Selasa, 10 November 2009

Mimpi Kaum Sufi



Syeikh Abul Qosim Al-Qusyairy

Allah swt. berfirman:
”Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan dunia dan di dalam kehidupan di akhirat.” (Q.S. Yunus: 64). Dikatakan, “Yang dimaksud ayat tersebut adalah mimpi yang baik (ar-Ru’yal Hasanah) yang dilihat oleh seseorang atau diperlihatkan padanya.”

Riwayat dari Abu Darda’ r.a. yang berkata, “Aku bertanya kepada Nabi saw. tentang ayat, “Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan dunia dan di dalam kehidu pan di akhirat,” maka Nabi saw. bersabda, “Tak seorang pun bertanya padaku tentang ayat tersebut sebelum kamu. Ayat tersebut adalah mimpi yang baik, yang dilihat oleh seseorang atau diperlihatkan padanya.” (H.r. Tirmidzi, Thabrani dan Ahmad. Hadis ini menurut Tirmidzi tergolong hadis hasan).
Riwayat dari Abdullah bin Mas’ud yang berkata, bahwa Rasulullah saw. bersabda:
“Mimpi itu datangnya dari Allah, sedangkan mimpi lamunan itu datang dan setan.” (H.r. Bukhari).

Sabdanya pula:
“Barangsiapa bermimpi melihat aku, maka dia benar-benar melihatku. Sebab setan tidak bisa menyerupaiku.” (H.r. Tirmidzi).

Makna hadis tersebut adalah bahwa yang dimaksud adalah mimpi yang benar. Takwilnya juga benar. Sedangkan mimpi seperti itu merupakan bagian dari karamah.
Perwujudan mimpi itu adalah bisikan jiwa yang masuk dalam hati, dan kondisi-kondisi ruhani yang tergambar dalam imajinasi. Sebab seluruh perasaan tidak tenggelam dalam tidur. Lantas orang menduga seakan-akan ia dalam keadaan terjaga, dan melihat dengan sebenarnya. Padahal itu semua adalah proyeksi atau gambaran yang tertanam dalam hati mereka. Ketika rasa fisik telah hilang dari mereka, yang tertinggal adalah obyek-obyek imaji yang diketahui melalui rasa dan bersifat langsung. Kondisi seperti itu sedemikian menguat di benak pemiliknya. Pada saat terjaga kondisi-kondisi tersebut melemah karena terdominasi oleh kondisi-kondisi inderawi yang ada dalam kenyataan, serta munculnya pengetahuan langsung. Contohnya, seperti orang yang disinari oleh lampu di tempat yang gelap gulita. Apabila matahari terbit, cahaya matahari akan mengalahkan cahaya lampu tersebut, sehingga cahaya lampu terserap oleh cahaya matahari. Bagi orang yang berada dalam kondisi tidur, dia seperti orang yang berada di bawah cahaya lampu tadi. Sedangkan orang yang terjaga seperti orang yang berada di siang hari. Orang yang terjaga akan iingat apa yang tergambar saat tidurnya, termasuk hal-hal atau peristiwa yang datang dalam hatinya di saat tidur. Kadang-kadang yang datang tadi dari sisi setan, kadang-kadang dari desakan-desakan nafsu, kadang pula dari malaikat, dan malah terkadang merupakan pengetahuan langsung dari Allah swt, yang pada mulanya kondisi-kondisi tersebut dikreasikan dalam hatinya. Dalam hadis disebutkan, “Mimpi yang paling benar di antara kalian adalah yang paling benar ucapannya.”

Ketahuilah, tidur itu bermacam-macam: Ada tidur lalai dan tidur biasa, keduanya tidak terpuji, bahkan tercela. Sebab tidur seperti itu adalah saudara kematian. Dalam beberapa hadis yang diriwayatkan menegaskan, “Tidur merupakan saudara kematian.” Allah swt. juga berfirman, “Dan Dia-lah yang menidurkan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari.” (Q.s. AlAn’aam: 60).
Firman-Nya pula:
“Allah memegang jiwa (orang ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya.”
(Q.s. Az-Zumar: 42).
Dikatakan, “Bila dalam tidur itu ada suatu kebaikan, jelas bahwa di surga pun ada tidur.”
Dikatakan pula, “Ketika Allah swt. mempertemukan tidur kepada Adam as. di surga, pada saat itulah Hawa keluar. Dan setiap bencananya selalu muncul ketika Hawa muncul.”

Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata, “Ketika Ibrahim as. berkata kepada Ismail as, ‘Hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi, bahwa aku menyembelihmu” (Q.s. Ash-Shaffaat: 102), maka Ismail as. berkata, “Wahai ayah, inilah balasan orang yang tidur (lupa) Kekasihnya. Seandainya engkau tidak tidur, pasti engkau tidak diperintah menyembelih anak”

Dikatakan, “Allah swt. menurunkan wahyu kepada Daud as, ‘Sungguh berdusta, orang yang
mengaku mencintai-Ku, namun ketika malam telah gelap, ia tertidur lelap.”
Tidur itu merupakan kebalikan ilmu. Karenanya asy-Syibly berkata, “Sekali terlelap, dalam kehidupan seribu tahun, adalah sesuatu yang buruk.” Katanya pula, “Allah swt. Tampak padaku dan berfirman, ‘Siapa yang tidur, dia alpa, siapa yang alpa, dia terhalang.’ Sejak saat itu asy-Syibly bercelak dengan garam, sehingga tak pernah dilanda tidur. Dalam konteks inilah para Sufi mendendangkan syairnya:

Mengherankan sekali bagi pecinta
Bagaimana dia tidur
Sedang tidur bagi pecinta
sungguh dilarang.


Disebutkan, “Murid, makannya ketika lapar, tidurnya ketika sangat kantuk, dan bicaranya ketika terpaksa.”
Dikatakan, “Ketika Adam as. tidur dalam keadaan hadirnya hati, dikatakan padanya, ‘Inilah Hawa, agar engkau bisa tentram kepadanya. Inilah balasan orang yang tidur di kala hadir.”

Dikatakan, “Bila engkau dalam keadaan hadir, janganlah tidur. Tidur dalam keadaan hadir berarti beradab yang buruk. Bila gaib hati Anda, berarti Anda tergolong mereka yang menyesal dan mendapat bencana. Sedang orang yang tertimpa bencana tidak bisa dilanda tidur.”

Bagi ahli mujahadah, tidurnya merupakan karunia dan Allah kepada mereka. Allah swt.
menganggap indah pada hamba yang tidur dalam sujudnya, dengan firman-Nya, “Lihatlah kamu sekalian pada hamba-Ku, rulznya ada di sisi-Ku dànjasadnya ada di hadapan-Ku.”
Yakni, ruhnya ada di tempat rahasia, sedang badannya di hamparan ibadat.

Dikatakan, “Siapa saja yang tidur dalam keadaan suci, ruhnya diizinkan mengelilingi Arasy, dan sujud kepada Allah swt, sebagaimana firman-Nya, ‘Dan Kami jadikan tidurmu untuk istirahat.’ (Q.s. An-Naba’: 9).”
Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata, “Ada seorang laki-laki yang mengadu kepada salah seorang syeikh karena terlalu banyak tidur. Syeikh tersebut menjawab, ‘Pergilah kamu, dan bersyukurlah kepada Allah swt atas kesehatan yang diberikan-Nya. Sebab banyak orang yang mengeluh sakit karena ingin bisa tidur’.”

Dikatakan, “Tak ada yang lebih berat bagi iblis, melainkan bila si tukang maksiat tidur. Lalu iblis itu berkata, ‘Kapan dia bangun lagi dan melakukan perbuatan maksiat kepada Allah swt.’?”
Saya juga mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata, “Syah al-Kirmany selalu terjaga, kemudian sekali ia dilanda ketiduran. Dalam tidurnya bermimpi melihat Allah swt. Setelah mimpi itu ia selalu berusaha untuk tidur. Ketika hal itu ditanyakan, dia hanya menjawab melalui untaian syair:
Kulihat girangnya kalbu dalam mimpiku Karenanya aku berhasrat untuk dilanda kantuk dan tidur.
Dikisahkan, bahwa ada seseorang memiliki dua murid. Keduanya kemudian bertengkar. Salah satu berkata, “Tidur itu baik. Sebab manusia pada saat itu tidak melakukan maksiat.” Kemudian yang satu berucap, “Terjaga itu baik, sebab pada saat itu dia mengenal Allah swt.” kemudian keduanya mengadukan kepada syeikh, “Untuk Anda yang berpendapat bahwa tidur lebih utama, maka mati itu lebih baik bagimu dibanding hidup. Kalau Anda yang berpandangan terjaga lebih baik daripada tidur, berarti hidup lebih baik bagi Anda daripada mati.”

Juga disebutkan bahwa ada seorang laki-laki membeli budak wanita. Ketika malam tiba lelaki itu berkata pada budaknya:
“Gelarlah tempat tidur.”
“Tuanku, apakah tuanku punya Tuan?”
“Ya”
“Apakah Tuanmu juga tidur?” tanya budak itu.
“Tidak.”
“Apakah engkau tidak malu bila engkau tidur, sedang Tuanmu tidak tidur?” kata budak wanita itu.
Dikatakan, “Bocah kecil putri Sa’id bin Jubair bertanya,
‘Mengapa engkau tidak tidur?’ Jubair menjawab, ‘Karena neraka jahannam tidak bisa menidurkan aku.”
Dikatakan bahwa ketika Rabi’ bin Khaitsam meninggal dunia, seorang bocah wanita bertanya pada ayahnya, tetangga Rabi’, “Ayah, kemana hilangnya silinder yang ada di rumah tetangga kita?” Ayah bocah itu menjawab,
“Tetangga kita yang saleh itu benar-benar berdiri sejak sore hingga pagi hari. ” Lantas bocah itu mengkhayalkan, bahwa tetangga yang saleh itu hilang. Karena ia tidak bisa naik ke atap kecuali malam hari, dan di atas atap itu tetangganya berdiri.

Salah seorang Sufi berkata, “Dalam tidur ada makna-makna yang tidak didapat dalam jaga, antara lain bisa melihat Rasulullah saw, para sahabat dan ulama salaf, yang tidak bisa kita lihat di saat jaga. Begitu juga dalam tidur bisa melihat Allah swt, dan ini merupakan keistimewaan yang agung.”
Dikatakan, “Abu Bakr al-Ajiry melihat Allah swt. dalam mimpinya. Allah lalu berfirman padanya, “Mintalah apa kebutuhanmu.“ Lalu Abu Bakr mendoa, ‘Ya Allah, ampuni seluruh pendusta dari ummat Muhammad saw.’ Maka Allah swt. menjawab, “Aku lebih utama daripada kamu dalam hal ampunan. Karena itu minta saja apa kebutuhanmu.”

Muhammad bin Ali al-Kattany berkata, “Aku bermimpi bertemu Nabi saw, lalu Nabi bersabda padaku, ‘Siapa yang berhias diri demi manusia dengan sesuatu padahal Allah Maha Tahu kebalikannya, Allah akan mencelanya’.”

Al-Kattany berkata, “Aku mimpi bertemu Nabi saw dan aku memohon padanya, ‘Berdoalah kepada Allah agar Dia tidak mematikan hatiku.’ Maka Nabi saw bersabda, ‘Ucapkan empatpuluh kali setiap hari: Yaa Hayyu Yaa Qayyuum Laa Ilaaha illa Anta. Allah akan menghidupkan hatimu’.”
Hasan bin Mi r.a. mimpi bertemu Nabi Isa as, lalu al-Hasan bertanya, “Aku ingin membuat stempel, apa yang harus kutulis pada stempel itu?” Maka Isa as menjawab, “Tulislah: Laa Ilaaha Illallaah Al-Malikul Haqqul Mubiin.” Kalimat itu merupakan akhir dari ayat dalam Injil.

AbuYazid al-Bisthamy meriwayatkan, ‘Aku mimpi bertemu Allah swt, lantas aku bertanya kepada-Nya, ‘Bagaimana aku
menempuh jalan kepada-Mu?’
Allah berfirman, ‘Tinggalkan dirimu dan kemarilah’.”
Diceritakan bahwa Ahmad bin Hadhrawaih bermimpi melihat Tuhannya. Allah berfirman padanya, “Hai Ahmad, setiap manusia saling mencari dari-Ku, kecuali Abu Yazid. Sebab dia mencari Aku.”
Yahya bin Sa’id al-Qaththan bercerita, “Aku bermimpi melihat Tuhanku. Lalu aku memohon, ‘Tuhan, berapa lama aku memohon kepada-Mu, namun belum Engkau kabulkan?’ Allah swt. menjawab, “Wahai Yahya, Aku sesungguhnya senang mendengarkan suaramu.”

Bisyr ibnul Harits berkata, “Aku bermimpi melihat Amirul Mukrninin Ali bin Abu Thalib r.a. dan kupinta, ‘Nasihatilah aku wahai Amirul Mukminin!’ Lalu beliau berkata, ‘Betapa bagusnya perasaan orang-orang kaya yang peduli pada para fakir, semata karena mencari pahala dan Allah swt. Dan lebih baik dan itu apabila orang-orang fakir bebas dan orang-orang kaya, hanya bergantung kepada Allah swt.’ Aku masih meminta, ‘Tambah lagi wahai Amirul Mukrninin,’ lantas beliau bersyair:
Aku benar-benar telah mati
Lalu aku jadi hidup
Dan tidak lama lagi
engkau bakal mati.

Dikatakan, “Sufyan ats-Tsaury muncul dalam mimpi, lalu ditanya, ‘Apa yang telah dilakukan Allah kepadamu?’ Dia menjawab, ‘Dia mengasihiku.’ Lalu ditanyakan lagi, ‘Bagaimana keadaan Abdullah ibnul Mubarak?’ Dia menjawab, ‘Oh, dia tergolong orang yang masuk kepada Tuhannya setiap hari dua kali’.”
Saya mendengar Abu Ali ad-Daqqaq r.a. berkata, “Syeikh Abu Sahl ash-Sha’luky bermimpi ketemu Abu Sahl az-Zujjajy. Az-Zujjajy berkata dengan janji keabadian. Maka dia ditanya, ‘Apa yang telah dilakukan Allah padamu?’ Az-Zujjajy menjawab, ‘Persoalan di sana lebih mudah dibanding yang kita duga’.”
Al-Hasan bin Ashim asy-Syaibany dimimpikan, lalu dia ditanya, “Apa yang telah dilakukan Allah kepadamu?” Dia menjawab, “Tiada sesuatu dan Yang Maha Murah, kecuali kemuliaan.”


Sebagian Sufi dimimpikan oleh beberapa orang. Diantaranya ada yang ditanya mengenai
kondisinya. Dia menjawab:
Perhitungkanlah kami, dan
selamilah, kemudian
betharaplah, maka
raihlah kemuliaan.

Hasan al-Bashry masuk sebuah masjid untuk shalat maghrib. Ternyata imam masjid tersebut adalah orang ajam (non-Arab). AlBashry tidak mau shalat makmum di belakangnya, karena khawatir logat ajam imam itu tidak fasih, Ketika tidur al-Bashry bermimpi bertemu seseorang yang bertanya, “Kenapa Anda tidak shalat di belakangnya? Sungguh, seandainya Anda shalat di belakangnya, dosamu yang telah lalu akan diampuni semua.”

Malik bin Anas tampak dalam mimpi, lalu ditanya, “Apa yang dilakukan Allah swt. padamu?” Dia menjawab, “Allah mengampuni dosaku, karena satu ucapan, yang diucapkan oleh Utsman bin Affan r.a, ketika melihat jenazah, Subhaanal Hayyi ai-Ladzi laa Yamuut. (Maha Suci Dzat Yang Maha Hidup dan tidak pernah mati).”
Ketika malam kematian Hasan al-Bashry seseorang dimimpikan, seakan-akan pintu-pintu langit dibuka. Dan seolah-olah ada suara yang memanggil, “Hai perhatikanlah, Hasan al-Bashry datang kepada Allah swt. dan Allah swt. Ridha kepadanya.”

Saya mendengar Abu Bakr bin Asykib berkata, ‘Aku bermimpi bertemu Syeikh Abu Sahl ash-Sha’luky dalam kondisi yang
sangat bagus. Kutanyakan
padanya, ‘Apa yang telah dilakukan Allah padamu?’
Beliau menjawab:
Jangan engkau menulis dengan
catatan yang menggembirakanmu
kelak di hari kiamat
engkau melihatnya’.
Dikisahkan, “Al-Junayd mimpi bertemu iblis dalam keadaan telanjang. Junayd bertanya pada iblis, ‘Apa kau tidak malu dengan manusia.’ Iblis menjawab, ‘Mereka? Mereka itu bukanlah manusia. Yang namanya manusia itu adalah mereka yang ada di masjid Syanuziyah, yang menyakiti tubuhku dan membakar hatiku.’ Junayd berkata, ‘Ketika aku bangun, aku bersegera pergi ke masjid. Kulihat jamaah di sana sedang menundukkan kepalanya dalam keadaan tafakur. Ketika melihatku, mereka berkata, ‘Jangan Anda ditipu oleh omongan kotor (Iblis, pent.)’.”

An-Nashr Abadzy dimimpikan di Mekkah al-Mukarramah, setelah beliau wafat. Beliau ditanya, “Apa yang dilakukan Allah padamu?” Beliau menjawab, “Aku disambut dengan sambutan kemuliaan. Kemudian aku dipanggil, ‘Apakah setelah bertemu, lalu berpisah?’ Aku menjawab, ‘Tidak,wahai Dzat Yang Maha Agung.’ Dan diriku tidak dikubur di liang lahat, sampai aku bertemu dengan Al-Ahad’.”

Dzun Nuun al-Mishry dimimpikan, dan ditanya, “Apa yang telah dilakukan Allah padamu?” Dia menjawab, “Aku memohon tiga kebutuhan ketika masih di dunia. Sebagian kebutuhanku itu dipenuhi. Aku berharap sisanya juga diberikan. Sedangkan aku juga memohon kepada-Nya agar diberi bagian satu dari sepuluh yang ada di tangan malaikat Ridhwan, dan dia memberikannya sendiri. Aku memohon agar Dia menjauhkan satu dari sepuluh siksa yang ada di tangan malaikat Malik. Dan aku memohon agar Allah memberiku rezeki agar diberi dzikir melalui lisan keabadian.”

Dulafasy-Syibly dimimpikan setelah wafatnya. Ditanya, “Apa yang telah dilakukan Allah swt. kepadamu?” Dia menjawab, ‘Allah swt. tidak menuntutku dengan berbagai bukti atas berbagai
pengakuan, kecuali satu hal, ketika pada suatu hari aku berkata, ‘Tak ada kerugian yang lebih besar
daripada kerugian (tidak masuk) surga dan masuk neraka.’ Lalu Allah bertanya kepadaku, ‘Kerugian mana yang lebih besar dibanding kerugian untuk (tidak) bertemu dengan-Ku’?”

Saya mendengar Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq berkata, “Ahmad al-Jurairy mimpi bertemu al-Junayd, dan al-Jurairy bertanya, ‘Apa kabar wahai Abul Qasim?’ Dia menjawab, ‘Isyarat-isyarat itu telah sirna, dan ibarat-ibarat itu telah tampak. Tak ada yang memberi manfaat kepada kita kecuali tasbih-tasbih yang kita ucapkan setiap pagi’.”

An-Nabajy berkata, “Suatu hari aku sangat menginginkan sesuatu. Lantas malamnya aku bermimpi, seakan-akan ada yang berucap, ‘Baguskah bagi kemerdekaan murid untuk menghinakan seorang hamba, padahal dia mendapatkan dan Tuannya apa yang dikehendaki’.”

Ahmad ibnul Jalla’ berkata, “Ketika memasuki Madinah, aku telah kehabisan harta. Aku mendatangi kuburan Nabi saw, lantas berkata, Aku adalah tamumu.’ Tiba-tiba aku dilanda kantuk, saat tertidur aku mimpi bertemu Nabi saw, dan beliau memberiku roil Kumakan separo, selanjutnya aku bangun. Ternyata separo roti yang kumakan masih ada.”

Dikatakan, “Utbah al-Ghulam mimpi bertemu bidadari dengan rupa yang sangat cantik. Bidadari itu berkata padanya, ‘Wahai Utbah, aku sangat merindukanmu. Ingatlah, engkau jangan beramal dengan amal-amal yang bisa menghalangi diriku dan dirimu.’ Lalu Utbah menjawab, ‘Dunia kutalak tiga, dan aku tak akan pernah kembali padanya, hingga aku menemuimu’.”

Saya mendengar Manshur al-Maghriby berkisah, “Aku melihat seorang syeikh di negeri Syam, punya masalah besar. Kebiasaan sehari-harinya selalu gemetar ketakutan. Lalu dikatakan padaku, ‘Jika Anda ingin menyenangkan syeikh ini bersama Anda, ucapkanlah salam padanya, dan katakan, ‘Semoga Allah memberimu rezeki bidadari. ’ Dia pasti senang mendapatkan doa seperti itu darimu.’ Lantas aku bertanya sebab-sebab yang menimbulkan gejala seperti yang dialami syeikh itu. Dijawab, ‘Dia itu bermimpi melihat bidadari. Lalu mimpi itu memberikan kesan yang mendalam di hatinya.’ Aku pun lewat dan mengucapkan salam padanya, lalu kuucapkan pula, ‘Semoga Allah memberimu rezeki bidadari.’ Dan tiba-tiba syeikh itu menjadi riang.”

Diceritakan bahwa Abu Ayyub as-Sikhtiyany melihat jenazah pelaku maksiat. Kemudian dia masuk ke sebuah lorong sempit, karena tidak ingin ikut menshalati jenazah itu. Salah satu di antara mereka ada yang bermimpi dan bertanya kepada mayit, “Apa yang telah dilakukan Allah padamu?” Mayit itu menjawab, “Allah telah mengampuni dosaku, dan Allah swt. berfirman kepadaku, ‘Katakanlah kepada Ayyub as-Sikhtiyany: (Katakanlah, ‘Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya.’).”

Dikatakan, “Malam setelah wafatnya Malik bin Dinar, seseorang bermimpi, melihat pintu-pintu langit terbuka. Lalu ada suara memanggil, ‘Hai ingatlah! Malik bin Dinar telah menjadi penduduk surga’!”
Salah seorang Sufi berkata, “Pada malam hari setelah wafatnya Dawud ath-Tha’y, aku melihat cahaya dan mafaikat yang sedang naik serta malaikat yang sedang turun. Aku bertanya, ‘Malam apakah ini?’ Para malaikat itu menjawab, ‘ini adalah malam bagi kematian Dawud ath-Tha’y, surga benar-benar menjadi indah atas kedatangan ruhnya’.”

Saya pernah bermimpi melihat guru saya, Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq, dan saya bertanya, “Apa yang telah dilakukan Allah swt. kepada Anda?” Beliau menjawab, “Tiada ampunan sebagai derajat yang besar di sana, yang lebih sedikit derajatnya daripada yang ada di sana. Seseorang diberi ini dan itu.”
Lalu dalam mimpi saya, manusia yang dimaksud oleh syeikh tadi adalah seseorang yang telah melakukan pembunuhan tanpa dasar yang haq.

Ketika Kuraz bin Wabrah meninggal, ia dimimpikan, seakan-akan ahli kubur sedang keluar dan kuburnya dengan pakaian putih serba baru. Lalu ditanyakan, “Apa, semua ini?” Dijawabnya, “Para ahli kubur sedang diberi pakaian serba baru, karena kedatangan Kuraz bin Wabrah.”
Yusuf ibnul Husain dimimpikan setelah wafatnya, “Apa yang telah dilakukan Allah swt. kepada diri Anda?” Ia menjawab, “Dia telah mengampuniku.” Kemudian ditanya lagi, “Karena apa Allah swt. mengampuni Anda?” Yusuf al-Husain menjawab, “Selama aku bergaul, aku tidak pemah bergurau.”

Abdullah az-Zarrad dimimpikan, dan ditanya, “Apa yang telah dilakukan Allah swt. kepada Anda?” Dijawabnya, “Allah telah mendudukkan diriku dan mengampuni setiap dosaku yang telah kulakukan di dunia, kecuali satu dosa. Aku merasa malu untuk mengakuinya. Lalu dosa itu berhenti pada uratku, sehingga daging wajahku berjatuhan.” Ditanyakan kepadanya lagi, “Apa yang terjadi?” Abdullah menjawab, “Suatu hari aku melihat sosok yang sangat bagus, lalu aku malu menyebutkannya.”

Saya mendengar Abu Bakr ar-Rasyidy berkata, ‘Aku bermimpi melihat Muhammad ath-Thausy, dan beliau berkata, ‘Katakan kepada Abu Sa’id ash-Shaffar sang sastrawan:

Kami tak mampu bergeser dari cinta.
Sungguh demi kehidupan cinta.
Kamu sekalian telah bergeser, kami tak pernah.
Kesibukanmu telah melalaikan kami
karena persahabatan dengan yang lain.
Kamu ucapkan kata perpisahan, namun tidak bagi kami.
Siapa tahu, Tuhan Yang mengatur segalanya.
bakal mempertemukan kami setelah kematian nanti.
seperti semula..’

Tiba-tiba aku terbangun, dan kukatakan kepada Abu Sa’id ash Shaffar. Ia menjawab, ‘Setiap hari Jum’at aku ziarah ke kubumya. Pada Jum’at ini, sungguh (menyesal) aku tidak menziarahinya’.”
Salah seorang Sufi meriwayatkan, “Aku bermimpi bertemu Rasulullah saw. sementara di sisinya ada jamaah para fuqara yang mengelilinginya. Pada saat itu, tiba-tiba dua malaikat turun dari langit, salah satu tangan dua malaikat itu memegang bejana tempat air, dan tangan yang lain memegang kendi. Bejana itu diletakkan di depan Rasulullah saw. Lantas Rasul pun mencuci tangannya. Kemudian diputar kepada mereka, sehingga mereka pun mencuci tangan mereka. Lalu bejana itu sampai di hadapanku. Salah satu malaikat itu berkata kepada yang satunya, ‘Hai, jangan kamu tuangkan air itu pada tangannya, sebab orang ini bukan kelompok mereka!’ Lalu aku bertanya kepada Rasulullah saw, Wahai Rasulullah, bukankah telah diriwayatkan dan engkau, bahwa engkau bersabda, ‘Seseorang beserta orang yang dicintainya?’ Rasul saw. menjawab, ‘Benar.’ Aku berkata, ‘Dan mencintai Anda dan mencintai para fakir itu.’ Lalu Rasul saw. bersabda, “Tuangkanlah air itu pada tangannya, sebab ia termasuk kalangan mereka’.”

Diriwayatkan dari Umar al-Hammal, yang berkata, “Maaf maaf” Ia ditanya, “Apa arti doa tersebut?” Ia menjawab, “Pada mulanya, aku seorang pemanol. Suatu hari aku membawa kiriman tepung. Kuletakkan beban itu, untuk istirahat sejenak. Lantas aku mengeluh, ‘Tuhanku, seandainya Engkau beri aku dua buah potong roti sehari tanpa harus susah-payah, rasanya aku sudah cukup dengan dua potong itu.’ Tiba-tiba ada dua orang laki-laki sedang bertengkar. Aku maju untuk mendamaikan. Namun salah seorang yang hendak memukul lawannya dengan suatu benda, mengenai kepalaku. Wajahku berdarah. Pemilik rumah datang, lalu mencekal keduanya. Ketika melihatku berlumur darah, aku ikut diseretnya, karena menyangka aku terlibat dalam perkelahian. Akhirnya aku dijebloskan di penjara. Beberapa waktu ketika aku mendekam di penjara, setiap hari aku dikirim dua potong roti. Suatu malam aku bermimpi, ada suara orang berkata kepadaku, ‘Bukankah kamu telah meminta dua potong roti setiap hari tanpa harus bersusah-payah. Sementara kamu tidak pernah minta maaf.’ Lalu aku bangun, dan kuucapkan, ‘Maaf, maaf’ Tiba-tiba pintu penjara diketuk, ‘Mana yang namanya Umar si pemanol?’ Lantas mereka memberikan jalan keluar bagiku.”
Riwayat dari Muhammad al-Kattany, “Di antara murid kami ada yang terkena penyakit di kedua matanya. Lalu ditanya, ‘Apakah tidak sebaiknya Anda berobat?’ Ia menjawab, aku berkeinginan untuk tidak mengobati sampai sehat dengan sendirinya.’ Lalu aku bermimpi, seakan-akan ada suara mengatakan, ‘Seandainya keinginan seperti itu ada pada semua penghuni neraka, Kami akan mengeluarkan mereka dari neraka’.”

Riwayat dan al-Junayd yang mengatakan, “Aku bermimpi seakan-akan berbicara kepada banyak orang. Lantas malaikat menghentikanku, lalu bertanya, ‘Apa yang paling bisa mendekatkan ahli taqarrub kepada Allah swt.?’ Aku menjawab, ‘Amal yang tersembunyi dengan timbangan yang memadai.’ Lalu malaikat itu meninggalkan aku seraya berkata, ‘Kalimat yang tepat, demi Allah’!”

Ada seseorang berkata kepada ‘Ala’ bin Zaid, “Aku bermimpi semalam melihat Anda, seakan-akan Anda adalah ahli surga.” ‘Ala’ menjawab, “Bisa jadi setan mempunyai maksud tertentu. Lantas aku berlindung dari setan itu. Lalu setan itu menyosokkan padaku lewat seseorang, seperti apa yang diinginkannya.”
Dikatakan, “Atha’ as-Sulamy dimimpikan, dan ditanya, ‘Anda ini tergolong orang terundung duka begitu lama, lalu apa yang telah dilakukan Allah swt. kepada diri Anda?’ Ia menjawab, ‘Demi Allah, ingatlah, kedukaan itu telah diikuti oleh istirahat yang panjang dan kesenangan abadi.’ Ditanyakan kepadanya lagi, ‘Pada derajat mana Anda berada?’ Atha’ menjawab, ‘Bersama orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah, yaitu para Nabi dan para shiddiqin’.”

Dikatakan, “Al-Auza’y dijumpai dalam mimpi, dan berkata, ‘Aku tidakpernah melihat derajat yang lebih tinggi di sana, dibanding derajat para ulama, kemudian baru derajat orang-orang yang selalu dirundung kesusahan’.”
An-Nabajy berkata, “Ada yang mengatakan dalam mimpiku, ‘Barangsiapa menyerahkan rezekinya kepada Allah swt. akan ditambah kebajikan akhlaknya, dan dirinya dimurahkan dalam nafkah, serta sedikit waswasnya dalam shalat’.”

Zubaidah dimimpikan oleh seseorang, dan ditanya, “Apa yang telah Allah swt. lakukan
kepadamu?” Ia menjawab, “Allah swt. mengampuniku.” Ditanya lagi, “Apakah karena nafkah yang
banyak engkau berikan di jalan-jalan menuju Mekkah al-Mukarramah?” Ia menjawab, Tidak! Soal pahalanya kembali pada pemiliknya. Tetapi Allah mengampuniku karena niatku.”

Sufyan ats-Tsaury muncul dalam mimpi dan ditanya, “Apa yang telah Allah swt. lakukan atas diri Anda?” Sufyan menjawab, ‘Aku tapakkan salah satu telapak kakiku di atas ash-Shirath dan telapak kaki yang lain di surga.”
Ahmad bin Abul Hawary berkisah, “Aku bermimpi melihat gadis yang begitu cantik, dengan riasan cahaya di wajahnya. Aku berkata kepadanya, ‘Betapa bersinarnya wajahmu.’ Gadis itu bertanya, ‘Ingatkah semalam ketika Anda menangis?’ Aku menjawab, ‘Ya.’ Gadis itu berkata, ‘Airmata Anda kubawa dan kuusapkan ke wajahku. Wajahku tiba-tiba jadi sepenti ini’.”

Yazid ar-Raqasy mimpi bertemu Nabi saw, lalu dibacakan suatu ayat. Lantas Nabi saw. bersabda, “Bukankah ini bacaan, lalu mana
tangisan?”
Al-Junayd berkata, “Aku semalam bermimpi seakan-akan ada dua malaikat turun dan langit. Salah satu dan mereka bertanya, ‘Apakah kejujuran itu?’ Lalu kukatakan, ‘Tepat janji.’ Yang lain berkata, ‘Suatu kejujuran, lalu naik membubung’.”

Bisyr al-Hafi dimimpikan, lalu ditanya, “Apa yang telah dilakukan Allah swt. kepada diri Anda?” Ia menjawab, ‘Allah mengampuniku. Dan berfirman kepadaku, ‘Apa Aku tidak malu wahai Bisyr, engkau takut kepada-Ku dengan rasa takut sedemikian rupa’?”
Dikatakan, “Abu Sulaiman ad-Darany dimimpikan semalam, ditanya, ‘Apa yang telah dilakukan Allah swt. kepada Anda?’ Abu Sulaiman menjawab, ‘Dia mengampuniku, dan tiada sesuatu yang lebih menderitakan diriku dibanding isyarat-isyarat kaum Sufi’.”
Ali ibnul Muwafiq berkata, “Suatu hari aku sedang memikirkan mengenai pekerjaan keluargaku dan kemiskinan yang menimpa mereka. Lalu aku bermimpi, ada secarik kertas bertuliskan: Bismillaahirrahmaanirrahiim, Wahai Ibnul Muwafiq, apakah engkau takut kemiskinan sedangkan Aku adalah Tuhanmu?’ Saat menjelang akhir malam ada seorang laki-laki memberiku kantong, didalamnya ada limaribu dinar, sembari berkata, Ambillah ini untukmu, wahai orang yang keyakinannya lemah’!”

Al-Junayd berkata, “Aku bermimpi, seakan-akan berada di hadapan Allah swt, kemudian Dia berfirman kepadaku, ‘Wahai Abul Qasim, dari mana engkau mendapatkan kalam yang engkau ucapkan?’ Lalu aku menjawab, Aku tidak bicara kecuali benar.’ Allah swt. berfirman, ‘Engkau benar’!”
Abu Bakr al-Kattany berkisah, “Aku bermimpi bertemu seorang pemuda yang amat tampan. Aku bertanya, ‘Siapakah Anda?’ Ia menjawab, ‘Takwa!’ Aku bertanya lagi, ‘Di mana Anda menetap?’ Ia menjawab, ‘Di hati yang susah.’ Kemudian ia berkelebat pergi menghilang. Aku menoleh, tiba-tiba ada seorang wanita legam yang bengis. Aku bertanya kepadanya, ‘Siapa Anda?’ Ia menjawab, ‘Tawa ria!’ Aku bertanya, ‘Di mana tempat tinggalmu?’ Dijawabnya, ‘Di setiap hati yang girang gembira nan alpa.’” Lalu aku bangun, dan sejak saat itu aku tidak pernah tertawa, kecuali bila sudah tidak tahan lagi.

Abu Abdullah bin Khafif menceritakan, ‘Aku mimpi bertemu.’ Rasulullah saw. yang seakan-akan bersabda kepadaku, ‘Siapa yang mengenal jalan menuju kepada Allah swt, ia akan menempuhnya. Bila orang itu kembali menjauhi, Allah swt. akan menyiksanya dengan siksaan yang belum pernah dirasakan oleh siapa pun di alam ini’.”

Dulaf asy-Syibly dimimpikan, dan ditanya, “Apa yang dilakukan Allah swt. kepada diri Anda?” Ia menjawab, ‘Dia mendebatku, sampai aku tidak berdaya. Ketika Dia melihat ketidak berdayaanku, Dia melimpahkan padaku dengan limpahan Abu Utsman al-Maghriby berkata, “Aku bermimpi seakan-akan ada orang berkata, ‘Hai Abu Ustman, takutlah kamu kepada Allah swt. dalam menempuh kefakiran, walaupun sekadar semut kecil.”

Dikatakan, “Abu Sa’id al-Kharraz mempunyai seorang anak yang telah meninggal dunia mendahuluinya. Lalu ia bermimpi bertemu dengan anaknya. Wahai anakku, berwasiatlah kepadaku!’ ‘Ayah,’ kata anaknya, ‘Janganlah bekerjasama dengan Allah swt. Dengan sikap penakut!’ Abu Sa’id meminta, ‘Anakku, tambahlah wasiatmu.’ Anak itu berkata, ‘Ayah jangan kontra kepada Allah swt. dalam perkara yang menjadi tuntutanmu!’ Abu Sa’id masih meminta, ‘Tambah lagi wahai anakku!’ Lalu anak itu berkata, ‘Jangan engkau pakai jubahmu (sebagai tabir) antara dirimu dengan Allah swt!’ Maka sejak saat itu, selama tiga puluh tahun Abu Sa’id tidak pernah memakai jubah.”

Dikisahkan, “Di antara salah seorang Sufi berdoa, ‘Ya Allah, aku memohon sesuatu yang tidak membuat-Mu bahaya, dan memberi manfaat kepada kami, janganlah Engkau larang bagi kami!’ Tiba-tiba dalam mimpinya seakan-akan ada suara, ‘Demi dirimu, sesuatu yang membahayakan dirimu dan tidak memberi manfaat bagimu, tinggalkan’!”

Diriwayatkan dan Abul Fadhl al-Asfahany yang berkata, ‘Aku mimpi bertemu Rasulullah saw. dan aku berkata, Wahai Rasulullah, mohonkan kepada Allah swt. agar Dia tidak merusak imanku!’ Rasulullah saw. bersabda, ‘Yang itu adalah sesuatu, dimana Allah swt. benar-benar telah merampungkannya’.”
Diriwayatkan dan Abu Sa’id al-Kharraz, “Aku menyaksikan iblis dalam mimpi. Kuambil tongkatku untuk memukulnya. Lalu dikatakan kepadaku, ‘Iblis tidak lari dari tongkat itu. Yang membuatnya lari bila muncul cahaya yang ada di dalam hati’.”

Salah seorang Sufi berkata, ‘Aku berdoa untuk Rabi’ah al-Adawiyah. Lalu aku bermimpi melihatnya, dan berkata, ‘Hadiah-hadiahmu telah sampai kepada kami dalam lapisan-lapisan cahaya, dan terbungkus oleh sapu tangan dari cahaya’.”
Riwayat dan Sammak bin Harb yang berkata, “Mataku buta, lalu aku bermimpi ada orang berkata, ‘Datanglah ke sungai Euphrat, menyelamlah di sana, dan bukalah kedua matamu!’ Lalu kulakukan perintahnya, dan mataku pun sembuh, aku dapat melihat kembali.”
Dikisahkan, “Bisyr al-Hafi dimimpikan, dan ditanya, ‘Apa yang telah Allah swt. lakukan kepadamu?’ Ia menjawab, Aku melihat Tuhanku — Azza wajalla — berfirman kepadaku, ‘Selamat datang wahai Bisyr. Aku benar-benar telah mewafatkanmu pada hari yang Kupastikan. Dan tidak seorang pun di muka bumi yang lebih Kucintai dibanding dirimu’.” .

http://www.sufinews.com/index.php?option=com_content&view=article&id=515:mimpi-kaum-sufi&catid=39:surat-pembaca&Itemid=156

Tidak ada komentar:

Posting Komentar