Selasa, 22 Mei 2012

Taubat yang benar, yang akan diterima Allah



Taubat adalah kembali kepada Allah setelah melakukan maksiat. Taubat marupakan rahmat Allah yang diberikan kepada hamba-Nya agar mereka dapat kembali kepada-Nya.

Agama Islam tidak memandang manusia bagaikan malaikat tanpa kesalahan dan dosa sebagaimana Islam tidak membiarkan manusia berputus asa dari ampunan Allah, betapa pun dosa yang telah diperbuat manusia. Bahkan Nabi Muhammad telah membenarkan hal ini dalam sebuah sabdanya yang berbunyi :  "Setiap anak Adam pernah berbuat kesalahan/dosa dan sebaik-baik orang yang berbuat dosa adalah mereka yang bertaubat (dari kesalahan tersebut)."

Di antara kita pernah berbuat kesalahan terhadap diri sendiri sebagaimana terhadap keluarga dan kerabat bahkan terhadap Allah. Dengan segala rahmatnya, Allah memberikan jalan kembali kepada ketaatan, ampunan dan rahmat-Nya dengan sifat-sifat-Nya yang Maha Penyayang dan Maha Penerima Taubat. Seperti diterangkan dalam surat Al Baqarah: 160 "Dan Akulah yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang."

Taubat dari segala kesalahan tidaklah membuat seorang terhina di hadapan Tuhannya. Hal itu justru akan menambah kecintaan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya karena sesungguhnya Allah sangat mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri. Sebagaimana firmanya dalam surat Al-Baqarah: 222, "Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."

Ada dua jenis maksiat :
as-sayyiat (maksiat kecil) 
dan al-mubiqat (maksiat besar).  
Untuk menghapuslan dosa kecil (as-sayyiat) bisa ditempuh dua cara, yaitu menjauhi dosa-dosa besar dan melakukan perbuatan-perbuatan baik. 
Allah berfirman: “Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga).” (An-Nisaa [4]: 31)
“Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.”(Hud [11]: 114)

Sejurus dengan ayat di atas, Rasulullah Shallallahu’alahi wassalam bersabda, “Dan iringilah kejelekan (dosa kecil) dengan melakukan perbuatan baik (hasanah), niscaya kebaikan itu akan menghapuskannya.” (Riwayat Tirmidzi)

Dalam Hadits-hadits yang lain, Rasulullah menegaskan tentang amalan-amalan baik yang bisa menghapus dosa-dosa kecil itu antara lain: menyempurnakan wudhu, pergi ke masjid, shalat lima waktu, melaksanakan shalat jumat hingga jumat berikutmya, menjalankan puasa Ramadhan hingga Ramadhan berikutnya, shalat malam, dan lain sebagainya. 
Adapun untuk menghapus dosa besar (al-kabair) atau al-mubiqat, ajaran Islam menegaskan satu cara, yaitu taubatan-nasuha (taubat yang setulus-tulusnya).
Allah berfirman yang artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuha (taubat yang semurni-murninya). Mudah-mudahan Rabbmu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan Nabi dan orang-orang mukmin yang bersama dia; sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan: ‘Ya Rabb Kami, sempurnakanlah bagi Kami cahaya Kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”(At-Tahrim [66]: 8)

Ada empat syarat taubat nasuha :
Pertama, melepaskan diri dari dosa tersebut.
Kedua, menyesali perbuatannya.
Ketiga, beristighfar, meminta ampun kepada Allah.
Keempat, bertekad tidak mengulanginya.

ika dosa itu berkaitan dengan pelanggaran terhadap orang lain, maka wajib atasnya untuk meminta agar dihalalkan (dimaafkan)jika memungkinkan. Sebab setiap kezaliman akan dituntut di hari kiamat. Rasulullah bersabda, ”Baragsiapa yang pernah berbuat zalim terhadap saudaranya, maka hendaklah ia segera meminta halal (maaf)-nya sekarang juga sebelum (datangnya hari yang) tiada lagi berguna dinar dan dirham; jika ia mempunyai kebaikan-kebaikan maka diambillah kebaikan-kebaikan itu (dan diberikan kepada saudaranya yang pernah dizaliminya), dan jika belum cukup maka dosa-dosa saudaranya itu akan diambil dan dibebankan kepadanya.” (Riwayat Bukhari)








Tidak ada komentar:

Posting Komentar