Selasa, 10 November 2009
Antara Sombong dan Ikhlas
Pardi datang agak terlambat dibanding Dulkamdi dkk. Rupanya, perbincangan pagi itu terasa kurang apabila Pardi absen. Dulkamdi tidak punya lawan bicara, setidak-tidaknya, kopi Cak San kurang sedap rasanya tanpa kehadiran Pardi.
" Kita salah kaprah ya. Masak orang mau menunjukan kehebatannya, malah mengatakan, kalau dirinya tidak sombong. ' Saya tidak sombong lho.....' Padahal itu kan sombong juga." kata Dulkamdi
" Wah, kalau salah kaprah begitu banyak sekali Dul. Tapi itulah, kenyataan masyarakat kita. Ada yang menonjolkan diri, dan semakin bangga kalau ia menonjol dengan kesukuannya. Ada menonjolkan diri dengan ilmunya, dan semakin bangga kalau muncul decak-decak mulut padanya. Ada yang menonjolkan anunya, dan itunya, dan semakin bangga kalau dijadikan bahan berita," kata Kang Soleh.
Orang-orang dimajlis itu hanya diam saja, sembari mengiyakan apa yang dilontarkan kedua orang itu. Tiba-tiba Pardi datang, tanpa basa-basi, ia mebagi-bagikan uang kepada orang-orang yang hadir di sana tanpa pandang bulu
"Ini untuk menunjukan syukur saya atas nikmat Allah. Saya ikhlas kok membagi-bagi ini....Kebetulan saya dapat rejeki lumayan besar dari makelar motor kemarin."
"Ikhlas kok diucapin Di? " sindir Dulkamdi.
"Ya, nggak apa-apa toh, yang penting saya ini ikhlas kok...."
"Nggak usah bilang ikhlas kenapa sih, jadinya duitmu ini terasa setengah ikhlas dan setengah tidak ikhlas. Saya mau belanjakan jadi gampang Di."
"Jangan begitu to Dul. Kamu ini namanya menolak rezeki....."
"Lho, kalau uang ini tadi dari kamu, kan, kamu kan bukan pemberi rezeki. Tapi kalau Allah memberi rezeki mestinya kan tidak seperti itu Di."
"Pokoknya, kalau kamu tidak mau terima, ya, kembalikan kesaya, masih banyak fakir miskin yang membutuhkan," jawab Pardi sambil ngedumel.
"Saya juga fakir lho Di. Masak sudah diberikan diminta lagi. Kamu ini ikhlas atau tidak?'
Hampir-hampir aja sindiran Dulkamdi tadi membuat marah Pardi. Dan Pardi mencoba menahan emosinya, sementara Dulkamdi senyam-senyum sembari merasakan betapa Pardi terkena jebakannya.
"Sebenarnya Ikhlas itu bagaimana sih Kang?' tanya Cak San kepada Kang Soleh.
"Ikhlas itu adalah rahasia dari Rahasia Illahi yang dititipkan pada hamba-Nya yang di cintai-Nya, lalu hamba itu terputus dari segala hal selain Allah saja."
"Apa itu yang disebut Lillahi Ta'ala....?"
"Ya tapi kalau masih banyak embel-embelnya, itu namanya masih belum ikhlas."
"Tapi kan kemampuan manusia berbeda-beda,hati manusia juga berbeda-beda, perasaan manusia juga berbeda-beda Kang," sela Pardi setengah protes.
"Oalahhhh, mau ikhlas kok didiskusikan. Kalau mau memberi sesuatu pada oranglain malah jangan menunggu ikhlasmu. Bisa-bisa malah kamu tidak pernah memberi orang lain itu. Nggak usah mikir apakah kamu ikhlas atau tidak, yang penting memberi, ya, memberi. Kamu juga begitu Dul, kalau menerima sesuatu dari orang lain ya jangan dipikir, apakah pemberinya ikhlas atau tidak. Kamu bisa mati kelaparan. Diberi ya kamu terima, nggak usah mikir bagaimana caranya membalas pemberian itu."
"Wah, kita masak tidak boleh balas budi."
"Keinginanmu untuk membalas budi itu menunjukan bahwa kamu tidak ikhlas menerima pemberian orang lain. Sama saja nilainya dengan orang yang tidak ikhlas dalam beramal."
"Kalau ikhlasnya orang-orang Soleh itu bagaimana KAng?"
"Untuk apa? Nggak usah ditanyakanlah. Praktekan saja, lama-lama kamu bisa menyamai mereka."
"Ini perlu, agar saya bisa mengontrol jiwa saya Kang."
"Oke, begini Dul, Di, dan Saudara-saudara sekalian. Ikhlas itu ada dua: Mukhlisin dan Mukhlasin. Yang pertama melakukan melalui segala bentuk upaya sampai bisa ikhlas benar. Yang kedua, tidak mencari ikhlas, karena ikhlas sudah ditinggalkan jauh-jauh. Itulah yang disebut Mukhlasin. Artinya ia ikhlas dari wacana dan kata-kata ikhlas itu sendiri. Ia bebas dari belenggu psikhologis ikhlas. Dia tidak mau tentang makna ikhlas, yang penting bisa total dengan Allah, beres."
"Wah, itu pasti tingkat tertinggi Kang?"
"Terserah, minimal ikhlas itu dibagi tiga: Ikhlasnya Mukhlisin, yaitu ikhlas untuk beramal, jauh bebas dari mahluk, semata demi Allah. Kedua ikhlasnya Muhhibin (para pecinta Allah) yaitu ikhlas tanpa berharap pahala, surga, atau apapun kecuali hanya demi cintanya kepada Rabb. Dan ketga ikhlasnya Muwahhidin, yaitu keikhlasan dari apa yang disebut ikhlas. Sang hamba merasa seakan-akan menyatu dengan-Nya, dan segalanya tidak pernah lepas dari-Nya."
"Jadi kalau saya tadi bilang,'Saya ikhlas lho, itu bagaimana?" tanya Pardi
"Itu tandanya kamu hanya ikhlas setengah hati. Masih ada unsur mahluknya, dan masih ada embel-embel pengakuan."
"Dalam Alquran disebutkan bahwa iblis tidak mampu menggoda orang-orang yang Mukhlasin, KAng?'
"Benar. itulah, makanya Iblis angkat tangan, karena Mukhlasin itu adalah orang yang sudah melampui keikhlasan itu sendiri. Bahkan sudah diatas apa yang disebut dengan cinta. Makanya, kamu yang serius beribadah, jangan pikiran melayang kemana-mana, nanti keikhlasan bisa jadi komoditas politik, sosial dan bisnis. Gawat, Kang?"
Semoga kita bisa mengambil sarinya dari cerita diatas amin.(*)
Sumber : Majalah POSMO dalam halaman Kedai Sufi
Oleh : Mohammad Luqman Hakiem - Cahaya Sufi Jakarta.
http://cilacap-online.com/opini/48-antara-sombong-dan-ikhlas.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Assalamualaikum kang?
BalasHapusKebtulan bangeet nama saya Muhammad Darul Mukhlasin Setelah membaca Postingan ini saya jadi malu pada diri sendiri setelah mengerti Arti kata "Mukhlasin" . . . .
Ehm mau nanya . . .bagaimanakah tips supaya kita bisa ikhlas sepenuh hati itu . .. ?