Minggu, 29 November 2009

Pemanasan Global Lebih Buruk dari Perkiraan



Sejak persepakatan Kyoto tahun 1997 tentang pemanasan global, perubahan iklim justru menunjukkan gejala memburuk dan makin cepat - melebihi perkiraan terburuk ditahun 1997.



Ketika dunia selama belasan tahun bicara tentang pemanasan global, lautan Artik yang tadinya beku kini mencair menjadi jalur-jalur baru perkapalan. Di Greenland dan Antartika, lapisan es telah berkurang triliunan ton. Gletser di pegunungan Eropa, Amerika Selatan, Asia, dan Afrika menciut sangat cepat.

Bersama itu pula, menjelang konferensi tingkat tinggi iklim di Kopenhagen bulan depan, fakta-fakta perubahan iklim lainnya terus berlangsung, antara lain:

* Semua samudera di dunia telah meninggi 1.5 inchi

* Musim panas dan kebakaran hutan makin parah di seluruh dunia, dari Amerika bagian barat hingga Australia, bahkan sampai Gurun Sahel di Afrika utara.

* Banyak spesies kini terancam karena berubahnya iklim. Bukan saja beruang kutub yang kepayahan bermigrasi (yang telah menjadi ikon pemanasan global), tapi juga pada kupu-kupu yang sangat rapuh, berbagai spesies kodok, dan juga pada hutan-hutan pinus di Amerika utara.

* Temperatur selama 12 tahun terakhir lebih panas 0.4 derajat dibandingkan dengan 12 tahun sebelum 1997

Sebelumnya, di tahun 90'an, para peneliti tak ada yang memperkirakan perubahan iklim akan separah saat ini, dan tak ada yang mengira semuanya akan terjadi secepat ini. "Penelitian terakhir menyatakan bahwa keadaan kita lebih pelik dari yang tadinya disangka," kata Janos Pasztor, penasehat iklim bagi Sekjen PBB, Ban Ki-moon.

Sejak perjanjian untuk mengurangi polusi gas berefek rumah kaca ditandatangani di Kyoto, Jepang, Desember 1997, level karbondioksida di udara telah meningkat 6,5 persen. Petinggi dari seluruh dunia akan bertemu lagi di Kopenhagen bulan depan untuk membentuk suatu perjanjian lanjutan, yang menurut Presiden Barack Obama "akan berdampak langsung secara operasional .... dan merupakan kemajuan dalam usaha menyatukan dunia untuk mencari pemecahan."

Meski begitu, nyatanya usaha terakhir di Kyoto tak mendapatkan hasil yang diinginkan.

Dari 1997 hingga 2008, emisi karbondioksida di dunia akibat penggunaan bahan bakar fosil telah meningkat 31 persen; emisi gas berdampak rumah kaca di Amerika juga naik 3,7 persen. Emisi dari China, yang kini merupakan penyebab polusi terbesar untuk jenis ini, telah berlipat dua selama periode 12 tahun ini. Ketika senat AS keberatan atas persetujuan terdahulu dan Presiden George W Bush mengundurkan diri dari hal itu, artinya 3 penyebab polusi terbesar dunia - AS, China, dan India - tak berpartisipasi dalam perjanjian pengurangan emisi itu. Negara berkembang tak diikutsertakan dalam protokol Kyoto dan kini hal itu akan menjadi salah satu masalah utama di Kopenhagen.

Dan gas berefek rumah kaca ternyata lebih kuat dampaknya dan lebih cepat terbentuknya daripada perkiraan, kata para ilmuwan. "Di tahun 1997, dampak dari perubahan iklim dipandang rendah; kini rasio perubahan makin cepat," kata Virginia Burkett, peneliti perubahan iklim global dari Survei Geologis AS.

Pernyataan terakhir itu mengkhawatirkan mantan Wapres Al Gore, yang membantu menengahi perjanjian menjelang akhir pertemuan di Kyoto. "Perbedaan yang paling serius yang kita alami adalah percepatan krisis itu sendiri," kata Gore dalam wawancara bulan ini.

Tahun 1997, pemanasan global adalah bahan pembicaraan ilmuwan bidang iklim, pakar lingkungan, dan pelobi kebijakan. Sekarang para pakar biologi, pengacara, ekonom, insinyur, analis asuransi, manajer resiko, pakar bencana alam, pedagang komoditas, ahli nutrisi, pakar etika, dan bahka psikolog turut terlibat dalam topik pemanasan global.

"Kita telah berjalan dari 1997, dimana pemanasan global adalah masalah abstrak di kalangan cendikiawan, hingga sekarang dimana masalah ini dibicarakan semua orang," kata Andrew Weaver, ilmuwan bidang iklim dari Universitas Victoria.

Perubahan dalam 12 tahun terakhir yang paling mengkhawatirkan para ilmuwan adalah yang terjadi di Artik, dimana lautan es musim panasnya lumer, dan hilangnya massa es beralas daratan pada lokasi-lokasi kunci di seluruh dunia. Semuanya terjadi jauh lebih cepat dari perkiraan.

Dahulu di tahun 1997 tak ada orang yang menyangka bahwa lautan es di Artik bisa meleleh - ini dimulai kira-kira 5 tahun yang lalu, - kata Weaver. Dari 1993 hingga 1997, es di lautan biasanya mengecil kira-kira menjadi 2,7 juta mil persegi di musim panas. Dalam lima tahun terakhir rata-rata hanya menjadi 2 juta mil persegi. Selisih itu sebesar Alaska.

Antartika mengalami peningkatan es laut yang kecil, dikarenakan efek dingin dari lubang di ozon, menurut Survei Antartika Inggris. Dalam waktu bersamaan, bongkah-bongkahan besar dari lapisan es lepas dari semenanjung Antartika.

Walau es di Samudera Artik tak meningkatkan permukaan laut, tapi lumernya lapisan es raksasa dan gletser bisa menaikkan permukaan laut. Kedua hal tersebut terjadi dengan cepat di kedua kutub bumi.

Pengukuran menunjukkan bahwa sejak tahun 2000, Greenland telah kehilangan lebih dari 1,5 triliun ton es, sementara Antartika 1 triliun ton sejak 2002. Menurut beberapa laporan dari Dewan Antar-Pemerintahan untuk Perubahan Iklim, para ilmuwan tidak mengantisipasi hilangnya lapisan es di Antartika, kata Weaver. Dan rasio kecepatan melelehnya es makin tinggi, sehingga lapisan es di Greenland kini meleleh dua kali lebih cepat dibanding tujuh tahun lalu, sehingga meninggikan permukaan laut.

Gletser di seluruh dunia menciut tiga kali lebih cepat dibanding tahun 1970'an dan rata-rata tiap gletser telah kehilangan es setebal 25 kaki (7,62 m) sejak 1997, kata Michael Zemp, peneliti di Badan Pengawan Gletser Dunia di Universitas Zurich.

"Gletser adalah pengukur iklim yang handal, " kata Zemp. "Yang terjadi adalah hilangnya es yang makin cepat."

Dan permafrost - yaitu kawasan beku di utara juga meleleh dengan kecepatan yang mengkhawatirkan, kata Burkett.

Ada satu lagi dampak pemanasan global - baru diketahui setelah tahun 1997 - yang membuat ilmuwan gigit jari. Semua samudera makin asam karena banyaknya karbondioksida yang diserap oleh air. Ini menyebabkan pengasaman, suatu isu yang bahkan tak diberi nama hingga beberapa tahun terakhir.

Air yang lebih asam akan merusak karang, kerang, dan plankton, yang ujungnya mengancam rantai makanan di lautan, kata para bakar biologi.

Di tahun 1997, "tak disebut perihal tumbuhan dan satwa" dalam hal pemanasan global. Namun kini keduanya ikut terancam, kata pakar biologi Universitas Stanford, Terry Root. Kini para ilmuwan sedang memikirkan spesies mana saja yang bisa diselamatkan dari kepunahan dan mana yang sudah tak tertolong. Beruang kutub adalah spesies pertama di daftar federal untuk spesies terancam, dan hewan sejenis kelinci kecil dari Amerika, Pika, kemungkinan juga terancam.

Lebih dari 37 juta hektar hutan pinus di Kanada dan Amerika telah dirusak oleh kumbang yang tak mati (terkendali populasinya) karena musim salju tak sedingin dahulu lagi. Dan di Amerika bagian barat, jumlah daerah yang mengalami kebakaran berlipat.

Penampung Sungai Colorado, penyedia air besar untuk Amerika Barat, hampir penuh di tahun 1999, tapi di tahun 2007 setengah dari persediaan air telah hilang setelah daerah itu menderita kemarau berkepanjangan terparah dalam catatan seabad.

Kerugian asuransi dan pemadaman listrik menjulang dan para ahli mengatakan bahwa pemanasaan global turut ada andilnya juga di sini. Jumlah pemadaman listrik sehubungan cuaca di Amerika dari 2004-2008 tujuh kali lebih tinggi dibanding tahun 1993-1997, kata Evan Mills, kata staf peneliti dari Lab. Nasional Lawrence Berkeley.

"Pesan dari segi ilmu pengetahuan ialah bahwa kini kita tahu lebih banyak dibanding tahun 1997, dan semuanya kabar buruk," kata Eileen Claussen, ketua dari Pusat Perubahan Iklim Global di Pew. "Keadaannya lebih parah dari perkiraan manapun."

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/xml/2009/11/24/0826156/pemanasan.global.lebih.buruk.dari.perkiraan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar