Senin, 16 November 2009

Menuju Pintu Ampunan Allah



Pada hakikatnya, setiap orang beriman mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan Allah SWT. Dia berfirman, “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, (maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat.” (QS Al-Baqarah [2]: 186).

Kedekatan seorang Mukmin dengan Allah, mendatangkan manfaat sangat besar. Tidak ada doanya yang tidak dikabulkan, tidak ada dosanya yang tidak diampuni, tidak ada kesulitannya yang tidak dimudahkan. Bahkan, gerak ibadahnya terasa nikmat karena didasarkan pada rasa cinta kepada Zat Yang Maha agung.

Karena itu, setiap Mukmin hendaknya menjaga kedekatan dengan-Nya. Memang istiqamah di jalur ini berat. Bahkan, bagi sebagian orang teramat berat. Imam Al-Ghazali dalam bukunya Minhaj Al ‘Abidin mengingatkan, menjaga kedekatan dengan Allah tidaklah mudah. Godaan setan dan gejolak hawa nafsu akan terus menghadang.

Begitu pandai setan menggoda, hingga banyak muncul lelucon bahwa dosa kecil adalah biasa, sedangkan dosa besar dapat dihapus di hari tua dengan giat ibadah.

Dalam sebuah riwayat Ibnu Mas’ud mengatakan, “Orang yang benar-benar beriman, ketika melihat dosa-dosanya, ia seperti duduk di bawah gunung. la khawatir kalau puncak gunung itu jatuh menimpanya. Adapun orang munafik, ia memandang dosanya seperti menghalau lalat di ujung hidungnya.” (HR Bukhari).

Al-Ghazali berpendapat, hanya dengan pertolongan Allah SWT, seorang Mukmin dapat selamat melewati ujian-ujian tadi. Dan, bagi yang berhasil, akan memperoleh kedudukan tinggi di hadapan Allah, dan berbahagia selamanya.

Dengan demikian, sifat Allah yang rahman dan rahim senantiasa memberikan harapan akan magfirah-Nya jika ia benar-benar berbenah. Dalam sebuah hadis Qudsi disebutkan, “Barang siapa yang mendekat kepada-Ku satu jengkal maka Aku akan mendekat kepadanya satu hasta. Barang siapa yang mendekat kepada-Ku satu hasta, Aku akan mendekat kepadanya satu depa. Barang siapa yang mendekat kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan menyongsongnya dengan berlari kecil.” (HR Bukhari).

Hadis ini pun sangat baik untuk pelajaran. Sebuah riwayat dalam Shahih Muslim menceritakan betapa gembiranya lelaki yang berada di tengah gurun pasir. Tiba-tiba ia kehilangan untanya yang membawa semua perbekalannya.

Karena rasa lapar dan haus, ia tertidur. Ketika bangun, ia mendapati untanya telah kembali lengkap dengan perbekalannya. Betapa gembira hatinya sampai-sampai ia salah ucap, “Ya Allah, Engkau hambaku dan aku tuan-Mu!”

Terlepas dari kesalahan ucap itu, sungguh kegembiraan Allah terhadap orang yang bertaubat kembali ke jalan-Nya, jauh lebih besar dari kegembiraan orang yang menemukan lagi kebutuhan hidupnya.

Penulis : Zaenal Arifin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar