Minggu, 14 Maret 2010

Guncangan itu Perlu

Tentang keguncangan yang melanda di setiap sisi kehidupan. Jika yang berguncang itu bumi, maka yang selalu dibayangkan adalah kerusakan akibat gempa, tanah longsor, atau pun angin puting beliung. Guncang (shock) adalah akibat yang muncul dari sebuah ketidakseimbangan sistem. Keguncangan itu adalah wujud nyata dari upaya alam untuk mencapai satu titik keseimbangan (equilibrium) baru.

Dalam perjalanan mencapai keseimbangan itulah yang menyebabkan rasa sakit, gelisah, jengkel, atau bahkan kerusakan. Haru-biru Pansus Bank Century itu sejatinya juga merupakan guncangan sebagai proses untuk menuju satu titik keseimbangan baru. Di mana peta politik yang semula berada pada titik dominasi satu rezim, menjadi berguncang akibat serangkaian ketidakseimbangan yang menjadi pemicu bagi terciptanya keadaan yang lebih stabil.

Yang sebenarnya menjadi masalah adalah bukan pada guncangan itu sendiri, tetapi lebih pada durasi dan intensitas keguncangan itu, serta titik keseimbangan baru yang belum tentu membuat semua pihak menjadi lebih nyaman. Contohnya, dalam peristiwa gempa bumi, yang menjadi masalah bukan gempa itu sendiri tetapi pada berapa lama dan seberapa besar tingkat keguncangan yang ditimbulkan.

Juga pada haru-biru politik ala Senayan itu, semakin lama keguncangan itu terjadi maka konsekuensi yang ditimbulkan juga akan semakin panjang pula. Minimal ongkos (sosial, politik, finansial) yang digunakan untuk membiayai keguncangan itu pun juga semakin mahal.

Baiklah, saya tidak akan mencoba memaknai keguncangan itu dari sisi yang lain. Bahwa keguncangan itu selalu menimbulkan ketidaknyamanan, sudah dipahami. Tapi bahwa dalam keguncangan itu mengandung sejumlah pelajaran, tak banyak pihak yang menyadarinya.

Sejatinya, Tuhan telah menciptakan dan mendesain alam beserta isinya ini dengan satu sistem keseimbangan yang sempurna. Gaya gravitasi misalnya, adalah sebuah sistem yang sungguh mengagumkan. Tanpa gravitasi, tentu manusia akan mengalami serangkaian kesulitan hidup, bahkan untuk sekadar meludah sekali pun akan menderita ketidaknyamanan. Gaya gravitasi telah menjadi faktor penyeimbang alam yang luar biasa.

Ketika gaya gravitasi itu tidak cukup untuk menyeimbangkan sesuatu yang tengah berada pada titik yang tidak seimbang, maka alam akan memunculkan guncangan-guncangan agar variabel pengganggu (resistor) penyebab ketidakseimbangan itu menjadi tergerak, dan selanjutnya terjadilah proses menuju keseimbangan baru.

Dalam konteks ini, manusia seringkali menjadi pihak yang paling dominan dalam serangkaian proses penguatan resistor itu. Jika ketidakseimbangan itu terus dipertahankan dengan cara merekayasa perkuatan resistor, maka yang terjadi adalah akumulasi energi dari waktu ke waktu, yang pasti akan berujung pada satu malapetaka ledakan (boom).

Dalam perspektif ilmu sosial-politik, penguatan resistor itu seringkali terjadi dalam bentuk rekayasa penguatan untuk mempertahankan eksistensi sebuah rezim kekuasaan. Kita tentu ingat dengan baik bagaimana hebatnya rezim Orde Baru dulu membangun serangkaian resistor dan infrastruktur politik. Yang dihasilkan dari rekayasa ini adalah: kebuntuan, pembungkaman, pelanggaran HAM, dan bentuk-bentuk akumulasi ketidaknyamanan lain yang tertimbun secara akumulatif.

Sesungguhnya, penguatan resistor ala Orde Baru ini tidaklah menghilangkan eksistensi ”kekuatan melawan” itu sendiri. Akibatnya, ketika sumber daya yang digunakan untuk memupuk resistor itu tidak lagi cukup untuk menguatkan benteng pertahanan, maka yang terjadi adalah ledakan dahsyat, sebagai titik kulminasi dari akumulasi kekuatan yang lama terbendung.

Untuk menyikapi hal semacam ini, sesungguhnya yang diperlukan adalah kepintaran dalam mengelola guncangan. Bahwa keguncangan itu diperlukan sebagai katup pengaman untuk menghindari munculnya ledakan dahsyat yang mahal dan menyakitkan.

Guncangan diperlukan, tidak hanya dalam tataran kehidupan makro. Tubuh manusia pun sejatinya juga memerlukan guncangan-guncangan (olah raga), agar sistem yang menjalankan detak hidup ini tidak bergulir secara monoton. Darah harus diberikan guncangan stimulus agar dapat bersirkulasi dengan lancar, bebas dari proses pengendapan aneka macam residu. Otot, pikiran, dan syaraf harus senantiasa diberikan sejumlah guncangan agar ia tetap mampu menjaga metabolismenya. Guncang bisa menjadi obat jika dikelola dengan bener dan pener, yang kemudian dikenal dengan shock therapy.

Amatilah segelas teh hangat di hadapan Anda, tanpa adanya guncangan sendok ke dalamnya, maka gula yang dimasukkan ke dalamnya justru akan mengendap di dasar. Demikian juga dengan hidup ini, shock itu sesungguhnya menyehatkan dan diperlukan. Diksi inilah yang harusnya dipahami – terutama – oleh pihak yang tengah berkuasa. ***

Yogyakarta, 12 Maret 2010.

Illustration appear courtesy: www.shocksoftball.com

http://politikana.com/baca/2010/03/12/guncang-itu-perlu.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar