Kamis, 11 Maret 2010

Keshalihan Membawa Berkah


Suasana di Madinah begitu mencekam. Hari-hari terasa lamban berjalan. Telah lima tahun Rasulullah dan kaum muslimin tinggal di kota baru itu. Selama masa itu telah banyak peristiwa besar terjadi. Tetapi hari itu kaum muslimin menghadapi peristiwa paling genting sepanjang sejarah perjuangan mereka. Menghadapi saat-saat menegangkan, dikepung kafir Quraisy dan Yahudi dari segala penjuru.

Biang dari semua itu adalah Yahudi Bani Nadhir. Para pembesarnya begitu antusias membakar semangat orang-orang kafir Quraisy. Mengajak mereka menumpas kaum muslimin. Tidak hanya itu. Bani Nadhir juga memprovokasi dan mengajak Yahudi Bani Ghathafan, Bani Fuzarah dan Bani Murrah yang memang telah punya dendam kesumat kepada kaum muslimin. Dalam pada itu, tiba-tiba, Yahudi Bani Quraidhah yang telah terikat perjanjian denganRasulullah dan kaum muslimin juga mengkhianati.

Keguncangan datang berlapis-lapis. Dengan usulan Salman Al-Farisi, kaum muslimin menggali parit. Mereka bahu membahu bekerja keras. Tetapi suasana menakutkan tak serta merta hilang. Apalagi orang-orang munafiq di dalam kota Madinah tidak mau turut bekerja. Siang dan malam silih berganti. Kaum muslimin tidak bisa ke mana-mana. Segalanya begitu menakutkan.

Buku-buku Sirah menulis panjang lebar tentang perang yang dikenal dengan Perang Ahzab (sekutu), atau Perang Khandaq (parit) itu. Allah menggambarkan betapa dahsyatnya goncangan yang terjadi saat itu, seperti dalam firmanNya,
"(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan (mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan, dan kamu menyangka terhadap Allah dengan bermacam-macam prasangka." (QS. Al-Ahzah: 10)

Hingga ketika segalanya mencapai puncaknya, Allah SWT menurunkan karunia dan pertolongan-Nya. Para tentara sekutu itu diobrak-abrik Allah melalui tentaranya di bumi. Dikirimkannya angin topan yang dahsyat dan malaikat. Allah SWT mengisahkan,
"Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan nikmat Allah (yang telah dikaruniakan) kepadamu, ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan. " (QS. Al-Ahzab: 9).

Begitulah. Akhimya Rasulullah dan orang-orang beriman itu diselamatkan Allah. Banyak pelajaran penting dari perang Ahzab. Satu di antaranya, bahwa karunia Allah itu menembus segala batas. Seperti juga angin dan pasir yang menghancurkan tentara sekutu kafir itu, seperti itu pula dalam hidup ini, ada banyak tentara Allah yang bertebaran di muka bumi. Bila Allah berkehendak, mereka bisa diperintahkan menolong kaum muslimin. Mungkin konteksnya tidak selalu dalam medan jihad perang. Tetapi bisa saja dalam lingkup kehidupan sehari-hari seorang mukmin.

Terlalu banyak rahasia hidup yang tidak kita ketahui. Karenanya kita semua sangat berharap kepada karunia Allah. Kita memang boleh berhitung. Tentang apa saja. Juga tentang hidup yang berliku-liku. Tetapi hidup tak selamanya berjalan dalam kalkulasi matematis. Ada ruang lain yang harus kita yakini. Karena di luar diri kita, di luar seluruh makhluk langit dan bumi, ada kekuasan Allah. Itulah ruang lain itu. Kita semua adalah hamba Allah Yang Maha Kuasa. Karenanya, kita perlu kepada kekuatan, pertolongan, dan dukungan Allah. Tidak ada yang bisa hidup tanpa pertolongan Allah.

Allah SWT berfirman, "Jika Allah menolong kamu, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kamu. Dan jika Allah membiarkan kamu (tidak memberi pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu, hendaklah kepada Allah saja orang-orang mukmin bertawakal. " (QS. Ali lmran: 160).

Suka duka hidup ini, sering kali tidak bisa kita tebak. Apa yang menurut kita akan berjalan ke arah yang baik, bisa jadi berujung dengan keburukan. Apa yang kita sangka tidak menyenangkan, ternyata akhirnya sangat membahagiakan. Apalagi musibah, bencana, dan malapetaka, seringkali datang dengan sangat tiba-tiba. Lalu dalam sekejap tatanan hidup secara sosial maupun material yang bertahun-tahun kita bangun menjadi luluh lantak. Nyawa orang-orang yang kita cintai pun melayang.

Tidak semua yang kita rencanakan pasti berhasil. Karena hidup ini bukan lurus tanpa belokan. Terlalu banyak rahasia Allah yang tidak kita ketahui. Kalau sekadar untuk makan atau minum, atau menyambung nyawa, Allah akan memberikannya untuk orang beriman maupun orang kafir. Tetapi soal berkah, pembelaan Allah, karunia, pahala, bimbingan, petunjuk, penghargaan, bahkan janji surga, itu hanya diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin.

Kita tidak sekadar perlu makan atau minum. Bagi seorang mukmin, hidup tidak sekadar mengisi perut dan menyambung nafas. Ada pemaknaan yang jauh lebih tinggi, terhormat, dan mengantarkan kita pada harga diri kemanusiaan yang paling tinggi: sebagai khalifah. Wakil Allah di muka bumi, yang tugasnya beribadah kepadaAllah, memakmurkan bumi, dan menegakkan agama-Nya.

Itu semua semakin menegaskan, bahwa kita harus mendekat kepada Allah. Dengan beragam amal keshalihan. Agar, dengan amal-amal itu, Allah berkenan menurunkan berkah-berkah-Nya, dalam bentuk apapun, yang bisa menjadi penguat perjalanan hidup kita. Dalam bahasa Islam, mengharapkan berkah dengan mempersembahkan amal keshalihan ini disebut dengan tawassul. Artinya, memohon sesuatu kepada Allah dengan terlebih dahulu mempersembahkan amal keshalihan tertentu, yang amal itu sendiri memang dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Allah SWT berf’irman, "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepadaNya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan." (QS. Al-Maidah: 35).

Karunia-karunia itu harus dimohonkan kepada Allah. Dengan cara berusaha semaksimal mungkin agar kita menjadi orang yang shalih. Karena berkah-berkah keshalihan itulah yang diharapkan bisa menurunkan karunia tersebut. Itu pun Sesungguhnya tidak serta merta semua karunia Allah murni karena amal kita. Mungkin kebanyakan merupakan kebaikan (ihsan) dari Allah. Kalau sekadar mengandalkan amal kita, kita bisa menghitung. Sudah seberapakah kualitas amal kita? Sudah seberapa banyak amal keshalihan kita? Tidak akan sebanding dengan karunia Allah.

Bahkan, kadang apa yang kita nikmati dari karunia hidup ini boleh jadi lantaran berkah dari keshalihan orang lain, seperti para da’i yang tak kenal henti untuk terus berjuang di jalan Allah, mencegah kemungkaran dan menyerukan kepada kebaikan, serta mendo’akan kebaikan bagi kita diakhir sholat malamnya, atau orang-orang tertindas yang terus berdo’a, atau orang-orang. miskin yang tetap menjaga kehormatan dirinya, atau para orang tua kita yang setiap malam menangis kepada Allah meminta agar anak-anaknya, yang juga darah dagingnya jangan sampai menjadi sampah masyarakat.

Alangkah bodohnya kita, bila memandang alur hidup ini sangat individual. Merasa diri segala-galanya. Sejarah sendiri membuktikan, mereka yang mendapatkan karunia dari Allah, adalah mereka yang memang telah mempersembahkan kepada Allah begitu banyak keshalihan. Kalau pun tidak banyak secara jumlah, mungkin secara mutu dan kualitas amal. Berkah dan karunia itu tidak gratis, kecuali apa yang memang merupakah kebaikan Allah secara cuma-cuma untuk makhluk hidup-Nya.

Lihatlah para pejuang di jalan Allah. Mereka mempersembahkan puncak tertinggi dari bentuk amal keshalihannya. Lalu gugur di medan jihad. Maka mereka pun mendapat berkah yang sangat luar biasa. Ia dijamin Allah akan tetap hidup di sisinya, sebagaimana firman Allah SWT,
"Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. " (QS. Ali Imran: 169). Selain itu, orang yang gugur syahid bisa memberi syafa’at kepada tujuh puluh orang dari keluarganya. Ia mendapatkan istri para bidadari, dan mendapatkan banyak sekali kemuliaan di surga Allah.

Berkah-berkah keshalihan memang banyak bentuknya. Kadang berupa rezeki yang bermanfaat, anak yang shalih, suami atau istri yang shalih dan shalihat, atau bentuk-bentuk lainya yang masih banyak lagi. Seperti kisah Ummu Salamah sebelum menjadi istri Rasulullah. Ia bertutur, bahwa ketika suaminya, Abu Salamah meninggal, ia sangat sedih. Abu Salamah sendiri seorang sahabat yang terkenal keshalihannya, juga peran besarnya dalam hijrah. Sampai-sampai Ummu Salamah berkata,
"Aduhai, siapakah lelaki Muslim yang lebih baik dari Abu Salamah?"
Tetapi Ummu Salamah berusaha tegar. Ia lantas terus mengucapkan do’ a yang diajarkan Rasulullah.
Allaahumrna ajirni fii mushibatii wakhlufnii khairan minha
(Ya Allah, anugerahi ganjaran dalam musibahku ini, dan berikanlah aku ganti dengan yang lebih baik).

Akhirnya, Ummu Salamah benar-benar mendapat ganti seorang suami, yang tentu lebih baik dari Ummu Salamah. Karena suami yang barunya itu adalah Rasulullah.

Setiap kita bisa mengejar berkah-berkah keshalihan itu. Dari pintu yang bermacam-macam. Karena Allah telah berjanji, dan janji Allah pasti ditepati, bahwa Dia tidak akan menyia-nyiakan siapapun yang beramal shalih. Jalan mengejar berkah keshalihan itu, sebanyak jalan menuju amal kebaikan itu sendiri. Dari yang terkecil hingga yang terbesar. Dari yang bobotnya ringan hingga yang bernilai sangat tinggi.

Hidup ini perlu keberanian. Tetapi keberanian seorang mukmin terlebih dulu dengan iman dan amalnya, sebelum dengan bentuk-bentuk kekuatan lainnya. Siapa yang mendekat kepada Allah sejengkal, Allah akan mendekat kepadanya sehasta. Siapa yang menuju Allah dengan berjalan, Allah akan mendekat kepadanya dengan lebih cepat dari sekadar berjalan. Demikian seterusnya.

Di malam-malam yang tak lagi ada suara. Ketika segala yang bergerak menjadi diam. Ketika hati jauh dari hiruk-pikuk kehidupan yang congkak. Itu adalah saat-saat terindah untuk bersimpuh kepada Allah. Saat yang tepat untuk mendidik jiwa ke puncak kejujurannya, bahwa ternyata kita bukan apa-apa. Bahkan tak bisa memberi jaminan apa-apa bagi detik-detik kehidupan kita berikutnya. Kini, saatnya kita kembali kepada tuntunan Allah, dengan iman dan amal shalih, sebaik dan sebanyak yang kita bisa.

wallahu’alam

http://beranda.blogsome.com/2008/02/19/keshalihan-membawa-berkah/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar