Sabtu, 09 Mei 2009
Memakmurkan Rakyat dengan Baitul mal
Tak semua pemimpin di era kekhalifahan Umayyah dan Abbasiyah benar-benar jujur dalam mengelola keuangan negara (baitulmal). Dengan meluasnya wilayah kekuasaan Islam, pendapatan atau pemasukan ke kas negara pun semakin bertambah banyak. Tak heran, bila kemudian urusan keuangan mendapat perhatian utama dari pemerintahan Dinasti Umayyah dan Abbasiyah.
Pada era kekhalifahan Umayyah, pengelolaan baitulmal yang paling bersih terjadi pada masa kekuasaan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Begitu Khalifah Umar II itu berkuasa, tanpa ragu dan pandang bulu semua harta kekayaan para pejabat dan keluarga bani Umayyah yang diperoleh secara tak wajar dibersihkan. Ia lalu menyerahkannya ke kas negara. Semua pejabat korup dipecat. Langkah itu dilakukan khalifah demi menyejahterakan dan memakmurkan rakyatnya. Setelah membersihkan harta kekayaan tak wajar di kalangan pejabat dan keluarga bani Umayyah, Khalifah Umar melakukan reformasi dan pembaruan di berbagai bidang.
Di bidang fiskal, misalnya,Umar memangkas pajak dari orang Nasrani. Tak cuma itu, ia juga menghentikan pungutan pajak dari mualaf. Khalifah Umar bin Abdul Aziz menggunakan dana di baitulmal (kas negara) untuk memakmurkan dan menyejahterakan rakyatnya. Berbagai fasilitas dan pelayanan publik dibangun dan diperbaiki. Sektor pertanian terus dikembangkan melalui perbaikan lahan dan saluran irigasi. Sumur-sumur baru terus digali untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih.
Jalan-jalan di kota Damaskus dan sekitarnya dibangun dan dikembangkan. Untuk memuliakan tamu dan para musafir yang singgah di Damaskus, khalifah membangun penginapan. Sarana ibadah seperti masjid di perbanyak dan diperindah. Masyarakat yang sakit disediakan pengobatan gratis. Khalifah Umar II pun memperbaiki pelayanan di dinas pos, sehingga aktivitas korespondensi berlangsung lancar. Sehingga, rakyatnya benarbenar hidup sejahtera.
Tak ada lagi yang mengalami kekurangan pangan dan kesusahan. Berkat pengelolaan dana baitulmal yang benar, sampai-sampai para pengelola baitulmal kesulitan lagi mencari orang miskin yang harus disantuni. Ibnu Abdil Hakam meriwayatkan, Yahya bin Said, seorang petugas zakat masa itu berkata, ‘’Saya pernah diutus Umar bin Abdul Aziz untuk memungut zakat ke Afrika. Setelah memungutnya, saya bermaksud memberikannya kepada orang- orang miskin. Namun, saya tidak menjumpai seorang pun. Umar bin Abdul Aziz telah menjadikan semua rakyat pada waktu itu berkecukupan. Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli budak lalu memerdekakannya,’’ kisah Yahya bin Said.
Kemakmuran itu tak hanya ada di Afrika, tetapi juga merata di seluruh penjuru wilayah Khilafah Islam, seperti Irak dan Basrah. Abu Ubaid mengisahkan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengirim surat kepada Hamid bin Abdurrahman, Gubernur Irak, agar membayar semua gaji dan hak rutin di provinsi itu. Dalam surat balasannya, Abdul Hamid berkata, ‘’Saya sudah membayarkan semua gaji dan hak mereka. Namun, di Baitulmal masih terdapat banyak uang.’’ Khalifah Umar memerintahkan, ‘’Carilah orang yang dililit utang tetapi tidak boros. Berilah dia uang untuk melunasi utangnya!’’
Abdul Hamid kembali menyurati Khalifah Umar, ‘’Saya sudah membayarkan utang mereka, tetapi di baitulmal masih banyak uang.’’ Khalifah memerintahkan lagi, ‘’Kalau begitu bila ada seorang lajang yang tidak memiliki harta lalu dia ingin menikah, nikahkan dia dan bayarlah maharnya!’’ Abdul Hamid sekali lagi menyurati Khalifah. Dalam suratnya dia menyatakan,’’ Saya sudah menikahkan semua yang ingin nikah. Namun, di baitulmal ternyata masih juga banyak uang.’’ Akhirnya, Khalifah Umar memberi pengarahan, ‘’Carilah orang yang biasa membayar jizyah dan kharaj. Kalau ada yang kekurangan modal, berilah mereka pinjaman agar mampu mengolah tanahnya. Kita tidak menuntut pengembaliannya kecuali setelah dua tahun atau lebih.
Pada masa Abbasiyah, kepala perpajakan merupakan orang yang terpenting dalam pemerintahan. Pada era dinasti ini, kemajuan tercapai pada masa kepemimpinan Khalifah Harun Ar-Rasyid dan Al-Ma’mun. Kemajuan dalam sektor perekonomian, perdagangan dan pertanian itu membuat Baghdad menjelma menjadi pusat perdagangan terbesar dan teramai di dunia saat itu. Dengan kepastian hukum serta keamanan yang terjamin, berbondongbondong para saudagar dari berbagai penjuru dunia bertransaksi melakukan pertukaan barang dan uang di Baghdad. Negara pun memperoleh pemasukan yang begitu besar dari aktivitas perekonomian dan perdagangan itu serta tentunya dari pungutan pajak.
Pemasukan kas negara yang begitu besar itu tak dikorup sang khalifah. Harun Ar-Rasyid menggunakan dana itu untuk pembangunan dan menyejahterakan rakyatnya. Kota Baghdad pun dibangun dengan indah dan megah. Gedung-gedung tinggi berdiri, sarana peribadatan tersebar, sarana pendidikan pun menjamur dan fasilitas kesehatan gratis pun diberikan dengan pelayanan yang prima.
Baitulmal-- Sumber Kemakmuran di era Kekhalifahan
Kemakmuran dan kemajuan yang berhasil ditorehkan umat Islam pada masa kekhalifahan tak lepas dari pengelolaan keuangan yang profesional dan transparan. Pada era itu, pemerintahan Islam mengelola keuangan negara melalui lembaga bernama baitulmal (kas negara). Sejatinya rumah harta alias baitulmal secara resmi berdiri pada zaman kekuasaan Khalifah Umar bin Khattab. Namun, cikal bakalnya sudah mulai dikenal sejak zaman Rasulullah SAW. Ketika Nabi Muhammad SAW memimpin pemerintahan di Madinah, baitulmal belum terlembaga.
Rasulullah SAW secara adil mengalokasikan pemasukan yang diterima untuk pos-pos yang telah ditetapkan. Pelembagaan baitulmal juga masih belum ditetapkan pada masa kepemimpinan Abu Bakar As-Siddiq. Pengelolaan dana yang diterapkan khalifah pertama masih mengikuti pola yang diterapkan Nabi Muhammad SAW.
Abu Bakar mendistribusikan dana yang tersedia di baitulmal kepada setiap orang. Di awal pemerintahannya, setiap penduduk mendapat jatah sebesar 10 dirham. Jumlah dana yang dibagikan bertambah menjadi dua kali lipat, di tahun kedua masa kepemimpinannya. Seiring bertambah luasnya wilayah kekuasaan Islam, pengelolaan keuangan pun bertambah kompleks. Atas dasar pertimbangan itulah, Khalifah Umar bin Khattab memutuskan untuk melembagakan baitulmal menjadi lembaga formal. Pada masa Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah melampaui semenanjung Arab. Wilayah Iran, Irak, Suriah, Palestina dan Mesir serta wilayah lainnya sudah berada dalam kekuasaan pemerintahan Islam.
Pendapatan dan pemasukan pun bertambah banyak. Atas saran Walid bin Hisyam seorang ahli fikih, Umar memutuskan untuk membentuk baitulmal atau public treasury. Lembaga pengelola keuangan negara itu dipimpin oleh Abdullah bin Arqam. Selain itu, Umar juga mengangkat Abdurahman bin Ubaydi Al-Qari dan Mu’ayqib sebagai deputi. Di setiap wilayah kekuasaan Islam dan ibukota pemerintahan, yakni di Madinah, dibentuk baitulmal. Khalifah menugaskan pejabat perbendaharaan negara di setiap wilayah. Baitulmal inilah yang nantinya bertanggung jawab untuk menjamin kesejahteraan rakyat.
Setiap dirham pemasukan yang diperoleh dari seluruh wilayah negara Islam dimasukkan di baitulmal. Ada enam sumber pemasukan yang dikelola baitulmal alias rumah harta. Pertama berasal dari zakat mal yang mencapai 2,5 persen dari penghasilan. Sumber pemasukan itu hanya dihimpun dari umat Muslim saja. Kedua, berasal dari jizya yakni pajak perlindungan yang ditarik dari non Muslim yang tinggal di wilayah Muslim. Meski begitu, non-Muslim yang sakit, miskin, wanita, anakanak, orangtua, pendeta serta biarawan dibebaskan dari jizya. Ketiga, bersumber dari ushr yakni pajak tanah yang khusus diberlakukan bagi perusahaan-perusahaan besar. Nilainya mencapai satu per sepuluh dari produksi. Keempat, berasal dari khiraj, yakni pajak tanah. Kelima, bersumber dari ghanimah, yakni satu per lima dari hasil rampasan perang. Keenam, berasal dari pajak yang dipungut dari saudagar atau pengusaha non-Muslim, karena mereka tak membayar zakat.
Dana yang berhasil dihimpun baitulmal itu lalu disalurkan untuk menjamin kesejahteraan rakyat miskin yang membutuhkan. Tak hanya itu, rakyat yang lemah dan cacat baik Muslim maupun non- Muslim mendapat santunan dari baitulmal. Orang tua yang tak mampu lagi mencari penghasilan juga mendapat jaminan kehidupan dari Baitulmal. Anak-anak yatim-piatu yang tak lagi memiliki pelindung mendapat jaminan dari negara yang dananya berasal dari baitulmal. Meski ada lembaga yang bertugas untuk menjamin kesejahteraan rakyat, Khalifah Umar tak lantas berpangku tangan. Setiap malam, khalifah berkeliling ke berbagai tempat untuk memastikan rakyatnya hidup dalam kecukupan dan tak kelaparan.
Selain dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat, dana yang dihimpun kas negara juga digunakan untuk pembangunan. Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab, sudah mulai dibangun saluran irigasi. Kanal irigasi digunakan untuk pengairan areal pertanian dan kebutuhan air bersih. Dananya berasal dari pendapatan di sektor publik. Kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahan Umar dibuktikan dengan didirikannya kantor-kantor militer. Selain itu, pembangunan kanal di berbagai provinsi. Umar juga membangun beberapa kota seperti basra, Kufah, Kairo dan sebagainya. Pemerintahan Umar juga menyediakan rumah bagi ribuan penduduk.
Selain itu, Umar juga membangun kantor pemerintahan di seluruh wilayah yang ditaklukkan. Ia pun membentuk polisi serta menyediakan rumah singgah bagi para pelancong dan penjelajah. Keberadaan baitulmal juga tetap dipertahankan pada era pemerintahan Khalifah Utsman bin Affan. Pada masa kepemimpinan Utsman, pejabat perbendaharaan yang ditempatkan di wilayah kekuasaan Islam bersifat independen. Sehingga, pejabat baitulmal itu memiliki kekuasaan untuk mengontrol pengeluaran dana para pejabat dan gubernur di wilayah. Sempat terjadi benturan antara Sa’d bin Abi Waqas - gubernur Kufah yang kuat namun boros - dengan Ibnu Mas’ud pejabat perbendaharaan di Kufah.
Utsman akhirnya memutuskan untuk memecat Sa’d, karena dinilai terlalu boros. Khalifah ketiga ini juga menggunakan dana di baitulmal untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya. Utsman tak pernah mengambil dan menerima gaji sebagai khalifah dari baitulmal. Setiap hari Jumat, Utsman berupaya untuk memerdekakan budak. Dia juga menjamin kehidupan janda dan anak yatim-piatu. Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib pun menggunakan dana yang dihimpun baitulmal untuk kepentingan rakyat dan pembangunan. Ketika pemerintahannya berseteru dengan Mu’awiyah, beberapa orang yang dekat dengan Ali membisiki agar menggunakan dana baitulmal. Namun, Ali dengan tegas menolak untuk menggunakan dana baitulmal.
‘’Apakah kamu menginginkan aku mencapai kemenangan dengan cara yang tak adil?’’ tegas Ali. Pada era Khulafa Ar-Rasyidin, dana baitulmal benar- benar dikelola secara transparan dan adil. Para khalifah sama sekali tak tergiur untuk menggunakan dana yang bertumpuk di kas negara itu untuk kepentingan dan ambisi pribadi. Pejabat korup dipecat dan dipenjara. Sehingga uang yang berasal dari rakyat benar-benar tersalur kembali untuk kesejahteraan rakyat.
Penulis : hri
REPUBLIKA - Selasa, 29 April 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar