Masalah seringkali terus-menerus membelit kehidupan kita. Bentuknya pun
beragam, terkadang
kita tidak menyadari mengapa hidup yang kita jalani ada kalanya terasa rumit. Namun tidak
selayaknya kerumitan hidup yang kita alami justru akan membuat pandangan kita
terhadap masa depan menjadi sempit.
Menghadapi situasi demikian, umumnya orang mengambil
sikap kurang produktif, sehingga menimbulkan sikap kurang kooperatif. Misal nya
lebih suka pasif bahkan apatis. Akibatnya bukan saja usaha yang mulai dia
tinggalkan, perlahan keyakinannya kepada janji Allah pun kian menipis.
Bahkan tidak sedikit yang stress atau depresi.
Alih-alih memperkuat usaha dan doa, sebagian terjebak dalam bisikan syetan. Ada
yang ke dukun, tukang ramal, memelihara jmat, bahkan ada yang mencoba untuk
melakukan praktik suap. Langkah demikian muncul karena tanpa sadar seseorang
telah meredupkan api imannya.
Seseorang yang mengaku beriman sadar benar bahwa
dari setiap peristiwa maka Allah telah mentransformasikan mutiara hikmah untuk
manusia. Yakni, sesuatu yang berharga yang hilang milik orang beriman (al-Hikmatu
zhalatul mu'minin). Artinya, kejadian yang menimpa kita, pasti ada
kadar atau nilai berharga yang sudah dipersiapkan untuk kita.
Ketika suatu ujian atau cobaan datang menghampiri
hidup kita dan menguji keimanan kita, seharusnya kita masih mampu melihat
sekeliling kita. Bahwa masih banyak orang yang memiliki beban hidup yang jauh
lebih berat dari pada yang kita pikul, sehingga tanpa kita sadari beban yang
kita rasakan akan jauh terasa ringan. Pola pikir semacam itu akan memberi
dampak bertambahnya rasa syukur kita kepada Allah Ta'ala, yang dengan itu
perlahan-lahan pintu penyelesaian itu akan terbuka. Karena rasa syukur yang
kita tanamkan pada diri kita sebenarnya adalah suatu sikap positive yang kita
kirimkan kepada segala sesuatu yang ada di sekitar kita, sehingga dengan izin
Allah semua yang ada di sekitar kita akan dirancang untuk mempermudah urusan
kita.
Dan salah satu faktor yang mendorong timbulnya rasa
syukur kita pada Allah adalah berbaik
sangka atau husnudzon terhadap ketentuan Allah. Karena dengan
hal itulah kita dapat berfikir bahwasanya dibalik semua permasalahan yang Allah
berikan kepada kita, ada sebuah hikmah yang ingin Allah tampakkan dihadapan
kita. Dan terlepas dari segala kemudahan yang telah Allah janjikan setelah
kesulitan, maka hikmah adalah sebuah kenikmatan yang lebih utama, karena dengan
mengetahui hikmah dari sebuah ujian hidup kita dapat mengerti hakikat hidup
yang dirancang Allah untuk kita, dan jika kita telah mengetahui apa hakikat
hidup itu, InsyaALLAH kita dapat lebih bijak dalam menghadapi berbagai macam
persoalan kehidupan.
Berbaik sangka merupakan produk dari olahan kekuatan
iman. Tidak mungkin seseorang memiliki kemuliaan akhlak berupa husnudzon, jika
tidak yakin dengan segala sesuatu yang sudah diputuskan Allah.
Husnudzon atau berbaik sangka pada siapapun adalah kunci
kita bisa membangun hubungan baik dengan orang lain. Rasulullah pun pernah
mengatakan bahwa tingkatan ukhuwah yang paling rendah
adalah husnudzon. Sedangkan yang tertinggi adalah itsar (mendahulukan
kepentingan orang lain dibanding kepentingan sendiri)
Artinya, bahwa sebuah ukhuwah (ikatan
persaudaraan) akan terjalin indah bila satu sama lain saling mengerti dan
memahami. Tidak pernah terpikir dan terbersit perasaaan dendam, iri atau kesal
dengan perilaku orang lain. Jangankan dengki, iri saja pun tidak diperkenankan
oleh Allah. Bila kita sudah ada rasa su’udzon, berarti kita sudah
melewati syarat sebuah ukhuwah dapat terwujud.
Untuk membentuk sebuah bangunan ukhuwah yang kokoh
memang perlu tadhiyah (pengorbanan) yang tinggi. Untuk
menjalin persaudaraan memang butuh tahap yang sedikit demi sedikit. Dari
tahap ta’aruf (pengenalan), tafahum (saling
memahami), takliful qulub (ikatan hati) dan takaful,
tadhiyah, serta ta’awun (toleransi, saling berkorban
dan tolong menolong).
Satu hal yang perlu kita sadari dan kita
yakini,suatu masalah yang datang menghampiri hidup kita sebenarnya adalah
sebuah proses yang dirancang oleh Allah untuk menaikkan derajat kita di mataNya
apabila kita menyikapinya dengan senantiasa berbaik
sangka pada Allah. Ibarat seorang anak yang sedang belajar di sebuah
sekolah, ia tidak akan pernah merasakan nikmatnya naik kelas jika ia tidak
menjalani ujian kenaikan kelas. Begitu pula dengan hidup kita, jika Allah
menginginkan hambanya menjadi manusia yang memiliki derajat yang lebih mulia
disisiNya,maka Allah akan menguji kita terlebih dahulu sebelum memberikan
kesempatan pada kita untuk memetik
manisnya kehidupan setelah melewati berbagai macam ujian.
Semuanya butuh proses dan kesabaran yang tinggi.
Semuanya butuh tahap dan komitmen yang teguh. Hanya pada Allah kita berusaha
dan bertawakkal. Hasbiyallaahu laa ilaahailallaahu Allahu Akbar …
”
subhanallah. blog dan posting yang menginspirasi. syukur dan husnudzon adalah satu paket.jilbab gaby
BalasHapusterimakasih sangat membantu jazakumullah
BalasHapus