Jumat, 26 Maret 2010

Amanah


Allah menyebutkan bahwa di antara ciri ahli surga adalah menjaga amanah.
(surah Al-Mu’minun: 8)


Menurut Ustadz Sayid Quthub dalam tafsirnya, maksud amanah dalam ayat tersebut adalah amanah iman.

Dari sini kita mendapatkan beberapa pelajaran:

Pertama, bahwa menjaga amanah adalah bagian dari iman.

Rasulullah SAW, menjelaskan bahwa di antara ciri manusia munafiq adalah:

“Bila berbicara berdusta, bila berjanji melanggar dan bila dipercaya mengkhianati.”

Dari sini nampak bahwa masalah amanah “apapun namanya “ seperti: jabatan, harta, anak dan lain sebagainya, suatu saat nanti pasti akan dipertanggungjawabkan di sisi Allah swt.

Kedua, bahwa untuk menjalankan amanah secara jujur dibutuhkan iman yang kokoh.

Sungguh telah terbukti dalam sejarah, bahwa hancurnya sebuah negeri dan terlantarnya kemanusiaan adalah karena kebusukan akhlak pemimpinnya dalam menjaga amanah.

Ingat bahwa segala fasilitas untuk memenuhi kebutuhan manusia sudah Allah sediakan secara seimbang. Tidak mungkin Allah mendzalimi makhluk-Nya. Maka jika ternyata ditemukan ketimpangan di sana-sini itu pasti terjadi karena adanya kedzaliman yang diperbuat oleh manusia sendiri.

Ketiga, kata amanah identik dengan kata aman. Ini menunjukkan bahwa menjaga amanah dan menjalankannya dengan baik itu identik dengan memberikan rasa aman kepada kemanusiaan. Sebaliknya mengkhianati amanah adalah identik dengan menyebarkan kegelisahan bagi kemanusiaan.

Bila seorang kepala rumah tangga tidak amanah pasti penghuni rumah tangga tersebut tidak akan mendapatkan rasa aman.
Istri dan anak pasti akan tercekan kegelisahan sepanjang masa. Lebih luas lagi, bila seorang pemimpin desa tidak amanah, pasti seluruh penduduk desa tersebut akan merasa menderita. Lebih besar lagi, bila seorang pemimpin kabupaten atau propinsi tidak amanah, sungguh bisa dipastikan bahwa seluruh rakyat di kabupaten atau di propinsi tersebut akan terseok-seok, jatuh dalam jurang penderitaan tak terhingga. Lalu bayangkan apa yang akan menimpa sebuah negeri bila sang pemimpin negeri dan seluruh jajaran kebinetnya tidak amanah ?
sumber : http://www.dakwatuna.com/2009/rahasia-amanah/


Pertanyaannya : Apakah dengan mengemban amanah yang lebih banyak, berarti menjadi lebih baik daripada mengemban amanah yang sedikit ?

Jawabannya : Tidak,

Orang yang memiliki amanah yang lebih besar dan lebih banyak, memiliki Tugas dan tanggung jawab yang lebih luas. Dan yang paling utama harus dimiliki yaitu niat dan kesungguhan serta totalitas tanggung jawabnya terhadap amanah itu.

Bukankah justru lebih baik orang yang hanya punya satu amanah dan dia total dalam menunaikan amanahnya itu daripada orang yang memiliki sekian banyak amanah namun amanah-amanah itu terbengkalai, karena dirinya yang tidak bisa mengelola waktu dengan baik atau karena hati dan pundaknya dirasa tidak cukup kuat memikulnya?

( Ini bukan suatu pembenaran bahwa amanah yang dimiliki harus satu saja, lho….. )

Dari Anas bin Malik ra berkata :

Rasulullah saw ditanya : “ Siapakah orang mukmin yang paling sempurna imannya ? ”

Beliau bersabda : “ Mereka yang paling baik akhlaknya kepada keluarganya.”
Dari Umar ra dari Nabi saw bahwasanya beliau bersabda

Masing-masing dari kamu semua adalah pemimpin, dan masing-masing dari kamu semua akan ditanya tentang kepemimpinannya.

Seorang imam (penguasa) yang diikuti oleh orang banyak adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya.

Seorang laki-laki (suami) adalah pemimpin atas penghuni rumahnya dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya terhadap mereka.

Seorang hamba adalah pemimpin dalam harta tuannya dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya.

Seorang istri adalah pemimpin dalam rumah suaminya dan ia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Ingatlah, masing-masing dari kamu adalah pemimpin dan masing-masing dari kamu akan ditanya tentang kepemimpinannya.

Diceritakan bahwa ada seseorang datang kepada Umar bin Al Khaththab ra untuk mengadukan keadaan istrinya. Ketika ia sampai di pintu rumah Umar, ia mendengar Ummu Kaltsum istri Umar sedang ribut dengan Umar.

Orang itu lalu berkata : Saya ingin mengadukan tentang kelancangan istriku terhadap aku, akan tetapi aku melihat Umar juga mengalami hal yang sama. Kemudian ia kembali, akan tetapi Umar ra memanggilnya dan menanyakan apa maksud kedatangannya.

Orang itu berkata : “Sebenarnya saya ingin mengadukan kepadamu tentang keadaan istriku, akan tetapi karena saya mendengar hal serupa dalam rumah tanggamu, maka saya kembali.

Umar ra berkata : Kita harus memaafkannya karena ia mempunyai beberapa hak yang harus kita laksanakan terhadapnya.

Pertama, ia merupakan penghalang bagiku dari api neraka, di mana hatiku merasa tenteram dan jauh dari hal yang haram.

Kedua, ia menjadi penjaga rumah ketika aku pergi dan ia pula yang menjaga hartaku.

Ketiga, ia menjadi tukang cuci pakaianku.

Keempat, ia menjadi ibu bagi anak-anakku.

Kelima, ia menjadi tukang masak makananku.


Orang itu lalu berkata :

“Istriku juga begitu, maka apa yang engkau ma'afkan atasnya, saya juga memaafkannya.”

Anas bin Malik ra meriwayatkan dari Nabi saw, bahwasanya beliau bersabda :

Ada empat jenis nafkah (belanja) yang nanti pada hari kiamat seseorang tidak akan dihisab dengannya, yaitu :

1. nafkah untuk kedua orang tuanya,

2. nafkah untuk buka puasanya,

3. nafkah untuk makan sahurnya

4. dan nafkah untuk keluarganya.


“ Dinar itu ada empat macam, yaitu : dinar yang kamu nafkahkan pada jalan Allah Swt, dinar yang kamu berikan kepada orang-orang miskin, dinar yang kamu belanjakan untuk memerdekakan budak, dan dinar yang dinafkahkan untuk keluargamu. Yang paling banyak pahalanya adalah dinar yang kamu belanjakan untuk keluargamu. ”

Semoga dari penjelasan diatas, kita dapat ber-muhasabah. Berusaha menjadi seorang muslim Indonesia yang baik, yang bisa dipercaya, yang tidak mengecewakan orang-orang yang telah memberikan amanah. Sehingga suatu saat, orang-orang di sekitar kita, orang-orang Non-Muslim akan berkata, " Saya suka Indonesia, saya suka Islam. Muslim Indonesia dapat dipercaya “. Amin

Salam,
Hilman Muchsin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar