Minggu, 08 November 2009

Memahami Ilmu Fiqih, Ahli Ibadah atau Ahli Ilmu??

Suatu hari, di depan para sahabatnya, Ibnu Abbas, salah seorang sahabat Rasulullah Saw. bercerita tentang sebuah obrolan antara setan dan iblis.

Setan : Wahai, Tuan Iblis! Aku heran sekali.

Iblis : Apa Setan?

Setan : Tuan begitu gembira jika seorang ulama atau orang alim meninggal, sedangkan tuan cool saja kalau ahli ibadah meninggal?

(Tuan Iblis diam saja)

Setan : Apakah karena Tuan gagal membujuk si alim menjadi kufur, tapi di lain tempat Tuan berhasil menggoda si ahli ibadah?

(Tuan Iblis masih tampak diam. Ia seolah malas memberikan jawaban. Jadi, ia membiarkan anak buahnya menunggu sejenak, lalu..)
Iblis : Sebenarnya, aku tidak ingin banyak bicara kepada kalian sekarang. Kalian para setan, coba pergi sana, temui seorang ahli ibadah!
(Si setan hanya bisa melongo)

Iblis : CEPAT CARI!!!
(Para setan mulai berterbangan. Siuuut… siuuut… siuuut…)

Setan : Nah itu dia, si ahli ibadah! *nunjuk-nunjuk seorang ahli ibadah* Kita godain yuk..!

Setan : Hai, hamba Allah yang ahli ibadah! Apakah menurutmu, Tuhanmu Allah itu mampu menciptakan dunia dalam lubang telur ?

Ahli Ibadah :
Sungguh, aku tak tahu pasti tentang itu.

(Si setan kembali menemui Tuan Iblis)

Iblis : Kau lihat ? Kau lihat ? Sang ahli ibadah telah menjadi kufur kepada Tuhannya.
Apa yang tidak mungkin bagi Allah ? Jangankan hanya menciptakan sebuah dunia dalam lubang telur, yang lebih dari itu pun tidak ada susahnya buat Allah.

(Kawanan setan lalu mendatangi si alim ...)
Setan : Hai, hamba Allah yang berilmu, mampukah Tuhanmu menciptakan dunia dalam lubang telur?

Si alim :
Tentu saja bisa, tinggal Kun Fayakuunu, maka... Jadilah! Tidak ada yang mustahil!

Setan : Aaarrrrrgggh! *langsung ambil langkah seribu*


Dan oleh sebab itu pulalah, dalam sebuah haditsnya, Rasulullah SAW mengatakan,
“Seorang ahli fiqh, jauh lebih berbahaya bagi setan daripada seribu ahli ibadah.” (HR Ibnu Abbas)

Karena itu, bukan main-main, para ahli ilmu mendapat tempat yang begitu khusus, di dunia, juga di sisi Allah. “Maka bertanyalah kalian kepada orang-orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak mengetahuinya.” (QS An-Nahl:16)

Imam Maliki, seorang imam yang termasuk kedalam 4 ‘pendiri’ mahzab dalam ilmu Fiqih (ingat Mahzab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali dong..?), dikenal sebagai seorang yang sangat hati-hati, bahkan ketika ia belajar dan berguru. Semua itu tidak lain karena ia tidak ingin belajar sesuatu yang salah dan kemudian menjadi kesalahan itu sendiri.

Untuk menentukan guru, beliau menentukan 4 kriteria yang baik pula kita contoh.
“Janganlah mengambil ilmu dari 4 golongan orang.
Pertama, jangan berguru atau mengambil ilmu dari orang yang berperangai buruk atau jahat. Kedua, jangan pula berguru dari seorang ahli hawa nafsu dan ahli bid’ah.
Ketiga, jangan berguru kepada orang yang suka berdusta pada urusan hadits.
Keempat, jangan sekali-kali berguru pada orang yang suka berbuat kebaikan, suka mengerjakan ibadah yang utama, tapi ia mengerjakan semua itu tidak dengan pengetahuan dan ilmu yang mendalam.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar