“Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kalian dan sekali-kali janganlah syetan yang pandai menipu, memperdayakan kalian tentang Allah.” (Fathir:5)
Makna Gaya Hidup
Gaya hidup boleh kita artikan, pola tingkah laku sehari-hari yang patut dijalankan oleh suatu kelompok sosial di tengah masyarakat, sesuai tuntunan agama. Seperti melakukan kebiasaan yang baik untuk menciptakan hidup sehat setiap hari, sebaliknya menghindari kebiasaan buruk yang berpotensi mengganggu kesehatan.
Dewasa ini bangsa kita menghadapi persoalan serius dalam masalah gaya hidup, hingga ada pameo; selagi muda foya-foya, tua kaya raya, mati masuk sorga. Imbas dari terbukanya jalur transportasi, komunikasi dan informasi membuat sebagian masyarakat kita terjebak dalam pola hidup instan. Lidahnya, cicipan dan penampilannya seperti bukan dirinya yang dulu, yang sederhana dan tampil apa adanya.
Rupa-rupa Gaya Hidup
Gaya hidup banyak dipengaruhi oleh cara pandang kehidupan seseorang baik terhadap pedoman hidup, tujuan hidup, dasar hidup, kawan dan lawan hidup. Gaya hidup juga dipengaruhi oleh kemajuan infrastruktur dan fasilitas modern yang dimiliki, di samping tentunya latarbelakang agama, pendidikan, etnis dan lingkungan tempat ia tinggal.
Secara khusus gaya hidup dipengaruhi oleh tingkat keimanan seseorang terhadap yaumul akhir. Kesimpulan ini terangkum dalam firman Allah: “Bahkan manusia itu hendak berbuat maksiat terus-menerus. la bertanya: Bilakah hari kiamat itu datang?” (al-Qiyamah: 5-6)
Dengan iman terhadap yaumul akhir, manusia menjadi takut berbuat yang menyalahi aturan hidup Islami. Sebaliknya dia akan pandai berhitung atau menghisab diri dengan amal dan muhasabah. Dia akan selalu semangat mengejar karunia, pahala kebaikan serta janji penghapusan dosa dari Allah s.w.t. (al-Ghasyiyah:25-26)
TIGA GAYA HIDUP
Al-Qur’an membagi gaya hidup manusia berdasarkan agama yang ia anut menjadi 3 (tiga) bagian utama, yaitu:
1. Gaya hidup musyrikin
Ciri-cirinya: Dalam pandangan kaum musyirikin, hidup ini sebatas di dunia fana ini saja, tak ada kehidupan setelah mati (al-An’am:29,32, al-’Ankabut:64). Karena itu, golongan ini bercita-cita sedapat mungkin untuk bisa hidup di dunia ini seribu tahun lagi (al-Baqarah:96). Mereka berkeyakinan, bahwa tidak ada balasan siksa (neraka) maupun pahala (sorga). Allah berfirman: “Dan tentu mereka akan mengatakan (pula): “Hidup hanyalah kehidupan kita di dunia saja, dan kita sekali-kali tidak akan dibangkitkan”. (Qs.6:29). Akibatnya, mereka memandang hidup ini, tidak lebih dari permainan dan senda-gurau (la’ibun wa lahwun). “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali Imran: 185).
Gaya hidup seperti ini, mengarah pada pola pragmatis, yaitu melihat kehidupan dengan kacamata ada tidaknya manfaat bendawi dalam semua hal, termasuk dalam hal pertemanan. Orang yang berpandangan pragmatis cenderung materialistik dan permisivisme (menghalalkan segala cara). Norma-norma susila, hukum dan agama ditepiskannya. Halal-haram ia langgar, yang penting baginya, tujuan dan kepentingan dunia tercapai. Gaya hidup seperti ini, lama-kelamaan berpotensi melahirkan sekularisme dan komunisme. Di mana fungsi agama menjadi mandul bahkan menganggapnya sebagai musuh kemajuan. “majulah bersama dunia, tinggalkan agama,” begitu ideologi yang muncul dari pola hidup pragmatis
Gaya hidup seperti ini dikoreksi oleh Alllah s.w.t lewat firman-Nya, seperti dalam kutipan ayat di atas.
2. Gaya hidup ahlul kitab
Ketika Rasulullah diutus, secara umum gaya hidup ummat manusia dibagi dua; ada yang mengikuti pola ahlul kitab, yaitu Yahudi dan Nashrani; dan ada yang mengikuti pola Zanadiqah yaitu agama yang tidak puny a basis kitab suci, mereka terdiri ahlul ilhad (pengingkar), ahlu dhalal (golongan sesat) dan ahlul jahl (bodoh terhadap Tuhan). Adapun gaya hidup Ahlul kitab antara lain dapat disimak dalam surat at-Takatsur, yaitu gaya hidup hedonistis (Yahudi) dan materialistis (orang Arab) di zamannya.
* Pola hidup Quraisy
Ibnu Abbas, Muqatil dan al-Kalbi meriwayatkan: B ani Abdi Manaf dan Bani Sahm, keduanya punya kebiasaan tidak baik di tengah kaum muslimin, karena suka pamer kehormatan dan keglamouran. “Apa yang kalian punya, pada kami juga ada bahkan lebih banyak dari yang kalian punya.” Simbol kehormatan sosial mereka adalah kekayaan, keberanian dan ketangkasan mengalahkan lawan. Ayat ini adalah sebagai jawaban balik atas sikap mereka.
* Gaya hidup Yahudi
Muqatil dan Qatadah (mufassir Tabi’in), juga mufasir lain melaporkan: surat at-Takatsur turun menyangkut gaya hidup mewah Yahudi, mereka mengatakan: “Kekayaan kami lebih banyak dari suku manapun. Komunitas kami, juga lebih banyak dari kalian. Gaya hidup demikian, sampai membuat mereka lupa daratan, hingga pada umumnya mereka hidup dan mati dalam keadaan sesat.”
* Pola hidup Munafikin
Ibnu Abi Hatim dari Abu Sa’id al-Asyji dari Abu Usamah dari Shalih bin Hayyan dari Ibnu Buraidah, ia berkata: Ayat ini turun sebagai counter terhadap kemewahan dan kebanggaan antara mereka. Satu dengan yang lain membanggakan jago-jagonya. “Adakah di antara kalian yang setara dengan status sosial Fulan bin Fulan.” Keduanya tidak ada hentinya membanggakan prestasi etnis dan harta kekayaan kawanny a yang masih hidup (menjabat), sampai pergi kekuburan. Dan beralihlah kebanggaan dari yang hidup kepada yang mati.”
Dapat disimpulkan bahwa: bahwa gaya hidup glamour dan pamer kemewahan seperti diuraikan di atas; bagi orang kafir adalah sebagai “istidrdj” yaitu menjerumuskan mereka dengan berangsur-angsur kepada kerugian, walaupun dari penampilan luar, mereka beruntung. Sedang bagi orang-orang mukmin kenikmatan hidup ini merupakan “fitnah” yaitu cobaan, apakah ia mampu dan sanggup menggunakan dan memanfaatkannya kepada hal-hal yang diridhai Allah swt. atau tidak?
3. Gaya hidup Islami
Antara lain dapatdisiniakdalamfirmanAllah: “Dan carilah pada apayang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, danjanganlah kamu melupakan bagianmu dari (keni’matan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, danjanganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”(al-Qashash:77)
Ada tiga kesimpulan utama yang bisa ditarik dari ayat ini:
* pertama, pola keseimbangan dalam hidup (dunia-akhirat)
* kedua, pola hidup tetap Ihsan
* ketiga, pola hidup tidak merusak
Pada ayat sebelumnya Allah s.w.t menerangkan empat macam nasihat dan petunjuk yang ditujukan kepada Qarun sebagai gambaran gaya hidup materialisme dan hedonisme. Barangsiapa mengamalkan nasihat dan petunjuk itu, niscaya akan memperoleh kesejahteraan di dunia dan di akhirat kelak, yaitu :
1. asas pemanfaatan harta,
2. asas kesederhanaan dan pola hidup bersahaja
3. hidup dengan amal jama’I
4. saling mencegah dari pola hidup merusak.
Gaya Hidup Dalam Bahasa Kesehatan
Di atas sudah dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan gaya hidup sehat adalah “segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.” (Hasil Konferensi Nasional Promosi Kesehatan 2003)
Secara umum gaya hidup sehat ialah pola hidup berdasarkan aturan;baik aturan agama (wahyu), aturan negara (hukum) dan aturan kesehatan (lingkungan). Dari sini makin terasa, bahwa sehat adalah kebutuhan dasar yang harus diperjuangkan
Setidaknya ada 3 (tiga) gaya hidup sehat menurut pilar Visi “Indonesia Sehat” yaitu:
1. tidak merokok dan madat
2. beraktivitas fisik secara cukup, dan
3. mengkonsumsi makanan bergizi.
Dengan 3 pilar ini ungkap sebuah penelitian, penyakit tekanan darah tinggi dapat berkurang 55%; stroke & jantung koroner dapat berkurang 75%; diabetes dapat berkurang 50%; tumor dapat berkurang 35%, usia rata-rata dapat diperpanjang 10 tahun ke atas dari rata-rata usia harapan hidup manusia Indonesia. Semua ini diraih tanpa mengeluarkan uang sesen pun! jadi gaya hidup sehat sangat mudah, tapi efeknya luar biasa.
Manfaat Ukhrawi Gaya Hidup Sehat
1. Dapat melakukan serang-kaian ibadah ‘ammah maupun khasshah secara sempurna (ada’an) termasuk dapat bersilaturahim dan menjalin persahabatan dengan orang lain. Rasulullah s.a.w bersabda: Dari Jabir ia berkata: Rasulullah s.a.w pernah menjenguk sahabat yang sakit. Nabi melihat orang itu shalat dengan duduk di atas bantal. Beliau membuang bantal itu, sambil bersabda: “Shalatlah di tanah, jika mampu. Bila tidak, kerjakan dengan isyarat. Jadikanlah sujudmu lebih rendah dari rukukmu.” (HR. Baihaqi dalam as-Sunan (2/306), disahihkan oleh Imam Abu Hatim).
2. Bisa bekerja mencari nafkah dengan baik, sesuai bunyi do’a setelah makan. “Dari Abi Umamah bahwasanya Nabi SAW adalah apabila telah selesai dari makannya atau makanan diangkat dari meja makan beliau berdo’a yang artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah mencukupi kami dan memberi minum kami, yang memberi makan bukan yang diberi makan dan bukan diingkari nikmatnya.” Terkadang Nabi mengucapkan: “segala puji bagi Allah Tuhan Kami yang senantiasa mencukupi, tidak meninggalkan kami dan selalu mencukupi kebutuhan kami, duhai Tuhan kami.” (HR. Bukhari (II 106no.:5142-5143), al-Hakim (I/203/ 2003)) Ahmad (Musnad Syamiyin, Juz IV)
3. Kesehatan itu adalah mahkota bagi kehidupan manusia yang harus dilestarikan. Melepaskan mahkota kesehatan berarti menjerumuskan hidupnya pada kehancuran.
Kecuali itu, Kesehatan termasuk bagian pokok dari sumber kebahagiaan manusia:
Hamid Allaffaf berkata: “Kami telah mencari empat macam hal pada empat tempat, tapi kami keliru jalan, ternyata kami temukan ke empat macam hal itu pada empat tempat yang lain:
1. Kami telah berusaha menjadi orang kaya dengan cara mengumpulkan harta, ternyata kekayaan itu kami dapati di dalam hati yang mencukupkan dengan apa yang ada (qana ‘ah);
2. Kami telah berusaha mencari suasana senang dan santai dengan memiliki banyak fasilitas, tapi ternyata perasaan santai itu justru kami dapati setelah kami tidak memiliki apa-apa;
3. Kami telah berusaha mencari kenikmatan dengan memakan makanan-makanan yang enak-enak, tapi ternyata kenikmatan itu ada pada badan yang sehat;
4. Kami telah mengejar uang (rizqi) di muka bund, ternyata rezeki itu kudapati ada di langit.(lmam Ibnu Hajar al-Asqalani, al-Isti’dadLi Yaum al-Ma’ad, Bab: Ruba’iy. Get. Maktab al-Islami, tth.hal. 49)).
Sumber : Buletin Dakwah No. 04 Thn.XXXV Jum’at ke-4 25 Januari 2008
http://mimbarjumat.com/archives/18
Tidak ada komentar:
Posting Komentar