Sabtu, 28 November 2009
Menangis Sebagai Tanda Kelembutan Hati
Seorang yang beriman kepada Allah pasti akan sedih apabila tidak dapat bersedekah karena tidak memiliki harta, akan takut apabila azab akan menimpa dirinya sewaktu-waktu, akan harap apabila nanti dimasukkan ke dalam syurga, akan gembira apabila imannya terus kekal hingga ke penghujung usia.
Seorang yang betul-betul beriman dan senantiasa bertambah keimanannya akan semakin peka dan mudah merasai sesuatu, karena semua perkara akan dilihat dari kehendak-kehendak Allah, bukan dari kehendak-kehendaknya. Pertanyaan yang selalu hadir dalam hidupnya adalah : Allah meridhoi saya atau tidak ? Allah mencintai saya atau tidak ? Adakah Allah memurkai saya ? Adakah Allah mengazab saya ? Adakah Allah meninggalkan dan mengabaikan saya ? Hanya Allah, Allah, Allah dan Allah yang sentiasa ada dalam hidup mereka.
Apabila diberitahu bahwa ia dapat pergi ke Tanah Suci tahun depan maka ia menangis. Apabila dapat melihat Ka’bah ia menangis. Apabila dapat dengan
sempurna menunaikan ibadah haji ia menangis. Apabila merasakan gempa bumi ia menangis. Apabila melihat ramai manusia yang lalai dan dalam kebodohan ia menangis. Apabila menyadari bahwa amal belum seberapa ia menangis. Apabila mendengar ayat-ayat Al-Quran tentang neraka ia menangis. Apabila mendengar ayat-ayat tentang syurga ia menangis. Singkat kata, dengan keimanannya itu ia menjadi lebih banyak menangis.
Menurut Imam Al-Qurthuby bahwa menangis yang seperti itu adalah menangis yang terpuji. Hamba itu menangis sebagai pertanda (penunjuk) kelembutan hatinya.
Semakin lembut hati yang kita miliki maka semakin tinggilah kedudukan kita sebagai hamba Allah.
Di dalam sebuah hadits yang disampaikan oleh Sa’ad bin Abi Waqqaas disebutkan bahwa beliau mendengar Rasulullah bersabda :
“Menangislah ! Apabila kamu tidak bisa menangis maka buat-buatlah untuk dapat menangis !” [H.R. Ibnu majah]
Dalam sebuah hadits diceritakan bahwa ketika terjadi gerhana matahari maka Rasulullah menunaikan sholat gerhana. Rasulullah melamakan berdiri, ruku’ dan sujud, dan ketika bersujud Rasulullah menangis. (lihat hadits riwayat An-nasa’i dalam bab gerhana matahari).
Dalam hadits yang lain diriwayatkan bahwa seorang sahabat mendekati Rasulullah yang sedang sholat dan mendengar suara gemuruh dari dada baginda disebabkan karena menangis. (H.R. Abu Daud).
Ketika mentafsirkan surah Al-Israa ayat yang ke-109, Imam Al-Qurthuby menyebutkan bahwa kita dibolehkan menangis di dalam sholat, ayat tersebut sebagai dalilnya, dan tangisan tidak memutuskan atau mencemari sholat yang sedang kita lakukan.
Juga diriwayatkan bahwa ketika mencium Hajarul-Aswad Rasulullah menangis sangat lama, selepas itu Rasulullah menoleh ke samping dan melihat Umar bin Khattab juga menangis. (mafhum hadits riwayat Ibnu Majah dalam bab Manasik).
Dalam hadits yang lain pula diriwayatkan bahwa Rasulullah mengangkat kedua tangan baginda memohon kepada Allah supaya umat baginda diselamatkan dan dijauhkan dari azab, lantas Rasulullah menangis. Lalu Allah berfirman kepada malaikat Jibril supaya pergi mendatangi nabi Muhammad dan menanyakan apa sebab menangis.
Rasulullah menjawab bahwa baginda menangis adalah karena sangat mencintai umat baginda. (mafhum hadits riwayat Imam Muslim dalam bab Iman).
Dalam tafsir Al-Qurthuby disebutkan riwayat dari Abu Hurairah RA bahwa ketika turun ayat yang ke-60 dari surah An-Najm berkatalah Ahlus-Suffah (mereka yang senantiasa beribadah di Masjid Nabawi) : “Innaa lillaahi wa Innaa ilaihi Raaji’uun”, kemudian mereka menangis sehingga air mata mereka membasahi pipi mereka.
Ketika Rasulullah mendengar tangisan mereka maka Rasulullahpun menangis dan diikuti pula oleh para sahabat yang lainnya, lalu Rasulullah bersabda :
“Tidak akan masuk api neraka siapa yang menangis karena takut kepada Allah”
Dan diriwayatkan pula bahwa setelah turun surah An-Najm ayat 60 tersebut maka Rasulullah tidak pernah lagi dijumpai tertawa melainkan hanya tersenyum saja.
Kembali kita sampaikan di sini bahwa sebenarnya yang membuat Rasulullah menangis adalah iman yang ada pada baginda. Iman itu pula datang dari ilmu baginda yang sangat dalam dan luas tentang Allah Subhanahu wata’ala.
Rasulullah bersabda :
“Demi Allah, seandainya kamu mengetahui apa yang aku ketahui niscaya kamu akan sedikit tertawa dan akan banyak menangis”. [H.R. At-Tirmizi]
Seorang Tabi’in berkata : “siapa diberi ilmu dan tidak membuatnya menangis maka lebih baik baginya untuk tidak diberi ilmu, kerana Allah telah menerangkan bahwa sifat orang yang berilmu itu adalah menangis”. (Riwayat Ad-Daraami)
Berarti urutannya ; ilmu akan mengantarkan seseorang untuk beriman, dan iman pula akan membuat hati seseorang itu menjadi lembut, dan hati yang lembut akan membuat seseorang itu mudah menangis. Jadi, menangis adalah sebagai tanda kelembutan hati.
Disediakan oleh, Al-Faqiir Ilaa Rabbih : Musthafa Umar
http://tafaqquh.com/index.php?option=com_content&view=article&id=48:menangis-sebagai-tanda-kelembutan-hati&catid=34:demo-category&Itemid=27
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar