(Watu Wungkuk, 7 Maret 2004)
mereka…
kulihat mereka…
mereka menangis dalam shalatnya…
mereka menangis dalam do’anya…
mereka menangis dalam dzikirnya..
mereka tahu siapa dirinya
ketika mereka tahu siapa Tuhannya
ketika mereka tunduk menjatuhkan kening mereka
serata lantai dengan telapak kakinya
sujud tubuhnya
sujud hatinya
sujud jiwanya
sujud ke-aku-annya
mereka tahu kerendahannya
mereka tahu kekecilannya
mereka tahu kekerdilannya
mereka tahu kehinaanya
mereka tahu ketiadaan dirinnya
mereka menyebut-nyebut nama Tuhannya
Tuhannya berkata..
Aku yang punya nama
Aku datang
Ketika Tuhannya hadir
Dengan kebesaranNya
betapa takutnya mereka
Ancaman Tuhannya
Siksa Tuhannya
Azab Tuhannya
Neraka Tuhannya
betapa gembiranya mereka
ni’mat Tuhannya
karunia Tuhannya
rahmat Tuhannya
Syurga Tuhannya
betapa cintanya mereka
ketika mereka tahu
Tuhannya mengasihi mereka
Tuhannya menyayangi mereka
Tuhannya mencintai mereka
Maka
Ni’mat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
Wahai jiwa yang tenang
Kembalilah kepada Tuhanmu dengan ridha dan diridhai
Maka masuklah dalam golongan hamba-hambaKu
Dan masuklah ke dalam syurgaKu
sebutir debu..
PANTUN HAKEKAT MAULANA SAIDI SYEKH MUHAMMAD HASYIM AL-KHALIDI Q.S
(Maulana Lahir Tahun 1863 di Padang, merupakan seorang Wali Qutub yang membawa Thareqat Naqsyabandi dari Jabbal Qubais Mekkah, berpulang kerahmatullah pada hari rabu, tgl 07 April 1954 jam 13.05 siang dalam usia 87 tahun, dan dimakamkan di Buayan Lubuk Alung Sumatra barat)
Mengenai peramalan dari Dzikrullah menurut Beliau harus diamalkan secara berkesinambungan sesuai syairnya:
Kalau ingin tahu diparak ganting
Lihatlah dari guguk pelana
Kalau ingin tahu dilemaknya emping
Kunyalah dahulu lama-lama
Agar Tuhan dengan kita harus di upayakan dengan amal yang sungguh-sungguh, sehingga lebih dekat dengan urat leher kita sendiri, seperti Fatwanya:
Payah-payah mencari bilah
Bilah ada di dalam buluh
Payah-payah mencari Allah
Allah sangat dekat dengan tubuh
Cintanya kepada Allah, Rasul dan Guru dikiaskannya dalam pantunnya :
Guruh petir menuba limbat
Pandan serumpun di seberang
Tujuh ratus carikan obat
Badan bertemu maka senang
Dendang dua dendang tiga
Pecah periuk pembuat rendang
Biar makan biar tidak
Asal duduk berpandangan
Baginya menguasai ilmu metafisik bukan tujuan, tdk ada artinya metafisik tanpa Allah,tujuannya adalah “ ilahi anta makasudi waridhoka matlubi “ dan bagi orang
Yg beserta Allah tdk akan dpt dicederai dgn ilmu metafisik jenis apa pun,
Sesuai kias Beliau :
Pucuk sijali si jalintas
Pucuk sijali si jali muda
Dilangit tuan melintas
Kami dibalik itu pula
Segala derita diseluruh dimensi alam adalah masalah, dan segala masalah hanya dapat diatasi dgn dimensi yg dapat mengatasi masalah,Menegembalikan semua masalah pada dimensi absolute dgn teknik tertentu yaitu Allah SWT secara realita ( bukan khayalita ) membuat masalah akan selesai,denegan memberi hikmah kepada siapa saja yg terlibat dalam masalah tsb, seperti petuah Beliau:
Padi pulut tiga tangkai
Dibawa orang indrapura
Dunia kusut akan selesai
Ujung dan pangkal telah bersua
http://sufimuda.wordpress.com/puisi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar