Senin, 16 November 2009

Berawal dari Rumah


Kita semua adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban tentang apa yang kita pimpin. Mengingat itu, ada pelajaran sangat penting yang diajarkan Rasulullah SAW tentang kepemimpinan, “Sayyidul gaumi khadimuhum” (pimpinan suatu kaum adalah pelayan yang berkhidmat untuk kaumnya).


Seorang pemimpin yang dimuliakan orang lain, belum tentu menjadi tanda bahwa pemimpin tersebut mulia karena pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa berkhidmat dan menjadi pelayan bagi kaumnya.

Seorang pemimpin sejati, mampu meningkatkan kemampuan dirinya untuk memuliakan orang-orang yang dipimpinnya. Dia menafkahkan lebih banyak harta dan segenap kemampuannya. Dia bekerja lebih keras dan berpikir lebih kuat, lebih lama, dan lebih mendalam dibanding orang yang dipimpinnya. Demikianla hpemimpin sejati yang dicontohkanNabi. Bukan sebaliknya, pemimpin yang selalu ingin dilayani, selalu ingin mendapatkan dan mengambil sesuatu dari orang-orang yang dipimpinnya.

Hal yang sangat menakjubkan adalah bertahannya pengaruh kepemimpinan Rasulullah hingga saat ini. Kita bisa melihat bahwa tidak ada satu pun kegiatan ritual di dunia ini seperti shalat dalam Islam. Ia wajib dilakukan sebanyak lima kali sehari.

Semuanya diawali dengan bersuci (berwudhu). Kemudian membuat barisan dengan tertib, dan seluruh dunia menggunakan bahasa yang sama serta arah yang terpusat, sehingga tidak pernah ada satu sisi dunia pun yang tidak bersujud. Semuanya bergiliran dan berlangsung terus-menerus, tanpa henti.

Tidak hanya itu, hal-hal ringan pun berusaha dicontohkan oleh beliau. Mulai dari cuci tangan sampai buang air, semua ada adabnya. Termasuk cara melangkah, semuanya menggunakan etika. Jiwa kepemimpinan dari Rasulullah inilah yang sepatutnya terus menerus kita kaji karena banyak warisan besar beliau yang kurang diperhatikan, khususnya dalam masalah entrepreunership dan leadership beliau.

Padahal, inilah yang menjadi lokomotif penggerak umat. Bila seorang pemimpin kurang baik maka bawahannya cendrung untuk tidak baik pula, karena pada prinsipnya yang dipimpin itu menduplikasi pemimpinnya. Tetapi jika pemimpinnya mulia dan berjiwa seperti Rasul, maka dampak psikologis bagi orang yang dipimpinnya pun akan luar biasa.

Konon, negeri ini memiliki penduduk 250 juta jiwa. Tetapi, sepertinya kita kesulitan dalam mencari sosok pemimpin yang benar-benar bisa diterima oleh banyak kalangan, walaupun memang tidak akan pernah ada pemimpin ideal yang bisa diterima oleh semua. Nabi Muhammad SAW saja yang begitu sempurna, tetap ada yang tidak menerima beliau: adayang mencaci, memaki bahkan memerangi. Padahal akhlak dan tujuan beliau begitu sempurna dan mulia.

Setidaknya kita harus merenung, “Mengapa kita sulit mencari pemimpin di lingkungan manapun?”. Semua ini terjadi karena kita belum mentradisikan latihan kepemimpinan yang dimulai dari rumah, sehingga rumah tangga kita tidak menghasilkan kader-kader pemimpin yang bermutu tinggi. Seorang pemimpin itu tidak selalu identik dengan punya kemampuan memimpin, karena ada yang memiliki jabatan pemimpin sebab diangkat, atau ada juga yang diberikan kepercayaan karena kemampuannya.

Kita membutuhkan sebuah pergerakan baru dalam tatanan bermasyarakat, yang diawali dari rumah tangga agar bagaimana caranya membangkitkan kemampuan memimpin. Seorang ayah harus mampu memimpin keluarganya dengan baik. Seorang ibu dan anak-anak pun dilatih untuk memiliki pola kepemimpinan yang baik, sehingga negara kita memiliki aset sumber daya manusia yang unggul.

Minimal ada empat hal yang harus dilatih di rumah,
Pertama, memiliki kejelasan visi. Mau dibawa ke mana rumah tangga ini? Suami istri harus mempunyai visi, begitu juga anak-anak harus dilatih tentang visi kehidupannya. Setiap anggota keluarga harus terlatih memiliki kemampuan berstrategi membuat perencanaan.

Kedua, Bagaimana menggali potensi, karena anak tidak selalu sesuai dengan keinginan kita. Padahal anak-anak didesain oleh Allah berbeda satu sama lain dan belum tentu sama dengan orang tuanya. Kalau tidak hati-hati, potensi anak yang ada bisa bilang akibat keinginan kita yang keliru.

Ketiga, kemampuan memotivasi satu sama lain. Misalnya, ayah mampu memotivasi keluarganya. Begitu juga ibu, sehingga anak-anak bisa menjadi manusia bijak. Kemampuan memotivasi itu merupakan ciri pemimpin yang baik.

Keempat, kalau kita diberi amanah oleh Allah menjadi seorang pemimpin, maka amanah tersebut harus disempurnakan dari awal sampai akhir sebagai bentuk pertanggungjawaban. Kita harus mencontoh Rasulullah SAW.

Semua itu memberi gambaran kepada kita tentang kesempurnaan akhlak beliau. Dan, itulah pelajaran yang sangat penting dari ilmu kepemimpinan Rasulullah SAW.

Sumber : Buletin Mimbar Jum’at, No. 22 Th. XXIII - 29 Mei 2009
http://mimbarjumat.com/archives/729

Tidak ada komentar:

Posting Komentar