Sabtu, 09 Mei 2009

Teknik Irigasi dalam Peradaban Islam


Sebelum peradaban Islam mencapai puncak kejayaannya, peradaban manusia di Timur Tengah begitu menggantungkan hidupnya pada sungai-sungai besar seperti Nil, Tigris dan Efrat. Sejatinya, peradaban sebelum Islam telah mengenal teknik dasar irigasi. Ketika kekhalifahan Islam menjelma menjadi kekuatan dunia dan kota-kotanya menjadi metropolis sistem irigasi pun dipercanggih.

Guna memenuhi kebutuhan air di kota-kota Islam yang saat itu mulai berkembang pesat, sistem irigasi yang ada mulai diperluas. Tak hanya itu, penguasa Muslim pun memperbanyak pembangunan kanal. Sehingga, kota-kota Islam di era keemasan tak pernah mengalami kekurangan suplai air baik untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk pertanian serta perkebunan.

''Sistem irigasi yang dikembangkan di dunia Islam mengandung aspek-aspek teknologi dan sosiologi yang menarik,'' papar Ahmad Y Al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya bertajuk ''Islamic Technology:An Ilustrated History''. Untuk membangun sebuah jaringan dan sistem irigasi yang amat luas, para insinyur Muslim terdorong untuk mengembangkan beragam teknologi.

Di zaman keemasan, teknik irigasi menjadi salah satu obyek yang sangat vital. Apalagi, sebagian besar negeri-negeri Islam memiliki jenis tanah yang kering. Para petani Muslim harus memutar otak untuk mendatangkan air ke lahan kering sehingga dapat ditanami beragam komoditas seperti tebu, padi, dan kapas - tanaman yang sangat membutuhkan air.

Menurut Al-Hassan dan Hill, para petani Muslim mewarisi sistem sistem irigasi yang telah rusak. Tak heran, jika pasokan air ke berbagai daerah yang sebelumnya dikuasai peradaban non-Islam kian menyusut. Sistem irigasi diperluas dan dipercanggih lantaran ''Revolusi Hijau'' yang dicetuskan peradaban Islam tak lagi memadai. Salah satu kunci keberhasilan ''Revolusi Pertanian'' adalah tersedianya air yang melimpah.

Selain memperluas sistem irigasi, para petani Muslim pun akhirnya mampu mengembangkan beragam teknologi, seperti peralatan pengangkat air, cara penyimpanan, pengangkutan serta distribusi air. Bahkan, mereka pun berhasil menciptakan teknik pencarian sumber-sumber air baik yang tersembunyi maupun sistem bawah tanah (qanat).

"Sedemikian besarnya kemajuan yang telah dicapai sehingga tidak terlalu berlebihan jika dikatakan bahwa pada abad ke-11 M hampir semua sungai, anak sungai, oasis, mata air, dan aquifer-aquifer yang diketahui ataupun banjir yang sudah diramalkan dapat dimanfaatkan peradaban Islam," cetus Al-Hassan dan Hill.

Bukti kemajuan peradaban Islam di bidang pengairan juga sangat tampak dengan pesatnya pembangunan kanal. Dengan kanal-kanal itu air dari sungai dialirkan ke daratan. Peradaban Islam juga telah mampu mengalirkan air ke kanal yang yang letaknya lebih tinggi. Pembangunan sarana irigasi dan kanal secara besar-besaran terjadi di era kekuasaan pemerintahan Dinasti Abbasiyah.

Saat itu, masyarakat yang berada di wilayah tandus mengalami krisis air. Akibatnya, masyarakat di wilayah itu tak bisa menghasilkan apapun karena lahannya yang kering, bahkan mereka selalu mengimpor makanan. Pemerintahan Abbasiyah akhirnya membuat aliran air dari sungai Tigris dan Efrat.

Sistem irigasi terus ditingkatkan dengan penggalian sejumlah kanal baru. Kanal terbesar dikenal dengan nama Nahr Isa. Saat itu, Kanal tak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat, namun juga digunakan untuk transportasi air antara Syria dan Irak. Dengan begitu roda perekonomian berputar semakin cepat dan negeri-negeri Muslim pun menjadi lebih makmur.

Teknisi-teknisi muslim kemudian menyempurnakan kincir air yang dibangun cukup rumit dengan saluran air bawah tanah yang disebut qanats. Untuk pembangunan tersebut dibutuhkan keterampilan yang tinggi karena posisinya berada dibawah lima puluh kaki bawah tanah.

Salah satu teknologi irigasi yang dikembangkan peradaban Islam bernama Noria. Teknologi yang satu ini digunakan pada sistem irigasi buatan. Untuk memudahkan aliran air secara konstan, masyarakat Muslim menggunakan noria, dalam bahasa Arab na'ura, yakni sebuah mesin pengangkat air yang masuk ke dalam saluran air kecil.

Ada tiga jenis noria yang dikembangkan para insinyur Muslim. Noria yang paling terkenal adalah noria dengan roda vertikal menggantung dengan ember berantai. Ember tersebut bisa masuk ke dalam mata air hingga 8 meter atau 26 kaki. Ini merupakan noria yang paling kuno, yang digerakkan keledai atau banteng.
Dengan sistem yang masih sama, noria jenis kedua digerakkan o angin. Angin menggerakkan noria di sekitar Cartagena, Spanyol.

Noria jenis ketiga menggunakan energi yang berasal dari aliran sungai. Ini meruapakn noria yang besar. Alat ini mampu mengangkat air dari sungai ke saluran air kecil yang lebih tinggi.Noria tidak dilengkapi dengan power otomatis untuk setiap proses. Noria dapat meningkatkan air yang sebelumnya tidak penuh menjadi penuh. Noria terbesar di dunia, dengan diameter sekitar 20 meter, berlokasi di Syria kota Hama. Sejak saat itu, Noria menjadi dasar dari sistem irigasi canggih.

Penggunaan Noria menyebar dengan cepat ke berbagai wilayah di dunia. Noria pun menjadi aset negara untuk menjamin distribusi air yang adil. Di beberapa daerah di Valencia saja terdapat sekitar 8.000 noria untuk mengairi daerah pertanian.Selain itu juga alat lain bernama saqiya. Alat ini juga berfungsi untuk mengangkat air dengan menggunakan alat yang berupa roda gigi. Teknologi ini digerakkan oleh binatang peliharaan sepeti keledai atau unta. Teknologi saqiya ditemukan dan dikembangkan Al-Jazari.

Teknologi pengairan lainnya yang berkembang di era Islam adalah qanat. Alat ini digunakan untuk memanfaatkan air bawah tanah dengan menggunakan pipa. Menurut Al-Hassan dan Hill, qanat merupakan contoh pertama operasi pertambangan yang rumit dan berbahaya.Qanat merupakan suatu terowongan yang nyaris horisontal dari sebuah aquifer (lapisan batu, tanah atau pasir yang mengandung sumber air) menuju ke lokasi-lokasi yang membutuhkan air. Dengan teknologi pengangkat air itu, kebutuhan air tetap terpenuhi dalam berbagai musim. Dalam sistem pengelolaan air, peradaban Islam telah memberi inspirasi bagi manusia modern.

Manajemen Sistem Irigasi
Sebagai sumber kehidupan, air begitu penting bagi umat manusia. Tanpa air, kehidupan tak pernah ada di muka bumi ini. Kekhalifahan Islam berupaya mengelola dan mengatur distribusi secara adil. Untuk mengatur dan mengelola tata distribusi air baik untuk kehidupan sehari-hari maupun untuk pertanian diatur melalui manajemen sistem irigasi yang profesional.

Menurut Ahmad Y Hassan dan Donald R Hill, manajemen sistem irigasi yang besar di era keemasan Islam melibatkan berbagai instansi dan lembaga. Sistem irigasi diawasi administrator departemen tenaga kerja, rekayasawan hodrolika, petugas inspeksi, buruh dan tenaga kerja terlatih. Sebuah kerja tim yang harus bener-benar terkoordinasi dengan baik.

''Alokasi air untuk para petani dilakukan dengan dua cara,'' papar Al-Hassan dan Hill. Cara pertama berdasarkan waktu. Saluran yang berasal dari kanal menuju ladang-ladang ditutup dengan tanah padat. Ketika tiba gilirannya untuk mendapatkan air, bendungan kecil itu dibuka dan air dibiarkan mengalir ke tanah yang sedang mendapatkan giliran. Setelah waktunya habis, saluran ditutup kembali.

Alternatif kedua dengan menutup lubang berdiameter tertentu. Dengan demikian air tetap tersedia secara kontinyu tetapi bervariasi dalam kecepatan sesuai laju aliran dari kanal yang mengairinya. Mengelola dan mengawasi distribusi memang tugas berat. Sampai-sampai, otoritas sistem irigasi Sungai Murghab di Tashkent memiliki petugas sebanyak 1.000 orang.
Begitulah, tata air dikelola secara profesional dan adil. Sehingga, semua petani dan masyarakat mendapatkan air secara sama.


Al-Jazari: Pencipta Teknologi Pengangkat Air

Al-Jazari (1136 M - 1206 M) adalah insinyur Muslim terkemuka. Beragam teknologi modern berhasil diciptakannya di abad ke-12 M. Tak salah jika sang ilmuwan didaulat sebagai 'Bapak Teknik Moderen'.Insinyur yang juga didapuk sebagai 'Bapak Perintis Robot' itu juga dikenal dunia sebagai peletak sejarah teknologi modern. Penemu berbagai peralatan teknologi itu bernama lengkap Al-Shaykh Ra'is Al-A`mal Badi`Al-Zaman Abu Al-`Izz ibn Isma`il ibn Al-Razzaz Al-Jazari.

Namanya mengguncang jagad teknologi dunia lewat kitabnya yang fenomenal berjudul Al-Jami `bayn al-`ilm wa 'l-`amal al-nafi `fi sina `at al-hiya (Ikhtisar dan Panduan Membuat Berbagai Mesin Mekanik). Inilah risalah paling penting dalam tradisi teknik mesin Islam, juga dunia.Risalah yang berisi 50 penemuan yang diciptakannya itu mengundang decak kagum para sejarawan teknologi dunia. ''Tak mungkin mengabaikan hasil karya Al-Jazari yang begitu penting.

Dalam bukunya, dia begitu detail memaparkan instruksi untuk mendesain, merakit, dan membuat sebuah mesin,'' ungkap Sejarawan Inggris Donald R Hill dalam tulisannya berjudul Studies in Medieval Islamic Technology.Salah satu temuannya adalah saqiya. Alat pengangkat air ciptaan Al-Jazari itu sungguh modern. Dengan menggunakan roda gigi, alat pengangkat air itu tak lagi menggunakan tenaga hewan. "Jelas sudah bahwa penemu roda gigi pertama adalah Al-Jazari. Barat baru menemukannya pada tahun 1364M," papar White Lynn, ilmuwan Barat. desy

By Republika Newsroom
Selasa, 31 Maret 2009 pukul 10:01:00

Tidak ada komentar:

Posting Komentar