Sebuah interaksi selalu saja ada sisi positif dan negatif. Positif
ketika interaksi memunculkan rasa cinta dan sayang, kuatnya persaudaraan,
tolong menolong sesama mukmin. Dan negatif, saat interaksi meletupkan bunga2
api kekecewaan, yg akhirnya memunculkan kebencian.
Kebencian karena persoalan teknis (spt salah paham, emosi dadakan) seharusnya hanya bertahan beberapa hari.
Karena prinsipnya setiap mukmin punya satu ikatan yaitu akidah Islam.
Namun, begitulah setan. Emosi yg labil menjadi alat efektif pintu
setan untuk mengobrak-abrik persaudaraan. Sesama mukmin menjadi marahan.
Bahkan, pada dosis tertentu, marahan bisa diwariskan ke anak cucu. Na’udzubillah.
Rasulullah saw. bersabda, “Cinta bisa berkelanjutan (diwariskan)
dan benci pun demikian.” (HR. Al-Bukhari)
Rasulullah saw. bersabda, “Hendaknya kamu saling memberi hadiah.
Sesungguhnya pemberian hadiah itu dapat melenyapkan kedengkian.” (HR.
Attirmidzi dan Ahmad)
Munculnya kebencian, sebagian besar karena salah menafsirkan
sebuah ucapan. Atau, sebab molornya perseteruan karena tertutupnya peluang
berkomunikasi.
Harus ada prakarsa agar kebencian tidak berlanjut. Dan yg terbaik
adalah mereka yg lebih dulu mengawali kunjungan.
Jika marah diibaratkan sebagai api, maka airlah yg paling cocok
agar api segera padam. Tidak mungkin api akan padam dgn api. Dan air adalah
perumpamaan yg pas buat silaturahim.
Sekeras apa pun sebuah kebencian, boleh jadi rapuh dgn beberapa
celah kasih sayg dan sentuhan persaudaraan. Orang yg diumbar marah dan benci
sebenarnya sangat membutuhkan perhatian. Tidak jarang, kebencian bisa luluh
hanya dgn perhatian dan sapaan yg tulus.
Indahnya sebuah nasihat Rasullah saw., “Tidak halal bagi seorang
muslim menjauhi (memutuskan hubungan) dgn saudaranya melebihi tiga malam.
Hendaklah mereka bertemu untuk berdialog, mengemukakan isi hati. Dan yg terbaik,
yg pertama memberi salam (menyapa).” (HR. Al-Bukhari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar