Selasa, 12 Mei 2009
Mukmin Berdaya dan Memberdayakan
Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih Allah cintai daripada mukmin yang lemah
Rasulullah saw bersabda, “Orang mukmin yang kuat lebih baik dan lebih Allah cintai daripada mukmin yang lemah. Dan pada masing-masing ada kebaikan. Berusahalah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah lemah.” (H.R. Imam Muslim)
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Al-Qadar bab Al-Amru bil-quwwati wa tarkil-'ajzi wal-isti'anati billah watafwidhil-maqadir lillah (Perintah untuk kuat dan meninggalkan kelemahan, meminta pertolongan kepada Allah dan menyerahkan urusan takdir kepada Allah)
Nilai kekuatan seorang mukmin yang paling utama terletak pada kekuatan iman dan takwa. Tapi itu saja belumlah cukup. Kekuatan fisik tidak kalah pentingnya. Itulah pesan yang disampaikan dalam hadis di atas. Tentang hadis ini, Al-Qurthubi menyatakan, "Al-Qowiy (orang yang kuat) dalam hadis ini adalah orang yang kuat badan dan jiwanya dan tinggi semangatnya. Dengan itu dia layak menjalani berbagai tugas ibadah seperti haji, shaum, memerintahkan kepada ma'ruf dan mencegah dari kemungkaran. Dan orang lemah adalah yang sebaliknya." (Dalam Nuzhatul-Muttaqin)
Seorang mukmin tidaklah hidup untuk dirinya sendiri. Kehadiran seorang mukmin dalam kehidupan haruslah memberi arti positif bagi kehidupan itu. Dia hidup untuk memberi kontribusi dan manfaat bagi orang banyak. Kiprah seorang mukmin dalam banyak ruang dan peran kehidupan akan sangat menentukan kualitas kehidupan itu. Ini tidak mungkin dilakukannya jika ia tidak berdaya. Kekuatan seorang mukmin dibutuhkan untuk menghadirkan kemaslahatan dalam banyak ranah kehidupan dan membuat masyarakat berdaya, misalnya dalam hal:
a. Sosial Politik
Salah satu indikasi keberdayaan politis adalah memahami hak dan kewajiban sebagai warga negara; berani mengatakan ‘tidak’ bagi segala yang berada di luar jalur kebenaran; dan sebaliknya siap untuk mendukung bahkan berkorban untuk kebenaran. Islam juga memerintahkan muslim melakukan kontrol kepada penguasa dan pembelaan kepada yang tertindas. Islam telah menetapkan prinsip penting dalam kaitan dengan ini, “Tidak boleh taat kepada makhluk dalam rangka maksiat kepada Al-Khaliq (Allah swt.).”
“Tolonglah saudaramu baik dalam keadaan zalim ataupun dalam keadaan terzalimi.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, kami mengerti tentang membela orang yang dizalimi. Tapi bagaimana membela orang yang zalim?” Rasulullah saw. menjawab, “Anda membimbing tangan mereka (untuk mencegah kezalimannya).” (H.R. Bukhari)
Muslim yang berdaya juga tidak pernah menyerah ketika berjuang menegakkan keadilan agar masyarakat dapat merasakan hak-hak mereka; agar mereka hidup dengan aman dan tenteram; agar mereka dapat merasakan kekayaan alam yang telah Allah karuniakan. Firman Allah swt.:
كي لا يكون دولة بين الأغنياء منكم
وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهوا
واتقوا الله إن الله شديد العقاب
"Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya." (Q.S. Al Hasyr 59: 7)
b. Ekonomi
Rasulullah saw. menjadikan pemberdayaan ekonomi sebagai langkah kedua setelah membangun masjid, ketika tiba di Madinah. Beliau menyadari bahwa kaum Yahudi telah lama menguasai pusat-pusat perdagangan. Bahkan merekalah pemilik pusat-pusat perdagangan itu. Akibatnya mereka menguasai hampir seluruh aset kota Madinah dan daerah-daerah sekelilingnya. Para Yahudi itu melakukan perdagangannya dengan cara monopli sehingga kendali harga berada di tangan mereka. Sungguh sangat tepat ketika Rasulullah saw. memutuskan untuk membangun pusat perdagangan kaum Muslimin. Maka ketika kaum Muslimin dalam perilaku bisnisnya menampilkan sikap dan sifat terpuji, masyarakat serta merta menyambut kehadiran pasar yang dibangun oleh Rasulullah saw. itu dan ini artinya mulai meninggalkan sentra-sentra perdagangan Yahudi. Pada gilirannya pasar berada dalam kendali Rasulullah saw. dan secara ekonomi Madinah beralih ke tangan beliau.
Secara operasional, Rasulullah saw. juga terlibat langsung dalam penyelesaian berbagai masalah ekonomi yang terjadi pada para sahabat. Sampai-sampai beliau membantu melelangkan beberapa barang milik sahabat yang membutuhkan modal. Dalam sebuah hadis disebutkan,
“Seorang lelaki datang menghadap Rasulullah saw. guna mengadukan perihal kemelaratan yang dideritanya, lalu ia pulang. Maka Rasulullah saw. mengatakan kepadanya, ‘Pergilah hingga kamu mendapatkan sesuatu (untuk dijual).’ Orang itu lalu pergi dan pulang lagi (menghadap Rasulullah saw.) dengan membawa sehelai kain dan sebuah cangkir. Orang itu lalu mengatakan, “Ya Rasulullah, sebagian kain ini biasa digunakan keluarga saya sebagai alas dan sebagiannya lagi sebagai penutup tubuh. Sedangkan cangkir ini biasa mereka gunakan sebagai tempat minum.’ Rasulullah saw. berkata, ‘Siapa yang mau membeli keduanya dengan harga satu dirham?’ seorang laki-laki menjawab, ‘Saya wahai Rasulullah.’ Rasulullah saw. berkata lagi, ‘Siapa yang mau membeli keduanya dengan harga lebih dari satu dirham.’ Seorang laki-laki mengatakan, ‘Aku akan membelinya dengan harga dua dirham.’ Rasulullah saw. berujar, ‘Kalau begitu kedua barang itu untuk kamu.’ Lalu Rasulullah saw. memanggil orang (yang menjual barang) itu seraya mengatakan, ‘Belilah kapak dengan satu dirham dan makanan untuk keluargamu dengan satu dirham.’ Orang itu kemudian melaksakan perintah itu lalu datang lagi kepada Rasulullah saw. Maka Rasulullah saw. memerintahkan kepadanya, ‘Pergilah ke lembah itu, dan janganlah kamu meninggalkan ranting, duri, atau kayu bakar. Dan janganlah kamu menemuiku selama lima belas hari.’ Maka orang itu pun pergi dan mendapatkan uang sepuluh dirham. Rasulullah saw. mengatakan, ‘Pergi dan belilah makanan untuk keluargamu dengan uang lima dirham.’ Orang itu mengatakan, “Ya Rasulullah, Allah telah memberikan barokah dalam apa yang kauperintahkan kepadaku.” (H.R. Baihaqi)
c. Kesehatan Fisik dan Kesehatan Lingkungan
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah swt. menurunkan penyakit dan obat. Dan Allah telah menyediakan obat untuk setiap penyakit. Maka berobatlah kalian dan janganlah berobat dengan yang haram.” (Sunan Abu Dawud juz 4 hal. 7 no. 3847).
Ini menunjukkan bahwa keberdayaan dan kekuatan fisik telah menjadi perhatian Islam sejak awal. Islam juga sangat peduli dengan pemeliharaan lingkungan agar tidak terjadi pencemaran atau berkembangnya bibit penyakit. Rasulullah saw. bersabda, “Hindarilah tiga perbuatan terkutuk: buang air besar di sumber-sumber air, di jalan, dan di bawah bayang-bayang (tempat berteduh).” (H.R. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan lain-lain)
d. Pelestarian Alam
Seorang mukmin mendapat amanah untuk menjaga amanah Allah swt. berupa alam semesta ini. Dalam masalah pemeliharaan dan pelestarian lingkungan, Allah swt. berfirman, “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah keberesannya.” (Q.S. Al A'raf 7: 56).
Dalam hadis yang diriwayatkan Abu Dawud, Rasulullah saw. bersabda, “Siapa yang memotong pohon bidara, maka Allah akan membenamkan kepalanya ke dalam neraka.” (H.R. Abu Dawud)
Dalam menjelaskan hadis ini Imam Abu Dawud mengatakan, “Barangsiapa menebang pohon bidara yang tumbuh di tengah lapang yang dipergunakan sebagai tempat berteduh orang yang lewat ataupun binatang, karena main-main dan berlaku zalim, tanpa ada kebenaran padanya, maka Allah akan menenggelamkan kepalanya di neraka.” Ini menegaskan bahwa pepohonan tidak boleh ditebang kecuali sekadar kebutuhan dan itupun harus dengan perhitungan yang cermat.
Islam juga menghargai dan memuji orang yang memfungsikan tanah yang mati atau terbengkalai agar menjadi subur dan produktif. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menghidupkan tanah mati, maka dengannya ia mendapatkan pahala. Dan apa yang dimakan oleh binatang liar, maka dengannya ia mendapatkan pahala.” (H.R. Ahmad)
Bahkan lebih ‘ekstrem’ dari itu, saat akan terjadi kiamat sekalipun, jangan berhenti menanam. Rasulullah saw. bersabda, “Jika kiamat terjadi, sedangkan di tangan seseorang di antara kalian ada benih tanaman, maka selama ia mampu menanamnya sebelum berdiri maka lakukanlah.” (H.R. Bukhari dalam Al-Adabul-Mufrad)
Untuk mewujudkan kemaslahatan dan keberdayaan seperti itu tidak bisa tidak seorang mukmin memerlukan kekuatan dan keberdayaan. Oleh karena itu Rasulullah saw. memesankan,
اِحْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلاَ تَعْجِزْ
"Berusahalah untuk meraih apa yang bermanfaat bagimu dan mohonlah pertolongan kepada Allah dan janganlah lemah." Wallahu a'lam.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar