Suatu ketika, dalam perjalanan dari Syam menuju Hijaz, Abdullah bin Abbas dan rombongan singgah di suatu tempat. Mereka kehabisan bekal.
"Pergilah ke dusun yang terdekat. Mudah-mudahan kau berjumpa dengan orang yang mempunyai susu atau makanan," kata Ibnu Abbas kepada seorang anggota rombongan.
Bersama beberapa pelayan, orang itu pun pergi. Di dusun terdekat, mereka berjumpa dengan seorang perempuan tua.
Mereka bertanya, "Apakah Anda mempunyai makanan yang dapat kami beli?" Perempuan itu menjawab bahwa dia tidak menjual makanan, tetapi dia mempunyai makanan (roti bakar) sekadar untuk keperluannya dan anak-anaknya.
Utusan Ibnu Abbas meminta sebagian dari roti bakar yang dimiliki keluarga perempuan itu. Tetapi, sang perempuan itu mengatakan, ia tidak akan memberikan roti bakar itu sebagian. "Kalau mau semuanya, ambillah," jawabnya. Ia menambahkan, "Memberi sebagian adalah suatu kekurangan sedangkan memberi semua itu adalah kesempurnaan dan keutamaan."
Singkat cerita, perempuan itu pun bertemu Ibnu Abbas dan mengatakan bahwa dia berasal dari kabilah Bani Kalb. Ibnu Abbas bertanya tentang kondisinya dan anak-anaknya. "Jika malam tiba, aku bertahan untuk tidak tidur. Aku melihat segalanya menyenangkan dan dunia ini tidak ada artinya, kecuali seperti yang saya peroleh."
Ibnu Abbas bertanya lagi. "Apa yang Anda simpan untuk anak-anakmu jika mereka datang nanti?" Perempuan itu menjawab, dia belajar dari pesan yang disampaikan oleh Hatim al-Thay’i. "Ada kalanya aku tidur kelaparan berkepanjangan sehingga aku dapatkan makanan-makanan yang baik-baik."
Ibnu Abbas kagum akan jawaban perempuan itu. Lalu, ia bertanya lagi, "Jika anak-anakmu datang dalam keadaan lapar, apa yang akan Anda lakukan?" Perempuan itu berkata, "Rupanya Tuan telah membesar-besarkan roti itu sehingga Tuan banyak bicara dan memikirkannya. Hilangkan itu, sebab hal itu dapat merusak jiwa dan menyeret ke arah kehinaan."
Atas hal ini, Ibnu Abbas memerintahkan anggota rombongan untuk mengundang anak-anak perempuan itu. Setelah tiba, Ibnu Abbas berkata, "Aku bermaksud akan memberikan sesuatu yang dapat kalian pergunakan untuk memperbaiki keadaan kalian."
Mereka menjawab, "Hal ini jarang terjadi, kecuali karena diminta atau karena membalas budi." Ibnu Abbas mengatakan, dia tidak bermaksud seperti itu, kecuali sekadar berbagi sebagai sesama tetangga di tempat itu dan pada malam itu.
"Hai Tuan, kami hidup dalam berkecukupan, karena itu berikanlah kepada orang yang lebih membutuhkannya. Tetapi, jika Tuan mau memberikannya juga tanpa diminta, kebaikan Tuan itu akan kami terima dan kami syukuri." Ibnu Abbas kemudian memberikan 10 ribu dirham dan 20 ekor unta kepada perempuan itu.
Kisah diatas memberi pelajaran kepada kita bahwa sifat dermawan tidak muncul dari kekayaan materi, tapi dari keimanan dan kekayaan jiwa. Semiskin dan sefakir apa pun keadaan seseorang, bila sifat dermawan melekat dalam dirinya, ia akan memberikan apa pun yang ia punya dan itu bisa meringankan beban orang lain.
Oleh: Moch Hisyam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar