Jumat, 08 Mei 2009

Teknik Sipil di Era Keemasan Islam


Peradaban Islam di era keemasan telah memberi sumbangan yang begitu besar dalam bidang teknik sipil (civil engineering).Di era kejayaannya, para insinyur Muslim telah berhasil membangun sederet karya besar dalam bidang teknik sipil berupa; bendungan, jembatan, penerangan jalan umum, irigasi, hingga gedung pencakar langit.

Anehnya, beragam karya besar ilmuwan Muslim dalam bidang teknik sipil itu sama sekali tak pernah diungkap para sejarawan teknik sipil. Bila kita melacak sejarah perkembangan teknik sipil, kisah sukses dan pencapaian yang telah ditorehkan para insinyur Muslim di abad pertengahan itu sama sekali tak disebut.

Peradaban Barat, melalui sejarawan teknik sipilnya seakan-akan menutupi keberhasilan dan mengabaikan pencapaian yang telah ditorehkan para insinyur Muslim. Upaya Barat menutupi keberhasilan para insinyur Muslim di zaman kekhalifahan itu pun mengundang protes dan kecaman di kalangan sejarawan teknik sipil di dunia Barat.

''Sangat tak adil dan tak benar,'' cetus Norman Smith dalam bukunya A History of Damsmenanggapi sikap sejumlah sejarawan Barat yang tak mengakui pencapaian para insinyur sipil Muslim. Alih-alih mengakui keberhasilan insinyur Muslim, para sejarawan teknik sipil Barat malah menuding pada era kekuasaan Dinasti Ummayah dan Abbasiyah pembangunan bendungan, irigasi, serta aktivitas teknik lain menurun drastis.

Sejarah teknik sipil yang ditulis Barat menyebutkan bahwa insinyur sipil pertama di dunia adalah Jhon Smeaton yang hidup di abad ke-18 M. Smeaton mengklaim dirinya sebagai insinyur sipil pertama karena mampu membangun Eddystone Lighthouse. Padahal, jauh sebelum itu di abad ke-9 M, peradaban Islam sudah memiliki insinyur sipil terkemuka bernama Al-Farghani. Selain itu ada pula nama Al-Jazari, insinyur sipil terkemuka dari abad ke-13 M.

Lalu apa saja karya besar yang disumbangkan para insinyur Muslim bagi pengembangan teknik sipil? Sejarah membuktikan, di era keemasannya peradaban Islam telah mampu membangun bendungan jembatan (bridge dam).Bendung jembatan itu digunakan untuk menggerakkan roda air yang bekerja dengan mekanisme peningkatan air. Bendungan jembatan pertama dibangun di Dezful, Iran.

Bendung jembatan itu mampu menggelontorkan 50 kubik air untuk menyuplai kebutuhan masyarakat Muslim di kota itu. Setelah muncul di Dezful, Iran bendung jembatan juga muncul di kota-kota lainnya di dunia Islam. Sehingga, masyarakat Muslim pada masa itu tak mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan air bersih.

Selain itu, di era kekhalifahan para insinyur Muslim juga sudah mampu membangun bendungan pengatur air diversion dam.Bendungan ini digunakan untuk mengatur atau mengalihkan arus air. Bendungan pengatur air itu pertama kali dibangun insinyur Muslim di Sungai Uzaym yang terletak di Jabal Hamrin, Irak. Setelah itu, bendungan semacam itu pun banyak dibangun di kota dan negeri lain di dunia Islam.

Pencapaian lainnya yang berhasil ditorehkan insinyur Islam dalam bidang teknik sipil adalah pembangunan penerangan jalan umum. Lampu penerangan jalan umum pertama kali dibangun oleh kekhalifahan Islam, khususnya di Cordoba. Pada masa kejayaannya, pada malam hari jalan-jalan yang mulus di kota peradaban Muslim yang berada di benua Eropa itu bertaburkan cahaya.

Selain dikenal bertabur cahaya di waktu malam, kota-kota peradaban Islam pun dikenal sangat bersih. Ternyata, pada masa itu para insinyur Muslim sudah mampu menciptakan sarana pengumpul sampah, berupa kontainer. Sesuatu yang belum pernah ada dalam peradaban manusia sebelumnya.

Para insinyur Muslim di masa kejayaan juga telah memberi sumbangan bagi pengembangan teknik sipil dengan menemukan beragam peralatan survei. Peralatan untuk meneliti permukaan berupa papan dari kayu dengan timbangan pengukur garis tegak lurus dan dua cantelan. Saat itu juga suda ditemukan alat untuk mengukur sudut, mengukur lebar sungai serta mengukur jarak antara dua titik yang dipisahkan oleh sebuah halangan yang tak dapat dilalui.

Sebelum peradaban Barat berhasil membangun gedung pencakar langit, para insinyur Muslim pada abad ke-16 M telah berhasil membangun gedung pencakar langit di Shibam, Yaman. Tak heran, jika kota itu dikenal sebagai 'kota pencakar langit tertua di dunia.' Inilah contoh pertama tata kota yang didasarkan pada prinsip-prinsip pembangunan secara vertikal.

Di kota Shibam dibangun tak kurang dari 500 tower rumah yang tingginya mencapai 30 meter. Para insinyur teknik sipil Barat untuk pertama kalinya berhasil membangun gedung pencakar langit pertama pada tahun 1885 M. Gedung pencakar langit pertama yang dibangun insinyur barat adalah Home Insurance Building yang tingginya mencapai 42 meter.

Pada abad ke-21 ini, gedung pencakar langit masih berada di negara Muslim yakni di Dubai, yakni Burj Dubai. Pada tahun 1998, gedung pencakar langit tertinggi berada di Malaysia, yakni menara kembar Petronas. Untuk urusan merancang gedung pencakar langit, duania mencatat insinyur Muslim pada abad ke-20 dari Banglades, Fazlur Khan, sebagai 'Einstein Teknik Struktural'.

Insinyur teknik sipil Muslim di abad ke-12 M, juga telah mampu mendirikan menara tertinggi di abad pertengahan. Menara masjid tertinggi itu adalah Qutub Minar yang tingginya mencapai 72 meter. Sedangkan, menara masjid tertinggi di abad ke-21 ini adalah menara Masjid Hasan II yang tingginya mencapai 201 meter. Menara itu dibangun pada tahun 1986.

Salah satu pencapaian lainnya yang berhasil dibangun para insinyur Muslim adalah sistem pemasok air atau sistem irigasi. Saluran irigasi yang dibagun pada zaman kemilau Islam itu hingga kini masih digunakan di dunia Islam atau wilayah bekas kekuasaan Islam di Eropa, seperti Sicilia, Semenjanjung Iberia dan khusunya Andalusia, Aragon, dan provinsi Valencia di Spanyol.

Sistem irigasi yang dikembangkan para insinyur Muslim itu juga telah diadopsi di Kepulauan Canary dan Amerika. Bangsa Spanyol yang memperkenalkannya ke benua Amerika. Hingga kini, sistem irigasi yang dikembangkan para insinyur Muslim itu masih digunakan di Meksiko, Texas, Peru, dan Chili. Begitu banyaknya sumbangan yang telah diberikan para insiyur muslim di bidang teknik sipil. Lalu atas dasar apa peradaban Barat berupaya untuk menyembunyikannya?

Al-Farghani, Insinyur Sipil di Abad IX

Insinyur sipil Muslim dari abad ke-9 M itu bernama lengkap Abu'l-Abbas Ahmad ibnu Muhammad ibnu Kathir Al-Farghani. Ilmuwan yang terlahir di Farghana, Tansoksiana, itu biasa dipanggil Al-Farghani. Orang Barat biasa menyebutnya Al-Fraganus. Sebelum terjun dalam bidang teknik sipil, sejatinya Al-Farghani adalah seorang astronom.

Salah satu karyanya yang terkenal adalah Kitab fi al-Harakat al-Samawiya wa Jawami Ilm al-Nujum(Elemen-elemen Astronomi). Al-Farghani begitu populer sebagai astronom, karena mampu menetapkan diameter bumi sejauh 6.500 mil serta menemukan diameter planet-planet. Di era kepemimpinan Khalifah Al-Mutawakil, Al-Farghani lalu terjun di bidang teknik.

Menurut sejarawan Ibnu Tughri Birdi, Al-Farghani dipercaya untuk mengawasi pembangunan Great Nilometerdi Fustat kota tua Kairo. Pembangunan megaproyek Great Nilometer itu rampung pada tahun 861 M, bersamaan dengan meninggalnya Khalifah Al-Mutawakil. Proyek lainnya yang digarap Al-Farghani adalah pengggalian kanal Al-Ja'fari.

Al-Farghani ditugaskan dua putera Khalifah Al-Mutawakil, yakni Muhammad dan Ahmad, untuk mengawasi proyek penggalian kanal itu. Kanal itu melalui kota baru Al-Ja'fariyah yang dibangun Al-Mutawakil dekat Samarra, di Tigris. Sayangnya, proyek penggalian kala yang diawasi Al-Farghani itu tak terlalu sukses.

Sebab, kanal itu tak bisa mengalirkan air dengan baik, kecuali bila ketinggian Sungai Tigris sedang tinggi. Konon, khalifah pun sempat marah, karena Al-Farghani ternyata salah perhitungan. Akibatnya, dia lebih dijuluki sebagai sebagai insinyur teoritis dibandingkan insinyur praktik. Pada tahun 987 M, Ibnu Al-Nadim mengungkapkan, Al-Farghani berhasil menulis dua buku penting dalam bidang teknik yakni, Kitab al-Fusul, Ikhtiyar al-Majistidan Kitab Amal Al-Rukhmatatau 'Book on the Construction of Sun-dials.



Peninggalan Para Insinyur Muslim



Umat Islam di era kekhalifahan begitu banyak membangun bendungan dengan beragama jenis struktur dan bentuk. Kebanyakan bendungan yang dibangun pada awal perkembangan Islam berada di Jazirah Arab. Salah satu dam yang dibangun itu berada di Qusaybah dekat kota Madinah.

Bendungan itu tingginya mencapai 30 meter dan panjangnya sekitar 205 meter. Di Iran juga terdapat bendungan Kebar yang dibangun pada abad ke-13 M. Inilah bendungan tertua yang masih tetap bertahan. Selain itu, bendungan masa keemasan Islam juga dapat ditemukan di Afghanistan.

Paling tidak ada tiga bendungan yang dibangun oleh Raja Mahmoud Ghaznah (998 M - 1030 M). Bendungan di Afghanistan itu berada dekat ibu kota, Kabul. Para insinyur Muslim di era kejayaan juga membangun bendungan di Spanyol Muslim. Di kota Cordoba, tepatnya di sungai Guadalquivir dapat ditemukan dam tertua yang masih bertahan dan berfungsi peninggalan peradaban Islam di negara itu.

Insinyur Muslim menggunakan metode survei lahan yang mutakhir untuk menetapkan lokasi pembangunan bendungan. Mereka juga sudah mampu membuat tata letak terusan atau kanal dengan sistem yang sangat kompleks. Untuk membuat tata letak kanal, para insinyur Muslim sudah mulai menggunakan astrolabe dan juga perhitungan trigonometri.

Di sekitar Baghdad, air dialihkan ke Kanal Nahwran yang memasok air untuk saluran irigasi. Bendungan yang terbilang mengagumkan berada di Marib, Yaman. Tingginya mencapai 14 meter dan panjangnya sekitar 600 meter. Sayangnya, begitu banyak bendungan yag dibangun pada masa keemasan Islam itu yang dihancurkan tentara Mongol saat melakukan invasi ke dunia Islam.

By Republika Newsroom
Rabu, 18 Maret 2009 pukul 10:59:00

1 komentar:

  1. assalamualaikum, terimakasih pak tulisannya sangat memberikan informasi

    BalasHapus