Sabtu, 07 November 2009

Kepercayaan Masyarakat harus diselamatkan



Saat ini kepercayaan masyarakat sedang terombang-ambing.


KPK sebagai salah satu institusi hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi, berbenturan dengan sesama penegak hukum, yaitu Kepolisian Republik Indonesia (POLRI).

Adegan ini seolah menjadi fragmen sensasional di hadapan ratusan juta masyarakat Indonesia. Saling ber-argumen, mempertahankan kebenaran posisi lembaga masing-masing. Lepas dari masalah kontroversi penahanan dua pimpinan KPK, kemelut yang sedang terjadi sebenarnya merupakan perwujudan dari semangat setiap unsur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya dan tekad untuk memberantas korupsi. Polisi sebagai aparat mencoba melakukan tanggung jawabnya dengan optimal dan KPK pun sebagai komisi khusus juga bersikeras mempertahankan sebuah idealisme dalam menjalankan tugas-tugas mulianya.

Sebenarnya semangat ini adalah sebuah aset positif dalam misi bersama kita untuk memberantas korupsi. Karena penanganan korupsi butuh semangat yang besar seperti ini karena memang korupsi adalah kasus kriminal yang luar biasa.

Dalam lingkungan yang koruptif, ekonomi dan bisnis dijalankan tidak berdasarkan pada biaya yang nyata. Banyak sekali unsur biaya yang sulit dipertanggungjawabkan yang disebut “biaya siluman”. Korupsi juga akan membawa efek lanjutan berupa menurunnya investasi dan pertumbuhan ekonomi karena kebijakan yang tidak selayaknya (unsound economic policy) telah menguntungkan sekelompok orang dan menafikan kepentingan orang banyak.

Selain itu, dampak yang tak kalah dahsyat, adalah hancurnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga yudikatif. Lembaga yudikatif, sebagai benteng terakhir keadilan telah dirasuki mafia; dimulai dari polisi yang menyelidiki laporan atau pengaduan perkara, lalu jaksa yang menyidik, sampai pada hakim yang memeriksa dan menentukan vonis. Di lain pihak, para pengacara yang kerap bersuara vokal membela hak-hak kliennya pun “main mata” untuk memenangkan perkara. Semua ini terjadi karena praktek korupsi, telah pula merambah pada lembaga yang mestinya bermoral, bermartabat dan terhormat tersebut.

Sedemikian besar daya rusak korupsi, mestinya korupsi dijadikan musuh nomor satu masyarakat. Perlu disosialisasikan nilai baru kepada masyarakat bahwa korupsi adalah tindakan yang beresiko tinggi dan bermartabat rendah. Dengan demikian, masyarakat dapat menghitung resiko sosial dan mengembangkan “budaya malu” untuk terlibat dan melakukan tindakan korupsi.

Seperti dikatakan oleh Sayyidina Ali ra bahwa "Kejahatan yang terorganisir dapat megalahkan kebenaran yang tidak terorganisir." Terjadinya kemelut ini merupakan akibat kurang terorganisirnya misi dalam pemberantasan korupsi di negara ini. Hal yang menjadi kekhawatiran adalah perlu diingat bahwa kemelut yang terjadi diantara penegak hukum memiliki efek yang sangat luas, Selain berakibat terganggunya sistematika pemberantasan korupsi, kemelut ini telah berpengaruh pada kepercayaan masyarakat. Hal ini diperkuat lagi oleh aktor media yang dalam fungsinya untuk menyuguhkan realita kepada masyarakat.

Kita tidak tahu, kapan pengadilan kita berani menjatuhan vonis terhadap para pejabat aktif yang terbukti melakukan korupsi, menerima suap, dan sebagainya. Kita sama-sama tahu, sisi gelap kasus-kasus korupsi di negeri ini yang tak terjamah oleh hukum.

Apapun yang menjadi akar masalah kemelut ini, baik itu politik, hukum, ekonomi, atau yang lainnya, harapannya masyarakat jangan sampai hancur kepercayaannya pada aparat.
Sungguh sedih dan malu melihat masayarakat telah terbentuk kelompok-kelompok, ada yang membenci POLRI atau sebaliknya. Masyarakat jangan menjadi korban untuk diarahkan dalam membentuk koloni-koloni yang hanya akan menimbulkan perpecahan.. Presiden harus segera dan berani menyelesaikan kemelut KPK-POLRI secara tuntas dan bijak untuk menyelamatkan kepercayaan masyarakat.


Sumber : http://dunia.pelajar-islam.or.id/dunia.pii/209/selamatkan-kepercayaan-masyarakat.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar