://www.republika.co.id/berita/104251/supremasi-hukum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar