Kita sering merasa betapa waktu terasa begitu cepat berlalu. …Time flies….. Rasanya baru kemarin kita melewati malam tahun baru…, lho kok sekarang sudah bulan mei lagi... Sementara tugas di kantor masih saja terus menumpuk, dan rasanya tak kunjung usai… Nampaknya kita harus mulai memikirkan tugas2 yg bersifat FUNDAMENTAL dan memberikan VALUE yg paling banyak bagi kesejahteraan kita..... Kita hrs berfokus pd tugas2 yg merupakan key factors dalam menentukan pencapaian sasaran kinerja kita; dan kemudian mulai pangkas tugas2 yg bersifat sekunder…
Sekarang ini, waktu bukan lagi berarti uang (time is money), but time is more valuable than money…..
************************
Waktu akan terus berlalu walaupun manusia tidak mempunyai
tujuan hidup. Bagi mereka yang memiliki tujuan hidup, waktu merupakan harta
yang paling berharga. Kehidupan dunia ini merupakan jembatan penyeberangan,
bukan tujuan akhir dari sebuah kehidupan, melainkan sbg sarana menuju kehidupan
yang sebenarnya.
Kehidupan ini menjadi ideal dan menenteramkan jika ada
TUJUAN yang jelas setelah kehidupan, jika tidak demikian maka kehidupan ini
menjadi gersang tanpa makna. Jika kita menganggap bhw kehidupan dunia akan
berhenti disini, maka berapa banyak harta yang bisa di tumpuk atau berapa
tinggi jabatan yang bisa di raih, tetapi setelah kematian semuanya tidak ada
artinya sama sekali.
Kita hidup di dunia laksana seorang musafir. Tidak ada
yang berharga bagi seorang musafir selain "bekal". Maka sejatinya,
dunia ini adalah "pohon yang rindang", tempat berteduh sang musafir.
Jika ia tertipu dgn indahnya pohon tempatnya berteduh, ia tidak akan sampai
pada tujuan.
Tidak yang lebih berharga dalam kehidupan ini setelah
iman selain "waktu".
Setiap bangsa memiliki falsafahnya sendiri tentang
waktu. Bangsa Arab misalnya, mempunyai falsafah “al waqtu kash shoif” (waktu ibarat pedang). Maksudnya,
kalau kita pandai menggunakan pedang, maka pedang itu akan menjadi alat yang
bermanfaat. Tapi kalau tidak bisa menggunakannya, maka bisa-bisa kita sendiri
akan celaka. Begitu juga dengan waktu, kalau kita pandai memanfaatkannya maka
kita akan menjadi orang yang sukses. Tapi kalau tidak, maka kita sendiri yang
akan tergilas oleh waktu.
Sementara orang barat, mempunyai falsafah: “time is money”,
waktu adalah uang. Faham ini sangat materialisme. Kesuksesan, kesenangan, kebahagiaan,
kehormatan, semuanya diukur dengan materi. Maka mereka akan merasa rugi jika
ada sedikit saja waktu yang berlalu tanpa menghasilkan uang. Uang menjadi
tujuan hidupnya.
Waktu adalah benda yang paling berharga dalam
kehidupan seorang Muslim. Ia tidak dapat ditukar oleh apapun. Ia juga tidak
dapat kembali jika sudah pergi. Sungguh sangat merugi orang yang menyia-nyiakan
waktunya. Saking mahalnya, Allah (sampai) bersumpah: "Demi masa.
Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang yang
beriman, beramal saleh, (saling) nasehat-menasehati dalam kebenaran dan
nasehat-menasehati dalam (menapaki) kesabaran"
(Qs. Al-'Ashr [103]: 1-3).
Nabi saw mengingatkan: "Ada dua nikmat yang
kebanyakan manusia tertipu di dalamnya: kesehatan dan waktu luang
(kekosongan)" (HR. Bukhari dari Ibnu Abbas). Waktu luang ini akan sia-sia
jika tidak dikontrol. Ia akan terbuang begitu saja jika tidak langsung
dimanfaatkan.
Jangan biarkan waktu itu kosong melompong dan berlalu
tanpa makna. Tidakkah kita ingin waktu luang itu kita isi dengan membaca
Alquran, shalat Dhuha, shalat Witir, shalat Tahajjud, dsb. Janganlah waktu
luang itu dikhianati dengan "senda gurau" yang tak bermakna. Karena
jumlah waktu itu sama di mana saja, 24 jam. Bagi tigalah ia: sebagian untuk
kesehatan (istirahat, olah-raga, bercanda seperlunya), sebagian lagi untuk
jasmani (makan dan minum) dan sepertiga terakhir untuk Allah.
Imam Nawawi ra memberikan nasehat yang sangat
berharga: "Hendaklah bagi seorang penuntut ilmu untuk mengumpulkan ilmu di
waktu luang dan semangat yang menggebu-gebu, masa muda dan ketika tubuh masih
kuat, ketika keinginan masih menggunung dan kesibukan masih sedikit sebelum
tiba hal-hal yang tanpa makna".
Kalau kita simak, banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an
yang diawali dengan menggunakan kata ‘waktu’. Misalnya wadh dhuha (demi waktu
dhuha), wal fajri (demi waktu fajar), wal laili (demi waktu malam), dan masih
banyak lagi. Dalam ayat-ayat tersebut Allah bersumpah dengan menggunakan kata
waktu. Menurut para ahli tafsir, dengan menggunakan kata waktu ketika
bersumpah, Allah swt., ingin menegaskan bahwa manusia hendaknya benar-benar
memperhatikan waktu, karena sangat penting dan berharga dalam kehidupan
manusia.
Dalam surat al-‘Ashr, Allah swt. berfirman: “Demi
masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan saling menasehati
supaya mentaati kebenaran dan supaya menetapi kesabaran.” (Q.S. Al-‘Ashr: 1-3).
Dalam surat tersebut ditegaskan bahwa, pada dasarnya
semua manusia itu berpotensi menjadi orang yang merugi, baik di dunia maupun di
akhirat. Lalu siapakah manusia yang beruntung? Ternyata menurut Al-Qur’an,
manusia yang beruntung itu bukanlah yang pangkatnya tinggi atau yang uangnya banyak.
Tapi yang beruntung adalah mereka yang beriman, beramal shaleh, dan yang suka
menasehati dalam kebenaran dan selalu bersabar.
Merujuk surat Al-‘Ashr tersebut, maka konsep waktu
menurut Islam adalah: Iman, beramal shaleh, senantiasa menasehati berbuat
kebenaran dan bersikap sabar. Keempat kata kunci, yaitu iman, amal shaleh,
kebenaran dan kesabaran, kalau boleh kita rangkum dalam satu kata dapat
bermakna ‘ibadah’. Jadi konsep waktu menurut Al-Qur’an bermakna ibadah. Hal ini
sejalan dengan tujuan dari penciptaan manusia itu sendiri, yakni: “Tidaklah Aku
ciptakan jin dan manusia, kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku”.
Yang dimaksud dengan ibadah bukan sekedar shalat,
puasa, zakat, ataupun haji saja. Melainkan ibadah dalam pengertian luas, yaitu
mencangkup seluruh aspek kehidupan, mulai dari bangun tidur, hingga bangun
tidur kembali, semuanya harus diisi dengan ibadah kepada Allah swt. Ini sesuai
pula dengan komitmen kita yang selalu diucapkan ketika kita melaksanakan
shalat: “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidup dan matiku, semata-mata hanya
untuk Allah Ta’ala.”
Ingatlah pesan Nabi Muhammad saw: “Jadilah engkau di
dunia ini seperti seorang musafir atau bahkan seperti seorang pengembara.
Apabila engkau telah memasuki waktu sore, janganlah menanti datangnya waktu
pagi. Dan apabila engkau telah memasuki waktu pagi, janganlah menanti datangnya
waktu sore. Ambillah waktu sehatmu (untuk bekal) waktu sakitmu, dan hidupmu
untuk (bekal) matimu.” (H.R. Bukhari).
Hadits tersebut mengingatkan kita agar kita selalu
mempersiapkan diri dalam menghadapi kehidupan di dunia ini. Seperti halnya
seorang pengembara, hendaknya selalu menyiapkan perbekalan. Selain itu, Hadits
ini juga mengingatkan kita agar selalu memanfaatkan waktu dengan
sebaik-baiknya. Jangan suka menunda-nunda waktu. Kalau kita ingin berbuat baik,
lakukan sesegera mungkin. Jangan menunggu esok hari. Mumpung lagi sehat, berbuat
baiklah sebanyak-banyaknya, sebab kalau sudah sakit, kita sulit untuk melakukan
sesuatu. Apalagi kalau sudah meninggal, tertutup sudah kesempatan untuk beramal
shaleh di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar