Rasulullah saw. bersabda, “Setiap Nabi mempunyai sahabat dan
hawari yang selalu berpegang teguh dengan petunjuknya dan mengikuti sunnahnya.
Lalu muncullah generasi pengganti (yang buruk) yang (hanya) mengatakan apa yang
tidak mereka lakukan dan melakukan apa yang tidak diperintahkan. Maka siapa
yang berjuang (untuk meluruskan) mereka dengan tangannya, dia adalah mukmin.
Dan barang siapa yang berjuang dengan lidahnya, maka ia adalah mukmin. Dan
barangsiapa berjuang dengan hatinya, maka ia adalah mukmin. Dan tidak ada
di belakang itu keimanan sedikit pun.” (Muslim)
Perubahan
harus dikawal dengan aqidah islamiyyah. Aqidah islamiyyah memberi keuntungan
yang luar biasa bagi individu yang mencita-citakan perubahan, seperti yang
telah dijelaskan pada tulisan bagian terdahulu. Namun bukan itu saja. Aqidah
islamiyyah juga punya peran besar dalam menciptakan ketenteraman dan
keharmonisan kehidupan sebuah masyarakat. “Keimanan kepada Allah, Rasul-Nya,
dan hari akhir serta berserah diri kepada Allah dan patuh kepada agama-Nya
telah meluruskan semua yang bengkok di dalam kehidupan dan mengembalikan setiap
individu dalam masyarakat manusia kepada kedudukannya, tidak mengurangi dan
tidak pula melebih-lebihkan martabatnya,” tulis Maududi. (Kerugian Dunia Akibat
Kemorosotan Kaum Muslimin, hal.127, th. 88)
Perubahan
harus dikawal dengan aqidah islamiyyah. Aqidah islamiyyah memberi keuntungan
yang luar biasa bagi individu yang mencita-citakan perubahan, seperti yang
telah dijelaskan pada tulisan bagian terdahulu. Namun bukan itu saja. Aqidah
islamiyyah juga punya peran besar dalam menciptakan ketenteraman dan
keharmonisan kehidupan sebuah masyarakat. “Keimanan kepada Allah, Rasul-Nya,
dan hari akhir serta berserah diri kepada Allah dan patuh kepada agama-Nya
telah meluruskan semua yang bengkok di dalam kehidupan dan mengembalikan setiap
individu dalam masyarakat manusia kepada kedudukannya, tidak mengurangi dan
tidak pula melebih-lebihkan martabatnya,” tulis Maududi. (Kerugian Dunia Akibat
Kemorosotan Kaum Muslimin, hal.127, th. 88)
Aqidah
Islam telah behasil menghadirkan tonggak-tonggak masyarakat sejahtera dan
berkeadilan.
Tonggak-tonggak
itu adalah:
(1)
Kebebasan jiwa;
(2)
Persamaan kemanusiaan yang sempurna;
(3)
Aktifitas amar ma’ruf dan nahi munkar; dan
(4)
Solidaritas sosial yang kuat. Tanpa keempat tonggak itu mustahil tercipta
kedamaian, ketenteraman, dan kesejahateraan pada sebuah mansyarakat.
Secara
konsepsional dan empiris, keempat tonggak itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama,
kebebasan jiwa. Tidak akan terjalin interaksi harmonis antar anggota masyarakat
tanpa kebebasan jiwa setiap anggota masyarakat tersebut. Dalam keadaan jiwa terikat,
dihantui ketakutan, atau terbelenggu dengan perbudakan oleh sesama manusia,
mustahil ada hubungan harmonis itu. Yang akan lahir adalah justeru
perilaku-perilaku semu dan sikap-sikap terpaksa. Dalam keadaan demikian,
kehidupan masyarakat hanya akan merupakan kumpulan keluhan dan daftar
kesengsaraan. Yang kuat akan menjadi penguasa. Dan yang lemah akan menjadi
budak pengabdi, tanpa punya pilihan. Dan adalah kondisi paling berbahaya dalam
kehidupan jika antar manusia diciptakan hubungan tuhan-hamba.
Dan
kemerdekaan jiwa itu hanya dilahirkan dari aqidah yang benar. Penanaman
kebebasan jiwa dilakukan oleh Islam dengan menegaskan bahwa manusia harus
terbebas dari peribadatan, pengabdian, kepatuhan dan loyalitas kepada selain
Allah; bahwa tidak seorang pun yang memiliki kekuasaan menghidupkan dan
mematikan selain Allah; bahwa sumber rezeki dan yang menentukan kepada siapa
rezeki itu diberikan hanyalah Allah; serta, bahwa hanya Allah pula yang
memberikan keselamatan dan bahaya (madharat).
“Katakanlah:
‘Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang
berkuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan dan siapakah yang
mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang
hidup; dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Mereka akan menjawab:
‘Allah’.” (Yunus: 31)
Dengan
demikian aqidah Islam adalah motivator dan orang beriman adalah pelopor
perlawanan terhadap segala upaya mempertuhankan manusia oleh sesama manusia.
Sebab hal itu bertentangan secara diametral dengan pembebasan jiwa manusia.“Maka
itulah Allah Rabb kamu yang benar. Maka tiadalah setelah kebenaran itu selain
kesesatan.” (Yunus: 32). Dan salah satu butir Piagam Madinah –sebuah
kesepakatan antara kaum muslimin dengan penduduk Madinah– adalah “Janganlah
sebagian kita menjadikan sebagian lain sebagai tuhan”. Ini sesuai dengan
petunjuk Al-Qur’an di surat Ali Imran ayat 64.
Katakanlah:
“Hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang
tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali
Allah dan tidak kita persekutukan dia dengan sesuatupun dan tidak (pula)
sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah”. jika
mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah
orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.
Kedua,
persamaan kemanusiaan yang sempurna. Di atas tonggak pertama itu dibangunlah
tonggak berikutnya: persamaan kemanusian yang sempurna. “Wahai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kalian (terdiri) dari laki-laki dan wanita; dan
Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling
mengenal.” (Al-Hujurat: 15). Ayat ini menegaskan bahwa terhormat dan
terhinanya manusia tidak dibedakan berdasarkan ras, suku, warna kulit,
kebangsaan, kekayaan, jabatan, dan ukuran-ukuran picik lainnya.
Rasulullah
saw., saat melakukan haji wada’ (pamungkas) menegaskan pula,
“Sesungguhnya darah-darah kalian dan kehormatan kalian haram (untuk dilanggar)
oleh kalian, kecuali dengan hak Islam. Tiada keutamaan bagi orang Arab atas
non-Arab dan tidak keutamaan bagi non-Arab atas orang Arab; tidak ada keutamaan
bagi orang berkulit putih atas kulit hitam dan tidak pula orang berkulit merah
atas kulit putih, melainkan dengan taqwa. Kalian semua berasal dari Adam.
Sedangkan Adam berasal dari tanah.”
Manakala
penghargaan kepada seseorang diberikan berdasarkan prestasinya dalam kebaikan
dan kebenaran dan bukan didasarkan pada asal-usul, ras atau sukunya, ini
pertanda baik. Sebab hal itu akan melahirkan suasana yang kondusif bagi
terwujudnya persaingan sehat antar warga masyarakat. Setiap orang, tanpa
dibedakan oleh perbedaan-perbedaan yang bersifat taqdir –seperti warna kulit
dan kebangsaan– mempunyai peluang yang sama besar untuk membaktikan segala
potensi dan kemampuannya untuk mewujudkan keinginan-keinginannya. Sayyid Quthb
menegaskan, “Islam bersih dari fanatisme suku dan ras; dan persamaan derajat
yang diciptakannya sudah sampai pada tingkatan yang selama ini belum pernah
dicapai oleh peradaban Barat, sampai detik ini sekalipun; sebuah peradaban yang
memberi justifikasi kepada bangsa Amerika untuk memusnahkan bangsa Indian
berkulit merah melalui penumpasan terencana, di depan mata dan telinga dunia
internasional; yang memberi justifikasi kepada penguasa Afrika Selatan untuk
menindas orang kulit hitam melalui undang-undang rasialis; dan memberi
justifikasi pula kepada penguasa Rusia, China, dan India untuk menumpas kaum
Muslimin di wilayah mereka.”
Ketiga,
aktivitas amar ma’ruf dan nahi munkar. Masyarakat yang dilandasi aqidah Islam
akan sangat peduli tentang nasib lingkungannya. Karenanya, mereka selalu
melakukan aktivitas amar ma’ruf dan nahi munkar. Dengan demikian setiap anggota
masyarakat secara otomatis menjadi pengontrol terhadap perjalanan kehidupan
masyarakatnya dan pemerintahannya. “Dan orang-orang beriman itu, baik
laki-laki maupun perempuan, sebagian mereka adalah penolong (pemimpin) bagi
sebagian lain; mereka menyuruh melakukan yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar.” (At-Taubah: 71)
Cukuplah
menjadi alasan datangnya bencana dari Allah jika sebuah masyarakat telah
tercerabut kepeduliannya terhadap perilaku anggota masyarakatnya; jika mereka
lebih memilih selamat diri sendiri daripada melakukan koreksi terhadap apa yang
terjadi di sekitarnya; jika mereka takut untuk mengatakan yang benar sebagai
benar dan yang salah adalah salah. Dan bencana yang kini menimpa negeri
tercinta ini pun tidak lepas dari adanya kelalaian untuk melakukan amar ma’ruf
dan nahi munkar itu. Rasulullah saw. bersabda, “Demi Zat Yang diriku ada di
tangan-Nya, perintahlah kepada yang ma’ruf dan cegahlah dari yang munkar, atau
(jika tidak kamu lakukan), maka Allah akan mengirimkan kepada kalian siksa dari
sisi-Nya, kemudian kalian memohon kepada-Nya dan tidak dikabulkan.” (Hadits
Hasan riwayat At-Tirmidzi)
Keempat,
solidaritas sosial yang kuat. Ajaran keimanan yang diterima oleh umat beriman
menetapkan bahwa berbuat baik kepada sesama manusia adalah syarat kesempurnaan
iman. Misalnya saja, di antara tuntutan iman itu: tidak mengolok-olok, tidak
mencela, tidak memanggil orang lain dengan panggilan yang tidak menyenangkan,
tidak buruk sangka, tidak memata-matai kesalahan orang lain, dan tidak
menggibah (menggunjing). Lihat surat Al-Hujurat ayat 11-12.
Di samping
itu tidak sedikit hadits yang menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang
terkait denga perilakunya terhadap sesama manusia. Misalnya Rasulullah saw
bersabda, “Tidaklah beriman kepadaku (dengan sempurna) orang yang bermalam
dalam keadaan kenyang sementara tetangganya kelaparan dan dia mengetahuinya.”
Dalam
hadits lain Rasulullah saw. menegaskan, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan
kepada hari akhirat, maka hendaklah ia berbicara yang baik atau (jika tidak
bisa maka) diamlah.” Sabdanya pula, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan
kepada hari akhirat, maka hendaklah ia menghormati tetangganya. Dan barang
siapa beriman kepada Allah dan kepada hari akhirat, maka hendaklah ia
menghormati tamunya.”
Itu bisa
dipertegas lagi dengan adanya kewajiban zakat dan anjuran infaq, shadaqah,
serta derma tidak mengikat lainnya. Tidak kurang dari 32 tempat dalam Al-Qur’an
Allah mengiringi kewajiban shalat dengan kewajiban zakat. “Ambillah
zakat dari harta mereka yang dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka.” (At-Taubah:
103)
Semua itu
menegaskan bahwa aqidah telah mempunyai peran penting dalam mewujudkan
kehidupan sosial yang ideal. Jadi, tanpa menyertakan aqidah untuk mewujudkan
perubahan masyarakat, yang akan terjadi hanyalah kumpulan manusia yang meluncur
ke jurang kehancuran yang sangat dalam. Allahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar