Siapakah yang tidak mendambakan dosa-dosanya diampuni? Ternyata,
tauhid yang murni adalah sebab utama terampuninya dosa-dosa. Sudahkah kita
memilikinya? Bagaimanakah cara mewujudkannya? Oleh sebab itu, simaklah
pembahasan menarik berikut ini…
Jangan
Nodai Imanmu dengan Kezaliman!
Sesungguhnya salah satu keutamaan tauhid yang sangat agung
adalah sebagai penghapus dosa. Penjelasan mengenai keutamaan ini dijelaskan
dalam beberapa ayat dan hadits berikut ini.
Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan
iman mereka dengankezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan
mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.”(QS. Al An‘am : 82)
Ketika
ayat ini turun, para Sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah diantara
kami yang tidak pernah berbuat zalim?” Beliau menjawab, “Maksud ayat
ini bukanlah seperti yang kalian katakan, akan tetapi yang dimaksud dengan
tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, adalah syirik.
Tidakkah kalian mendengar perkataan Luqman kepada anaknya, ‘Wahai anakku,
janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya syirik adalah kezaliman yang
sangat besar’?” (HR. Bukhari)
Lantas apa makna ‘keamanan’ dalam ayat di atas? Jawabannya
tergantung dari jenis kezaliman yang diperbuat oleh manusia. Perbuatan zalim
terbagi menjadi tiga jenis:
1. Kezaliman
yang paling besar, yaitu syirik.
2. Kezaliman
manusia pada dirinya sendiri, yaitu dengan tidak memberikan hak bagi tubuhnya.
Misalnya berpuasa namun tidak berbuka, atau shalat semalam suntuk tanpa tidur,
termasuk juga bermaksiat kepada Allah Ta’ala.
3. Kezaliman
manusia kepada manusia lainnya. Misalnya membunuh, mengambil harta saudaranya
tanpa hak, dan sebagainya.
Orang yang terjatuh dalam perbuatan syirik (besar), hilanglah
baginya keamanan secara mutlak sehingga dia akan kekal diadzab di neraka.
Pelakunya, jika meninggal dan belum bertaubat, akan kekal di neraka dan tidak
akan pernah merasakan indahnya surga.
Adapun
orang yang terjatuh ke dalam perbuatan zalim kepada diri sendiri atau orang
lain, namun selamat dari perbuatan syirik, maka baginya keamanan dalam artian
ia tetap diadzab -jika Allah menghendaki hal itu- sesuai kadar kezaliman yang
diperbuat, akan tetapi dia akan terbebas dari kekalnya adzab neraka. Bahkan,
jika Allah berkehendak, akan diampuni dosa-dosanya. Allah Ta’ala berfirman
(yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa
mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang selain
syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An Nisa’ : 116) (lihat
penjelasan di atas dalam Al Qaul Al Mufid ‘ala Kitab At Tauhid)
Ucapkan Laa
Ilaha Illallah dengan Ikhlas, dan Bagimu Surga!
Dari
Sahabat Muadz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang akhir
perkataannya adalah kalimat ‘laa ilaha illallah’, pasti masuk surga” (HR.
Abu Dawud, shahih). Dari Ubadah bin Shamitradhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
yang bersyahadat bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi melainkan
Allah, tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan RasulNya, dan bahwa
Isa adalah hamba dan RasulNya, dan kalimatNya yang disampaikan kepada Maryam,
serta Ruh dari padaNya, dan surga adalah haq, neraka juga haq, maka
Allah pasti memasukkannya ke dalam surga, betapapun amal yang telah diperbuatnya” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Sebagian kaum muslimin memahami hadits di atas ‘seadanya’, yaitu
siapa saja yang hingga akhir hayatnya “berhasil” mengucapkan kalimat tauhid,
atau sekedar mengucapkannya sekali seumur hidup saja, akan masuk surga. Tidak
peduli seburuk apapun amalan yang telah ia kerjakan, bahkan terjatuh dalam dosa
syirik sekalipun.
Padahal,
dalam hadits lain yang semakna dengan hadits ini, disebutkan bahwa salah satu
syarat yang mengikat janji surga tersebut, adalah keikhlasan. Dari Sahabat
‘Itban bin Malik bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda, “Sesungguhnya
Allah mengharamkan neraka bagi orang-orang yang mengucapkan “laa ilaaha
illallaah” dengan ikhlas dan hanya mengharapkan ganjaran
berupa (melihat) wajah Allah” (HR. Bukhari dan Muslim)
Pemaknaan
hadits-hadits yang mengandung pernyataan muthlaq (tanpa
syarat) seperti dalam hadits pertama dan kedua -berdasarkan keseluruhan dalil
yang ada- haruslah dibawa kepada makna yang muqayyad (bersyarat),
yaitu terikat dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi dan penghalang-penghalang
yang harus dinafikan. Salah satu syaratnya, berdasarkan hadits ‘Itban, adalah diamalkan dalam bentuk ibadah kepada Allah Ta’ala semata, dan tidak berbuat syirik kepada selain-Nya.
(lihat Asy Syarh Al Muyassar dan Hasyiyah Kitab At
Tauhid).
Sungguh
indah perkataan Wahb bin Munabbih ketika ditanya, “Bukankah laa ilaha
illallah adalah kunci surga?”, maka beliau menjawab, “Ya, akan tetapi
setiap kunci memiliki gerigi. Barangsiapa yang datang dengan membawa kunci yang
bergerigi tersebut, barulah pintu terbuka, namun jika tidak, pintu tersebut
tidak akan terbuka.” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam)
Kisah
Si Pemilik ‘Kartu’
Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Allah akan membebaskan
seseorang dari umatku di hadapan seluruh manusia pada hari kiamat. Ketika itu
dibentangkan 99 gulungan (dosa) miliknya. Setiap gulungan dosa panjangnya
sejauh mata memandang. Kemudian Allah berfirman, ‘Apakah ada yang engkau
ingkari dari semua catatan ini, apakah (para) malaikat pencatat amal telah
menganiayamu?’ Dia menjawab, ‘Tidak, wahai Rabbku’. Allah bertanya, ‘Apakah
engkau memiliki udzur (alasan)?’ Dia menjawab, ‘Tidak wahai Rabbku’. Allah
berfirman, ‘Bahkan sesungguhnya engkau memiliki satu kebaikan di sisi-Ku
dan sungguh pada hari ini engkau tidak akan dianiaya sedikit pun’. Kemudian
dikeluarkanlah sebuahbithaqah (kartu) bertuliskan ‘asyhadu an laa ilaha
illallah wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluh’. Lalu Allah berfirman,
‘Datangkan timbanganmu’. Dia berkata, ‘Wahai Rabbku, apalah artinya kartu
ini dibandingkan seluruh gulungan (dosa) itu?’ Allah berfirman, ‘Sungguh
kamu tidak akan dianiaya’. Kemudian diletakkanlah gulungan-gulungan tersebut
pada satu daun timbangan dan kartu itu pada daun timbangan yang lain. Maka
gulungan-gulungan (dosa) tersebut terangkat dan kartu (laa ilaha illallah)
lebih berat. Demikianlah, tidak ada satupun yang lebih berat dari sesuatu
yang padanya terdapat nama Allah.” (HR. Tirmidzi, shahih)
Namun,
apakah fenomena masuk surga tanpa siksa karena bithaqah (kartu)
ini bisa berlaku bagi setiap orang yang mengucapkan laa ilaha illallah?
Pertama,
hendaklah diingat bahwa dhahir hadits ini digunakan kata “rojulun”,
bentuk tunggal yang menunjukkan makna “seseorang”. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa hadits ini -bisa jadi- hanya berlaku untuk satu orang
saja(faedah dari pelajaran Ust. Abu Isa).
Kedua,
sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Asy Syaikh,
keutamaan ini tidaklah didapat melainkan oleh seseorang yang kadar tauhid dalam
hatinya sangat besar, demikian pula dengan rasa cintanya kepada
Allah Jalla wa ‘Alla dan RasulNya shallallahu ‘alaihi
wa sallam, ikhlas kepada Allah, bertauhid baik dalamrububiyah (ketuhanan), uluhiyah (peribadahan),
dan asma’ wa shifat (nama-nama dan sifat-sifatNya) (Fadhlu
Tauhid wa takfiruhu li adz dzunub)
Tiga
Golongan Manusia
Berdasarkan
ayat dan hadits yang telah disebutkan, Syaikh Shalih bin ‘Abdul ‘Aziz Alu Asy
Syaikh hafizhahullahu ta’ala –salah seorang ulama sekaligus
mentri urusan agama- menyimpulkan bahwa manusia dibagi dalam tiga golongan,
yaitu :
Golongan
pertama: Orang-orang yang benar-benar mewujudkan tauhid, yaitu bersih
dari syirik, baik syirik akbarmaupun ashghar, bersih
dari segala bentuk kemaksiatan dan dosa, baik dosa besar maupun kecil (yaitu
terhapus dengan taubat nasuha –pen), dan beramal shalih sesuai dengan apa yang
diperintahkan Allah Jalla wa ‘Alla. Mereka ini tergolong dalam
orang-orang yang masuk surga tanpa hisab dan adzab, dan berjumlah 70.000 dari
umat ini (dalil lain menunjukkan bahwa jumlahnya diperbanyak lagi, ed). Inilah
medan juang bagi setiap manusia, dan hendaklah masing-masing berupaya meraih
keutamaan ini. Semoga Allah Ta’ala memberikan taufik pada
kita.
Golongan
kedua: Orang-orang yang beramal dengan landasan tauhid, akan tetapi
mereka mencampuri amalan shalih dengan amalan buruk. Mereka ini terbagi lagi ke
dalam golongan sebagai berikut :
1. Golongan
yang bertaubat kepada Allah, mereka akan menjadi sebagaimana golongan pertama
(masuk surga tanpa hisab).
2. Golongan
yang bertemu Allah dengan membawa dosa-dosa besar namun tanpa diiringi taubat,
maka Allahsubhanahu wa ta’ala akan mengampuni siapa saja yang Ia
kehendaki dan akan mengadzab siapa saja yang Ia kehendaki (lihat QS. An Nisa’ :
116 -pen). Apabila Allah berkehendak mengadzab mereka, yang dimaksud bukanlah
adzab neraka secara kekal. Melainkan sesuai dengan kadar dosa yang telah mereka
perbuat.
3. Golongan
yang amal buruknya lebih banyak apabila ditimbang, akan tetapi amalan tauhidnya
mengalahkan timbangan amal buruk, dan inilah keutamaan dari Allah Jalla
wa ‘Alla.
Golongan
ketiga: Orang yang datang dengan membawa kadar tauhid yang sangat
kuat, namun ia membawa berbagai dosa dan kesalahan. Maka kondisinya adalah
seperti yang terdapat dalam hadits bithaqah (Fadhlu Tauhid
wa takfiruhu li adz dzunub). Adapun, apabila kadar tauhidnya lemah, maka ia
tetap akan dimasukkan ke dalam neraka (lihat Mutiara Faedah Kitab
Tauhid). Semoga Allah Ta’ala memberi taufik kepada kita
untuk menggapai ampunan dan rahmat dari-Nya.
Oleh:
Yhouga AM
At
Tauhid edisi VII/04
http://buletin.muslim.or.id/aqidah/tauhid-penghapus-dosa
***************************
1. Mengucap “Bismillah” pada tiap-tiap hendak melakukan sesuatu.
2. Mengucap “Alhamdulillah” pada tiap-tiap selesai melakukan sesuatu.
3. Mengucap “Astaghfirullah” jika lidah terselip perkataan yang tidak patut.
***************************
Catatan :
Sabda
Rasulullah S.A.W.:
” Barang
siapa hafal tujuh kalimat, ia terpandang mulia di sisi Allah dan Malaikat serta
diampuni dosa-dosanya walau sebanyak buih laut ”
1. Mengucap “Bismillah” pada tiap-tiap hendak melakukan sesuatu.
2. Mengucap “Alhamdulillah” pada tiap-tiap selesai melakukan sesuatu.
3. Mengucap “Astaghfirullah” jika lidah terselip perkataan yang tidak patut.
4.
Mengucap “Insya-Allah” jika merencanakan berbuat sesuatu
dihari esok
5. Mengucap “La haula wala kuwwata illa billah” jika menghadapi sesuatu tak disukai dan tak diinginkan.
6. Mengucap “Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun” jika menghadapi dan menerima musibah
7. Mengucap “Laa ilaa ha illa Allah Muhammadur Rasulullah” sepanjang siang dan malam, sehingga tak terpisah dari lidahnya
5. Mengucap “La haula wala kuwwata illa billah” jika menghadapi sesuatu tak disukai dan tak diinginkan.
6. Mengucap “Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun” jika menghadapi dan menerima musibah
7. Mengucap “Laa ilaa ha illa Allah Muhammadur Rasulullah” sepanjang siang dan malam, sehingga tak terpisah dari lidahnya