Memiliki akhlak mahmudah (akhlak baik), diperlukan niat teguh
dalam hati serta usaha untuk mengisinya dengan ibadah yang konsisten dalam
kehidupan sehari-hari.
Sebaliknya, memiliki akhlak madzmumah (akhlak buruk), terkadang lebih mudah dibandingkan dengan akhlak baik. Itu sebabnya mengapa Rasulullah bersabda surga itu dikelilingi hal-hal yang kurang menyenangkan—sebab, untuk memperoleh surga, perlu usaha ekstra selama di dunia.
Mengerjakan seluruh yang Allah perintahkan dan menjauhiapa apa yang Allah larang. Di situlah letak kesulitannya. Salah satu akhlak mahmudah yang Allah tuntun untuk kita ialah zuhud.
Definisi zuhud menurut Ibnu Abbas RA, terdiri atas tiga huruf yaitu Za, Ha, Dal. Za maknanya zaadun li ma’aad, yaitu bekal untuk kembali ke akhirat, maksudnya taqwa. Ha maksudnya hudan li ad-diin, yaitu petunjuk untuk mengikuti Islam. Dan Dal maksudnya dawaam ‘ala ath-thaa’ah, yaitu terus menerus dalam melakukan ketaatan.
Ibnu Abbas juga menjabarkan pengertian lain dari zuhud.
Sebaliknya, memiliki akhlak madzmumah (akhlak buruk), terkadang lebih mudah dibandingkan dengan akhlak baik. Itu sebabnya mengapa Rasulullah bersabda surga itu dikelilingi hal-hal yang kurang menyenangkan—sebab, untuk memperoleh surga, perlu usaha ekstra selama di dunia.
Mengerjakan seluruh yang Allah perintahkan dan menjauhiapa apa yang Allah larang. Di situlah letak kesulitannya. Salah satu akhlak mahmudah yang Allah tuntun untuk kita ialah zuhud.
Definisi zuhud menurut Ibnu Abbas RA, terdiri atas tiga huruf yaitu Za, Ha, Dal. Za maknanya zaadun li ma’aad, yaitu bekal untuk kembali ke akhirat, maksudnya taqwa. Ha maksudnya hudan li ad-diin, yaitu petunjuk untuk mengikuti Islam. Dan Dal maksudnya dawaam ‘ala ath-thaa’ah, yaitu terus menerus dalam melakukan ketaatan.
Ibnu Abbas juga menjabarkan pengertian lain dari zuhud.
Za berarti tarku az-zinah, yaitu meninggalkan kemegahan dan
kemewahan. Ha maksudnya tarku al-hawaa, yaitu meninggalkan kesenangan dan hawa
nafsu. dan Dal maksudnya tarku ad-dunyaa, yaitu menjauhi duniawi.
Nabi Sulaiman dan Luqman pernah berkata, “Apabila berbicara itu perak, maka diam itu adalah emas.” Maksudnya, apabila perkataan seseorang dalam kebaikan nilainya seperti perak, maka diam dari berkata buruk nilainya seperti emas. Nasihat ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW,
“Berkatalah yang baik, atau lebih baik diam”
Menurut Syekh Abdul Qadir Jailani, manusia itu terbagi menjadi empat.
Nabi Sulaiman dan Luqman pernah berkata, “Apabila berbicara itu perak, maka diam itu adalah emas.” Maksudnya, apabila perkataan seseorang dalam kebaikan nilainya seperti perak, maka diam dari berkata buruk nilainya seperti emas. Nasihat ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW,
“Berkatalah yang baik, atau lebih baik diam”
Menurut Syekh Abdul Qadir Jailani, manusia itu terbagi menjadi empat.
Pertama,
Orang yang tidak punya lisan dan hati. Inilah tipe orang durhaka, lalai, dan
jahil. Kita dianjurkan menjauhi orang tipe pertama ini.
Kedua, orang yang berlisan namun tidak berhati. Kata-kata orang seperti ini mengandung hikmah, namun ia sendiri tidak pernah mengamalkannya. Ia mengajak manusia untuk beriman dan beramal saleh, sementara ia sendiri kufur dan menjauhi Allah.
Ketiga, orang yang memiliki hati namun tidak memiliki lisan. Ini adalah tipe orang mukmin yang disembunyikan Allah dari pandangan makhluk-Nya. Allah membukakan mata hatinya agar ia dapat melihat kekurangan dirinya, menerangi hatinya dan tidak banyak bicara. Sebenarnya dia adalah kekasih Allah yang disembunyikan dalam pemeliharaan-Nya.
Keempat, orang yang mau belajar dan mengajar serta mengamalkan ilmunya, ia betul-betul mengenal Allah dan memahami ayat-ayat-Nya. Allah memberinya ilmu yang tidak diketahui oleh orang-orang dan Allah melapangkan dadanya untuk menerima bermacam-macam ilmu.
Pada intinya, zuhud bermuara pada sikap “menjaga diri”. Menjaga diri dari yang haram, syubhat, baik yang besar maupun yang kecil. Zuhud akan melahirkan sikap wara atau hati-hati. Menunaikan semua yang difardhukan baik yang mudah maupun yang sulit.
Sikap zuhud dan wara akan mewariskan taubat dan kembali ke jalan Allah sehingga hati dan perilakunya akan beroleh penerangan dan terhindar dari kesyubhatan, terlebih hal-hal yang diharamkan.
Terakhir, ia akan menyerahkan sepenuhnya urusan dunianya kepada ahlinya, yakni pada Allah Azza wa Jalla baik urusan kecil apalagi besar. Maka akan lahirlah sikap qanaah, yaitu menerima sepenuhnya apa pun yang Allah anugerahkan padanya di dunia nan fana ini. Keempat sikap ini pada akhirnya bersinergi dan menuntun kita untuk tetap berada dalam tuntunan Ilahi. Wallahu a’lam.
Kedua, orang yang berlisan namun tidak berhati. Kata-kata orang seperti ini mengandung hikmah, namun ia sendiri tidak pernah mengamalkannya. Ia mengajak manusia untuk beriman dan beramal saleh, sementara ia sendiri kufur dan menjauhi Allah.
Ketiga, orang yang memiliki hati namun tidak memiliki lisan. Ini adalah tipe orang mukmin yang disembunyikan Allah dari pandangan makhluk-Nya. Allah membukakan mata hatinya agar ia dapat melihat kekurangan dirinya, menerangi hatinya dan tidak banyak bicara. Sebenarnya dia adalah kekasih Allah yang disembunyikan dalam pemeliharaan-Nya.
Keempat, orang yang mau belajar dan mengajar serta mengamalkan ilmunya, ia betul-betul mengenal Allah dan memahami ayat-ayat-Nya. Allah memberinya ilmu yang tidak diketahui oleh orang-orang dan Allah melapangkan dadanya untuk menerima bermacam-macam ilmu.
Pada intinya, zuhud bermuara pada sikap “menjaga diri”. Menjaga diri dari yang haram, syubhat, baik yang besar maupun yang kecil. Zuhud akan melahirkan sikap wara atau hati-hati. Menunaikan semua yang difardhukan baik yang mudah maupun yang sulit.
Sikap zuhud dan wara akan mewariskan taubat dan kembali ke jalan Allah sehingga hati dan perilakunya akan beroleh penerangan dan terhindar dari kesyubhatan, terlebih hal-hal yang diharamkan.
Terakhir, ia akan menyerahkan sepenuhnya urusan dunianya kepada ahlinya, yakni pada Allah Azza wa Jalla baik urusan kecil apalagi besar. Maka akan lahirlah sikap qanaah, yaitu menerima sepenuhnya apa pun yang Allah anugerahkan padanya di dunia nan fana ini. Keempat sikap ini pada akhirnya bersinergi dan menuntun kita untuk tetap berada dalam tuntunan Ilahi. Wallahu a’lam.
Oleh: Ina Salma Febriani
Tidak ada komentar:
Posting Komentar