Rabu, 02 Mei 2012
Fitnah Dunia.....
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya dunia ini manis lagi hijau (indah), dan sesungguhnya Allah menjadikan kamu pengelolanya. Dia akan melihat apa yang kamu kerjakan, maka berhati-hatilah kamu terhadap dunia dan berhati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah yang pertama kali menimpa bani Israil adalah karena wanita.” (HR. Muslim)
Jika anda sering berjalan-jalan, terutama ke dataran tinggi dan pegunungan, tentu anda akan melihat lebih jelas indahnya dunia. Bumi yang kita tempati ini penuh dengan keindahan dan hal yang sangat menarik. Di sana ada pemandangan yang indah, ada sungai-sungai, ada air terjun, ada pepohonan yang lebat, udara yang sejuk, gunung-gunung yang tinggi dan lain-lain.
Melihat pemandangan yang indah dan menyenangkan itu, pernah terlintas dalam hati saya -mungkin juga anda- keinginan untuk membangun rumah di tempat yang indah tersebut; tinggal bersama keluarga. Saya ingin pergi ke kota untuk bekerja agar dapat mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya yang kemudian dapat saya gunakan untuk membangun rumah di tempat yang indah tersebut.
Namun saya berfikir dan berfikir lagi, jika saya melakukannya apakah saya akan hidup kekal di sana dan aman dari mara bahaya, kemudian bagaimana nantinya saya mencari rizki? Belum lagi dengan sarana-sarana yang kurang lengkap tidak seperti di kota. Sadarlah saya bahwa kesenangan dunia tidak sempurna; ada hidup dan ada mati, ada muda dan ada tua, ada senang dan ada sedih, ada sehat dan ada sakit, ada rasa aman dan rasa takut serta keterbatasan lainnya. Lebih dari itu, untuk memperoleh kesenangan dunia harus diraih dengan kerja keras dan usaha.
Kemudian saya membandingkan keadaan dunia dengan akhirat; yakni surga, ternyata jauh berbeda. Saya mendapatkan dalam Al Qur’an dan As Sunnah tentang kenikmatan yang diperoleh penghuni surga, ternyata benar-benar sempurna. Pemandangannya yang indah sampai tidak terbayangkan oleh hati, belum pernah dilihat oleh mata dan belum pernah didengar oleh telinga.
Penghuninya kekal dan tidak akan mati, mereka tetap muda dan tidak akan tua, mereka bersaudara tidak bermusuh-musuhan, mereka tetap senang dan tidak pernah sedih, mereka tetap sehat dan tidak pernah sakit, mereka senantiasa memperoleh keamanan dan tidak pernah tertimpa rasa takut dan kekhawatiran.
Apa yang mereka inginkan ada di hadapan tanpa perlu bekerja keras dan berusaha, belum lagi dengan makanan dan minuman enak yang dihidangkan, bidadari yang bermata jeli dan kesenangan lainnya yang amat sempurna. Tentunya hal ini diperuntukkan bagi mereka yang beriman dan beramal shalih ketika di dunia. Mudah-mudahan kita semua dimasukkan Allah ke dalam surga, aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.
Saudaraku, kesenangan seperti inilah kesenangan yang sesungguhnya dan kenikmatan yang pantas untuk dikejar.
“Dan untuk yang demikian itu hendaknya orang berlomba-lomba.” (QS. Al Muthaffifin: 26)
Namun sangat disayangkan, sedikit sekali di antara kita yang mengejarnya, bahkan kebanyakan dari kita lebih rela mengejar kesenangan dunia yang fana’ ini, meninggalkan negeri yang kekal abadi.
“Tetapi kamu memilih kehidupan duniawi.— Padahal kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (QS. Al A’laa: 16-17)
Tidak perlu jauh-jauh untuk membuktikannya, cobalah kita keluar rumah dan memperhatikan orang-orang di sekitar kita –bahkan mungkin diri kita seperti itu-, kita akan menyaksikan bahwa yang ada di benak mereka pada umumnya adalah cita-cita agar mereka bisa hidup enak di dunia ini, tanpa berpikir lagi tentang akhirat; mau bahagia atau tidak, yang penting bisa hidup enak di dunia.
Mereka rela memeras akal dan pikiran serta membanting tulang sejak bangun tidur hingga tidur kembali hanya bertujuan untuk memperoleh kesenangan yang sesaat ini; itu pun jika dapat dan maut belum datang. Lebih dari itu, mereka tidak menyisakan sedikit pun waktunya untuk akhirat walau beberapa menit, untuk beribadah, untuk shalat berjama’ah, untuk menambah dengan amalan sunat, untuk membaca Al Qur’an, untuk berdzikr, untuk bersedekah, untuk berbakti kepada orang tua, untuk menyambung tali silaturrahim dan mengerjakan ibadah lainnya.
Seruan azan ibarat angin yang berlalu, ucapan hayya ‘alash shalaah-hayya ‘alal falah (marilah kita shalat-marilah menuju kebahagiaan) masuk ke telinga kanan dan keluar lewat telinga kiri. Saya tidak mengetahui, mengapa mereka seperti ini, masjid-masjid yang ada menjadi sepi, kalau pun ada hanya beberapa orang saja. Entah mengapa mereka tidak menyadari bahwa hidup di dunia hanya sementara. Padahal adakah manusia yang hidup selamanya di dunia ini? Kalau pun ada manusia yang diberi umur yang panjang, cobalah perhatikan akhirnya, ia akan tetap meninggal juga.
“Sesungguhnya kamu akan mati dan Sesungguhnya mereka akan mati (pula).” (Az Zumar: 30)
Jika demikian, apa persiapan yang sudah kita lakukan menghadapi kematian yang sudah pasti, yang tidak melihat keadaan orang yang dijemputnya; masih muda atau sudah tua, sehat atau sakit, kaya atau miskin?
“Di mana saja kamu berada, kematian akan menjemput kamu, meskipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (Terj. An Nisaa’: 78)
Apakah harta-benda yang kita persiapkan menghadapi kematian, padahal ia tidak akan ikut ke dalam kubur. Apakah keluarga yang kita persiapkan, padahal keluarga tidak mendampingi kita di alam kubur ataukah amal? Ya, amal itulah yang mendampingi kita di dalam kubur.
Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Anak Adam akan berkata, “Hartaku, hartaku”, lalu dikatakan, “Hai anak Adam, bukankah harta yang kamu miliki itu sudah kamu makan lalu habis atau kamu pakai lalu rusak dan yang kamu sedekahkan, itulah yang kamu bawa.” (HR. Muslim)
Memang tidak mengapa bekerja keras untuk meraih kehidupan yang layak di dunia, namun yang jadi masalah adalah jika berlebihan sampai tidak menyisakan waktu untuk akhirat, dan seperti inilah kenyataan yang saya lihat. Saya sangat sedih ketika melihat mereka yang miskin dan hidup dalam kekurangan, kemudian ditambah dengan meninggalkan shalat, penghasilan mereka dalam sehari tidak seberapa namun anehnya berani meninggalkan shalat.
Padahal apa lagi yang bisa diharap jika seseorang sudah meninggalkan shalat –selain tobat-?! Saya khawatir -bukan bermaksud memvonis- mereka tergolong orang yang sengsara dunia-akhirat atau diistilahkan dengan “sudah jatuh tertimpa tangga”; –hadaanallah wa iyyahum ajma’iin-. Dalam Al Qur’an disebutkan:
“Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?”—Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, (QS. Al Muddatstsir: 42-43)
Saudaraku, dunia merupakan tempat beramal; ia adalah kesempatan terakhir yang setelahnya bukan kesempatan, yang ada hanyalah balasan terhadap amal yang dikerjakan.
Saudaraku, dunia merupakan jembatan menuju akhirat, keadaan kita di akhirat tergantung keadaan kita di dunia, barang siapa yang beramal salih ketika di dunia maka ia akan beruntung di akhirat dan barang siapa yang malah mengisi hidupnya dengan kemaksiatan, maka ia akan merasakan kerugian dan penyesalan di akhirat. Ketika itu, penyesalan tidak berguna lagi. Ketika itu, memperbaiki diri tidak berguna lagi, yang ada hanyalah nikmat atau azab,
….Di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.” (QS. Al Hadiid: 20)
Inginkah Anda pulang ke akhirat mendapatkan nikmat atau anda lebih memilih siksa daripada nikmat! Itu terserah Anda, saya hanya bisa mengingatkan.
Saudaraku, mumpung anda masih diberi kesempatan hidup oleh Allah, maka perbaikilah dirimu sekarang juga. Al Fudhail pernah berkata kepada seseorang:
“Sudah berapa lama kamu menjalani hidup?”
ia menjawab: “Enam puluh tahun.”
Fudhail berkata: “Sudah enam puluh tahun anda mengadakan perjalanan menuju Tuhanmu, dan sebentar lagi kamu akan sampai”
orang itu berkata: “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”
Fudhail berkata: “Tahukah anda maksud ucapan “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”? sesungguhnya barangsiapa yang mengetahui bahwa dirinya adalah hamba Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka hendaknya ia meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan. Siapa saja yang meyakini bahwa dirinya akan dihadapkan, maka hendaknya ia mengetahui bahwa dirinya akan ditanya, maka persiapkanlah jawaban terhadap pertanyaan itu.”
Orang itu pun bertanya, “Lalu bagaimana jalan keluarnya?”
Fudhail menjawab: “Mudah”
orang itu bertanya: “Apa itu?”
Fudhail menjawab: “Kamu perbaiki amalmu sekarang, niscaya amalmu di masa lalu akan diampuni. Hal itu, karena jika kamu malah memperburuk amalmu di masa sekarang, maka kamu akan diberi hukuman berdasarkan amal burukmu yang dahulu dan yang sekarang, dan amalan yang diperhatikan adalah amalan di akhir hayatnyaan amalan yang diperhatikan adalah akhirnya.”nya raaji’uun”.”
Fitnah Dunia
Saudaraku, hidup di dunia penuh dengan godaan. Godaan dunia ibarat sebuah arus yang deras, yang membawa pergi dan menghanyutkan apa saja yang ada di hadapan. Kemudian tahukah kamu, ke arah mana arus itu membawa pergi? Jurang; ke sanalah arahnya. Tetapi wahai saudaraku, jurang ini bukanlah jurang yang ringan. Ia adalah jurang yang paling dalam dan di bawahnya terdapat api yang membakar, itulah jurang neraka –wal ‘iyaadz billah-.
Oleh karena itu, Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan agar kita tetap waspada terhadap godaan dunia yang sangat menyilaukan, demikian juga mengingatkan kita agar berhati-hati terhadap godaan wanita. Belum lagi dengan godaan syubhat yang dicetuskan oleh Iblis, banyak amal yang menjadi sia-sia karena syubhat yang disodorkannya; ia tunjukkan kepada manusia sesuatu yang nampaknya baik, padahal tidak ada kebaikan di dalamnya. Inilah rahasia mengapa Allah mewajibkan membaca surat Al Fatihah di dalam shalat di setiap rak’at, karena butuhnya kita terhadap hidayah dan taufiq-Nya dalam meniti hidup yang penuh cobaan dan godaan ini di samping keadaan hati yang lemah mudah berbalik.
Saudaraku, shalat merupakan pegangan yang paling kuat agar seseorang tidak terbawa oleh arus fitnah (godaan) yang begitu deras.
Tidakkah anda memperhatikan, bahwa dalam surat Al Fatihah terdapat ayat yang berbunyi “Ihdinash shiraathal mustaqiim”, di sana Anda meminta kepada Allah agar ditunjukkan mana jalan yang lurus, meminta juga kepada-Nya agar dibantu menempuh jalan yang lurus itu serta meminta kepada-Nya agar dapat beristiqamah di atasnya hingga akhir hayat. Maka beruntunglah mereka yang tetap mendirikan shalat, karena mereka masih memiliki pegangan, mereka masih memiliki hubungan dengan Allah Ta’ala Sang Pencipta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Janganlah kamu meninggalkan shalat fardhu dengan sengaja. Barang siapa yang meninggalkannya dengan sengaja, maka hubungannya telah lepas.” (Hasan lighairih, HR. Ibnu Majah dan Baihaqi, lihat Shahihut Targhib wat Tarhib no. 567)
Penulis: Marwan Hadidi
http://mimbarjumat.com/archives/1406#more-1406
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar