Kamis, 19 November 2009

Klarifikasi


Pada masyarakat modern, berita atau informasi tidak saja merupakan kebutuhan pokok, tetapi juga tulang punggung dari kehidupan itu sendiri. Tapi, jangan lupa, bahwa berita itu adakalanya benar dan ada pula yang bohong, bahkan ada pula berita yang hanya gosip belaka yang sengaja disiarkan oleh orang-orang jahat dan tidak bertanggung jawab.

Itu sebabnya, Allah SWT mengingatkan kaum beriman agar kritis dan pandai memilah dan memilih berita, apalagi berita besar yang disebarkan orang yang jahat (fasik).

Firman-Nya, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujurat [49]: 6).

Ayat ini, menurut riwayat yang masyhur, seperti dinukil semua pakar tafsir, turun berkenaan dengan Walid ibn Uqbah, seorang sahabat yang ditugaskan oleh Nabi untuk memungut pajak di kalangan Bani Mushthalag.

Di tengah jalan Walid mendengar kabar bahwa Bani Mushthalag menolak kedatangannya dan bermaksud membunuhnya. Walid lantas kembali ke Madinah dan melaporkan halnya kepada Rasulullah SAW. Lalu, turun ayat ini, membantah berita buruk itu.

Menyikapi berita besar yang berkembang di masyarakat, kaum Muslim berdasarkan ayat di atas diperintahkan melakukan klarifikasi atau tabayyun. Klarifikasi itu, menurut sejumlah pakar tafsir, seperti Ibn Asyur dan juga Thabathaba’i, mencakup setidak-tidaknya tiga langkah berikut ini.

Pertama, tatsabbut, yaitu kegiatan penyelidikan dan penelitian untuk menemukan kebenaran atau menemukan kepastian mengenai fakta yang sebenarnya mengenai suatu masalah. Tatsabbut ini merupakan lawan dari sikap tergesa-gesa. Kata Nabi, “Tatsabbut itu datang dari Allah, sedangkan sikap tergesa-gesa datang dari setan.”

Kedua, tasannud, yaitu penyelidikan dan penelitian mengenai keadaan rangkaian para pembawa berita. Di antara mereka tidak boleh ada orang jahat (fasik). Kata Ibn Katsir, seorang Muslim tidak boleh menerima berita orang jahat. Riwayat dan kesaksian mereka tak boleh dijadikan sebagai dasar penetapan hukum.

Ketiga,
kaum Muslim tidak boleh bersikap bodoh, baik bodoh dalam arti tidak tahu, maupun bodoh dalam arti bertindak kasar di luar koridor hukum.

Ini berarti, kaum Muslim perlu mengkaji dan meneliti kebenaran suatu berita, termasuk memilah dan memilih berita mana yang penting untuk diselidiki. Sebab, jika tidak, kita akan ditimpa kerugian besar lantaran telah membuang-buang waktu dan energi karena provokasi dari orang-orang jahat.

Penulis : A Ilyas Ismail
http://mimbarjumat.com/archives/992

Tidak ada komentar:

Posting Komentar