Sabtu, 09 Mei 2009
Antara Ikhtiar dan Rezeki
"Berapa banyak binatang yang (tidak) sanggup membawa rezekinya sendiri. Allahlah yang memberi rezekinya, juga kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (QS al-Ankabuut [29]: 60) Ada manusia yang setiap hari menumpahkan tenaga, pikiran, dan hatinya hanya untuk berikhtiar. Namun ada juga manusia yang begitu yakin dengan jaminan dari Allah. Sementara itu, yang paling beruntung adalah orang yang ikhtiar lahirnya dengan akal lalu disempurnakan dengan tawakal.
Dan inilah yang membuat dirinya menuai jaminan dunia dan akhirat dari Allah Azza wa Jalla. Sebenarnya, dalam berikhtiar itu harusnya kita berbahagia. Sebab ternyata ada juga orang yang sibuk ikhtiar tapi tidak bahagia. Penyebabnya tak lebih karena orang ini bergantung hanya dengan ikhtiarnya sendiri. Padahal, ikhtiar itu bukan untuk kita gantungi.
Ia merupakan amal shalih kita. Kita disuruh ikhtiar justru agar mempunyai amal. Pada dasarnya seluruh makhluk sudah dijamin rezekinya oleh Allah. Yang tidak dijamin adalah ganjaran. Ganjaran atau pahala harus kita cari, tetapi rezeki sudah menjadi jaminan-Nya. Oleh karena itu Imam Ibnu Aththaillah, penulis kitab Hikam, mengatakan, "Jangan risaukan apa yang sudah dijanjikan Allah kepada kita tapi risaukanlah kalau kita lalai terhadap kewajiban-kewajiban yang dibebankan terhadap kita." Maka, kalau kita kemudian masih merasa resah dan gelisah dalam hidup ini jangan-jangan itu ciri kita masih bergantung kepada ikhtiar.
Padahal jikalau kita ingin bahagia dalam mencari nafkah atau rezeki, sempurnakanlah ikhtiar sambil menyempurnakan pula tawakal pada-Nya. Allah Mahatahu kebutuhan kita melebihi apa yang benar-benar kita butuhkan. Maka, berbahagialah orang yang tidak pernah bergantung pada amal ikhtiarnya. Tubuh bersimbah keringat berkuah keringat, tapi hati seratus persen bertawakal kepada Allah SWT. Sungguh luar biasa pentingnya bagi kita untuk menjaga diri dari apapun yang membuat kita tidak melaksanakan kewajiban kita. Sederhananya begini, ada seorang majikan menyuruh hamba sahayanya untuk menimba, tidak mungkin majikan ini lupa memberi makan kepada hamba sahayanya.
Karena kalau lupa maka hamba sahayanya ini tidak akan bisa bekerja. Semakin bagus kerjanya, akan dicukupi pakaiannya atau kebutuhan lainnya. Lalu, bagaimana mungkin Allah yang memerintahkan kita ibadah dan kalau kita beribadah saja tidak diberi kecukupan? Contoh lagi. Kita diperintahkan untuk shalat dan shalat itu harus menutupi aurat. Pasti kita akan dicukupi rezeki menutup aurat sebab yang menyuruh menutup aurat adalah Allah. Allah memerintahkan kita untuk bersedekah, lalu bagaimana mungkin kita bisa sedekah kalau kita tidak diberi rezeki sementara itu yang memberi rezeki adalah Allah. Kita pasti diberi makan, karena bagaimana mungkin kita bisa menolong orang, bagaimana kita bisa ibadah, kalau kita tidak diberi makan.
Jadi, andai saja kita tahu kewajiban kita dan kita tunaikan dengan baik maka insya Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakannya. Dalam hal ini, kewajiban kita yang pertama adalah ber-husnudzan (berbaik sangka) bahwa Allah adalah Maha Penjamin rezeki. Karena Allah berfirman dalam Hadis qudsi: "Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku pada-Ku." Yang kedua. Ikhtiar di jalan yang Allah sukai itu baik. Kalau Allah menyuruh kita jujur, jujur saja, mengapa enggan? Mungkin kita pernah mendengar ungkapan ini: "Cari rezeki tidak jujur saja susah, apalagi kalau jujur." Maka tak mungkin Allah yang menyuruh kita jujur, terus Allah tidak memberinya.
Kita disuruh membayar zakat, bayarkan saja. Toh, uangnya juga milik Allah. Kalau Dia mau mangambilnya kembali kita tak bisa menolak. Kita tidak mau bayar zakat, misalnya, tiba-tiba mobilnya tabrakan atau rumahnya kebakaran atau usahanya bangkrut; kita juga tak bisa berbuat banyak. Atau kita diberi penyakit oleh Allah dan harus operasi. Tak mungkin kita tidak mau berobat karena mau tidak mau pasti keluar uang juga. Pasti, uang itu akan keluar. Maka daripada dipaksa oleh Allah agar uang keluar, lebih baik tunaikan segera zakatnya. Nah, begitulah kurang lebih hakikat ikhtiar dan rezeki kita. Yang utama tunaikan kewajiban kita lebih dahulu maka rezeki insya Allah akan terpenuhi. Wallahu a`lam. dr/mns/mqp
Penulis : KH Abdullah Gymnastiar
By Republika Newsroom
Kamis, 18 Desember 2008 pukul 17:28:00
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar