Kamis, 11 Maret 2010

Hartamu Adalah Hidupmu!

Saudara-saudaraku rahimakumullah, semoga Allah selalu membimbingmu di atas jalan kebenaran, keyakinan yang lurus, dan kehidupan yang berkah. Allahumma amin.
Untuk kesekian kalinya bangsa Indonesia tertimpa MUSHIBAH BESAR. Inna lillahi wa inna ilaihi ra’jiun. Belum lama lalu Pemerintah RI sepakat menanda-tangani perjanjian perdagangan bebas China-ASEAN. Ini merupakan “prestasi liberalisasi klas 1” di masa 100 hari kepemimpinan jilid II.

China selama ini disebut-sebut sebagai raksasa ekonomi baru. China bukan hanya unggul bersaing dengan negara-negara Asia, tetapi China juga mampu menggoyang dominasi Jepang, Amerika, dan Eropa dalam kancah perdagangan dunia. China membelalakkan dunia dengan ekspansi dagangnya yang “brutal”. Maksudnya, mereka menggempur pasar dunia dengan barang-barang yang harganya sangat njomplang. Misalnya, sepotong roti harga standar 1000 rupiah. Maka roti produk China bisa seharga 200 rupiah, dengan penampilan sama.

Tidak tahulah, bagaimana cara China bisa menekan harga semurah-murahnya itu. Mungkin, disana bahan baku banyak, upah pekerja bisa ditekan semurah-murahnya (kalau perlu tidak dibayar, asal diberi makan), menggunakan bahan-bahan berbahaya (seperti kasus melamin pada produk susu, dan timbal pada mainan anak-anak), serta mereka menggenjot produksi dengan melupakan kelestarian lingkungan sama sekali. Ya, bisa murah memang dengan cara begitu. Cara menipu dan zhalim.

Nah, kini Indonesia mau disuruh bertanding dengan China. Jepang, Amerika, Eropa saja gemetar menghadapi ekspansi China, apalagi kita bangsa Indonesia? Dengan modal apa kita akan memenangkan pertarungan bisnis ini? Sejak Reformasi, bangsa Indonesia lebih concern dengan “pertumbuhan ekonomi”, bukan dengan sektor riil, bagaimana akan siap bertarung melawan produk-produk “sampah” dari China? Ya mushibah dan mushibah belaka kebijakan perdagangan bebas China-ASEAN itu.

Seharusnya kita belajar dari petani-petani Korea Selatan. Saya pernah menyaksikan di TV, ketika pemerintah Korea berniat mendatangkan produk beras dari Amerika, sebagai konsekuensi perjanjian APEC, ribuan petani Korea protes keras. Mereka menentang keras masuknya beras impor dari Amerika. Bahkan salah seorang petani Korea, dia datang ke gedung Parlemen sambil membawa belati. Dia mengancam akan menusukkan belati itu ke tubuhnya, kalau aturan impor beras tidak dicabut. Benar saja, dia “harakiri” demi menolak impor beras dari Amerika. (Maksudnya tentu, tidak menyuruh kita “harakiri”, tetapi perlu sangat militan dalam membela hak-haknya. Petani Korea saja mengerti konsekuensi perdagangan bebas, masak kita tidak?).

Dalam konferensi internasional tentang produk-produk pertanian. Amerika meminta India dan Brasil agar membuka pasar domestiknya agar produk-produk pertanian dari Amerika bisa masuk kesana. India dan Brasil bersedia membuka pasar domestiknya, dengan catatan, Amerika harus mencabut subsidinya untuk para petani Amerika. Maksudnya, di dalam negeri Amerika, Pemerintah setempat memberikan banyak subsidi kepada para petani, sehingga hasil produksi pertanian Amerika menjadi murah, sebab dibantu subsidi. Nah, produk murah itu kalau sampai masuk India dan Brasil, bisa mematikan produk pertanian setempat. Dan Amerika menolak mencabut subsidi bagi petaninya. Bagaimana sikap India dan Brasil? Mereka berdua juga menolak membuka pasar domestiknya.

Lalu bagaimana dengan Marie Elka Pangestu yang ikut dalam konferensi itu mewakili Indonesia. Ternyata, dia hanya bisa menjadi penonton dan bersikap wait and see. Kalau waktu itu seluruh anggota peserta konferensi setuju membuka pasar bagi produk-produk Amerika, saya yakin Marie Pangestu akan setuju juga. Wong, orang kayak begitu tidak memiliki reputasi apapun yang layak dibanggakan, selain menjadi pendukung Liberalisasi.

Saudaraku, Anda harus mulai berani bersikap, untuk menentukan hidup Anda sendiri. Caranya, dengan secara kritis memikirkan cara-cara untuk menyelamatkan harta-benda kita, lalu memanfaatkan harta itu untuk menjalani hidup sebaik-baiknya. Benar, kita tidak berambisi menumpuk-numpuk kekayaan, dan hidup berfoya-foya di atasnya, tetapi kita sangat butuh menyelamatkan harta-benda itu agar bermanfaat bagi kehidupan masyarakat. Jangan sampai, ratusan ribu wanita Indonesia menjadi babu-babu di luar negeri, demi mencari penghasilan; sementara di negeri sendiri, kekayaan diobral untuk orang asing.

Saudaraku, ubahlah hidup Anda saat ini juga! Jika sekarang Anda tidak sungguh-sungguh berperan menyelamatkan harta-benda bangsa ini, nanti Anda sendiri yang akan hidup menderita. Anda akan hidup di bawah telapak kaki orang-orang yang menghargai Anda hanya sebagai “sampah”. Lalu Anda teriak-teriak, lalu menyumpah-nyumpah, lalu Anda menangis berlinang air mata karena menyesal; sementara tidak ada seorang pun peduli dengan tangisanmu. Ketika itu semua sudah terlambat. Ya, karena engkau telah membunuh masa depanmu sendiri!

ISLAM MEMANDANG HARTA


Harta adalah amanah dari Allah Ta’ala untuk kita semua. Harta merupakan rizki yang diberikan kepada kita agar digunakan untuk hidup sebaik-baiknya. Harta adalah energi yang akan menyambung nafas eksistensi hidup kita. Harta bukanlah tujuan, bukan ambisi, bukan pula ideologi. Namun harta adalah ALAT yang diberikan oleh Allah kepada kita, agar kita hidup mulia dengan sarana alat tersebut.
Masalah harta bukanlah masalah kecil, ia sangat serius. Bayangkan, sebagian besar penjajahan, peperangan, serta konflik di dunia modern, pencetus utamanya adalah: Harta! Demi harta pula, bangsa-bangsa Eropa, Amerika, dan Jepang terlibat dalam Perang Dunia I dan II. Selama ratusan tahun (meskipun tidak harus ditulis sebagai 350 tahun) bangsa Indonesia dijajah kolonial, karena alasan harta. Bangsa Asia, Afrika, dan Pasifik menderita penjajajahan Barat, karena harta pula. Apakah kedudukan seperti ini sepele di matamu?
Betapa pentingnya masalah harta ini, Rasulullah Saw pernah ditanya oleh Shahabat Ra tentang kedudukan harta. Jika seseorang memiliki harta, lalu ada yang berniat merampas harta itu, lalu dia lawan, sehingga orang itu meninggal karena membela hartanya. Nabi Saw menegaskan, bahwa dia mati syahid. Dari sini kemudian dipahami bahwa setiap Muslim yang meninggal dalam rangka menentang penjajahan, dia mati syahid.

Hal ini perlu ditegaskan untuk kesekian kalinya, bahwa harta yang kita miliki amat sangat berharga. Bukan untuk dibuat foya-foya, untuk bergelimang kesenangan, untuk berbangga-bangga dengan kekayaan, bukan untuk menumpuk harta, lalu mati sebagai orang bakhil. Bukan sama sekali. Harta merupakan ENERGI yang kita butuhkan untuk survive dalam hidup dan menjadi khalifah di muka bumi.

Para dai, muballigh, ustadz, syaikh, kyai, dll. sering berceramah yang isinya mengecam harta, mengajak para pemuda melupakan urusan dunia, mengajak Ummat berbangga dengan kemiskinan dan faqir, menyeru hidup zuhud secara total, serta mengancam siapapun yang terlalu sibuk bicara tentang dunia. Pemikiran orang-orang ini sungguh sempit, sungguh pendek, dan kurang berwawasan.

Memang dalam konteks KONSUMSI PRIBADI atau KELUARGA, silakan saja kalau seseorang ingin hidup semiskin-miskinnya, agar kelak tidak memberatkan hisab saat di Akhirat. Itu pilihan pribadi, boleh dipilih, jika memang ingin demikian. Tetapi dalam konteks Islam sebagai AGAMA KAFFAH, adalah TERLARANG agama ini jatuh dalam kemiskinan dan kefaqiran. Kemiskinan-kefaqiran yang menimpa Ummat secara umum, akan membukakan pintu-pintu kekufuran, kefasikan, kemunkaran, kezhaliman, bahkan kemusyrikan. Ini adalah sangat terlarang, dan kaum Muslimin tidak boleh membiarkan agama ini lemah karena kemiskinan-kefaqiran.

Peradaban Islam memiliki konsep Baitul Maal. Betapa banyak ajaran Islam yang bicara tentang harta, misalnya Zakat, nafkah, mahar, mut’ah, harta anak yatim, shadaqah, warits, waqaf, hibah, jual-beli, hutang-piutang, ghanimah, fai, jizyah, dll. Bisa dikatakan, urusan harta mendapat porsi perhatian sangat kuat. Sehingga para ulama menyebutkan salah satu dari 5 tujuan Syariat, ialah Hifzhul Maal (menjaga harta).
Sekali lagi, dalam konteks konsumsi pribadi, kalau mau hidup miskin semiskin-miskinnya, silakan saja. Tetapi terlarang bagi Islam (sebagai agama) untuk mengalami kemiskinan dan kefaqiran. Andai bukan karena harta Khadijah Ra, harta Abu Bakar Ra, harta Utsman bin ‘Affan Ra, harta Abdurrahman bin ‘Auf Ra, serta harta kaum Muslimin di masa Nabi dulu, bagaimana Allah akan menolong agama ini?

Tidakkah Anda bisa sedikit saja bahasa Arab, lalu mampu menerjemahkan ayat ini dengan benar: “Tu’minuna billahi wa Rasulilihi wa tujaahiduu fi Sabilillahi bi amwalikum wa anfusikum, dzalikum khairul lakum in kuntum ta’lamuun.” Hendak dipalingkan kemana lagi ayat ini?

Sungguh, kita tidak wajib makan dengan menu macam-macam, tapi kita wajib menjamin bahwa kaum Muslimin sehari-hari bisa makan; dan hal itu butuh harta. Sungguh, kita tidak wajib harus berpakaian indah-indah, tapi kita wajib memastikan bahwa Ummat ini bisa menutup auratnya dengan baik; dan hal itu butuh harta. Sungguh, kita tidak wajib membuat rumah megah, tapi kita wajib memastikan bahwa anak-anak kaum Muslimin dan kaum wanita Muslimah terlindungi di bawah atap rumah yang layak; dan hal itu butuh harta.

Ketika kaum Muslimin mengabaikan urusan harta-benda, karena para dai, ustadz, dan muballigh berlomba-lomba mengkampanyekan hidup miskin-faqir, maka lihatlah pintu-pintu kehancuran Ummat berdiri berbaris-baris di depan kita. Dalam urusan industri, banyak orang memproduksi barang-barang haram dan merusak; dalam urusan media, media-media sekuler terus merusak pikiran dan moral Ummat; dalam urusan pendidikan, anak-anak Muslim didoktrin dengan pemikiran dan budaya yang salah; dalam urusan profesi, wanita-wanita Muslimah disuruh memamerkan dada dan paha, demi gaji yang lebih tinggi; dalam urusan politik, para politisi menghamba kepentingan pemodal, melupakan aspirasi Ummat; dalam segala urusan, Ummat Islam kerap akali tidak sanggup berperan disana, karena mereka miskin dan faqir. Inikah yang diinginkan oleh para dai, ustadz, dan mubbaligh itu? Kehinaan seperti inilah yang mereka ingin capai?

Kita tidak berkepentingan untuk merebut kekuasaan politik, tidak berkepentingan untuk duduk di kursi DPR, Menteri, menjadi Gubernur, Walikota, dsb. Kita hanya berkepentingan menyelamatkan masa depan kehidupan ini. Pemerintah sangat diharapkan pro kebaikan rakyatnya, bukan menjadi pelayan asing. [Tapi perlu diingat juga, ketika Pilpres kemarin, seorang kandidat Wakil Presiden tertentu, dia masih tercatat sebagai anggota eksekutif IMF. Bahkan seorang menteri tertentu juga terkenal sebagai mantan pejabat IMF].

Harus engkau catat dengan tinta tebal: “Di antara negara-negara di Dunia Islam, hanya Indonesia satu-satunya negara kaya yang sangat loyal dalam melayani kepentingan asing.” (Kalau tidak peracaya, silakan luaskan pandangmu dan lihatlah realitas-realitas disana!).

Hartamu adalah hidupmu!
Jagalah hartamu sebaik-baiknya demi kemuliaan hidupmu! Jika bukan engkau sendiri yang harus menjaga hidupmu, maka orang lain tidak akan peduli. Aku disini hanya sekedar memperingatkan, sekuat kesanggupanku!


http://abisyakir.wordpress.com/2010/01/28/hartamu-adalah-hidupmu/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar