AL WALIY (yang Maha Melindungi) adalah Allah yang mencintai dan melindungi.
`Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman)` (Al Baqarah:257)
`Yang
demikian itu karena sesungguhnya Allah adalah pelindung orang-orang
yang beriman dan karena sesungguhnya orang-orang kafir itu tiada
mempunyai pelindung` (Muhammad:11)
Dikalangan
orang-orang Mu'min, Wali adalah orang yang mencintai Allah dan
mencintai ahli-ahli-Nya, meperlihatkan permusuhan dengan
musuh-musuh-Nya. Berarti barangsiapa yang mengabaikan godaan-godaan
setan, sesungguhnya ia memajukan urusan-urasan Allah dan ahli-ahli-Nya.
`Ingatlah,
sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati, (yaitu) orang-orang yang
beriman dan mereka selalu bertakwa` (Yunus:62~63)
Rasulullah Saw bersabda: Firman Allah SWT: `Barangsiapa
wali-Ku, maka sungguh Aku telah mengumumkan perang padanya, dan
tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang
lebih aku cintai daripada menjalankan kewajiban-kewajiban yang aku
wajibkan kepadanya dan senantiasa hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku
dengan yang sunnah-sunnah, sehingga Aku mencintainya` (HR. Bukhari).
Lafazh Waliy mempunyai dua makna, yaitu
(1)_Orang yang dipelihara dan dijaga oleh Allah dan diambil alih kekuasaannya oleh Allah.
`Dia melindungi orang-orang yang saleh`(07-Al A'raaf:196)
Dengan demikian sejenakpun para wali tidak mengurusi dirinya.
(2)_Orang yang secara aktif melaksanakan ibadah kepada Allah dan mematuhi-Nya secara istiqomah tanpa diselingi kemaksiatan.
Kedua
makna diatas merupakan syarat kewalian. Oleh karena itu seorang Wali
Allah haruslah yang dipelihara (mahfudz) sebagaimana seorang Nabi Allah
dan mereka harus terjaga dari perbuatan dosa dan rendah (ma'shuum).
Setiap orang yang bertentangan dengan syara', tidak dapat dikategorikan
sebagai Wali Allah. Sesungguhnya mendekatkan diri kepada Allah dapat
dilakukan dengan melaksanakan kefardhuan atau ibadah-ibadah sunat. Dan
yang paling dicintai Allah adalah yang melaksanakan kefardhuan.
Kefardhuan mencakup Fardhu 'Ain dan Fardhu Kifayah.
Beberapa alasan mengapa Allah lebih mencintai kefardhuan, yaitu:
(1)_Apabila
ditinjau dari segi perintah, ibadah fardhu adalah perintah yang harus
dilaksanakan. Hukumnya berpahala jika dilakukan dan berdosa jika
itinggalkan.
(2)_Sesungguhnya ibadah fardhu merupakan pokok dan asas, sedangkan yang sunat adalah cabang dan bangunan atasnya.
(3)_Perkara-perkara
yang di fardhukan, dikerjakan sesuai dengan cara yang diperintahkan,
memuliakan Allah yang memerintahnya, mengagungkan-Nya serta tunduk
kepada-Nya, menampakkan keagungan sifat Ilahiyah dan merendahkan sifat
kehambaan. Dengan demikian, mendekatkan diri kepada Allah dengan hal itu
adalah perbuatan yang paling mulia. Istilah `UHIBBA` ialah seorang
hamba yang melakukan ibadah sunat setelah melakukan ibadah-ibadah
fardhu.
`Dekatnya
sifat seorang hamba kepadaTuhannya terjadi dengan Iman kemudian Ihsan.
Dekatnya Tuhan kepada hamba-Nya di dunia adalah dengan Makrifat
kepada-Nya, sedangkan di akhirat dengan Ridha-Nya` (Al-Qusyairi)
Seorang
wali selalu melihat dirinya dengan rendah hati, jika terlihat sedikit
saja karomahnya, dia khawatir hal itu akan menipu dirinya. Dia selalu
merasa takut jatuh dari kedudukan kewaliannya dan membawa akibat yang
berbalik kepadanya. Mereka menjadikan syariat kewalian harus selaras
dengan keteguhannya hingga akhir hayatnya.
Ketika
Rasulullah Saw menyatakan bahwa sepuluh orang sahabat mengetahui bahwa
sepuluh orang ini terjamin keselamatannya dikemudian hari. Keadaan
mereka tidak tercela atau tercemar. Untuk mengetahui Kenababian adalah
Mu'jizatnya dan karomah adalah tanda kewalian, dan akan tampak dalam
kebenarannya.
`Jika
ingin menjadi wali-Nya, janganlah menginginkan harta duniawi dan
ukhrowi, kosongkan diri untuk Allah semata, dan palingkan wajah
kepada-Nya sehingga Dia berpaling kepadamu dan menjadikanmu sebagai
wali-Nya' (Ibrahim bin Adham)
`Mereka
adalah hamba-hamba yang mengenakan pakaian sukacita ibadah setelah
mengalami penderitaan. Mereka memeluk rohani setelah Mujahadah
(bersungguh-sungguh dalam ibadah), sehingga mereka sampai pada
tingakatan wali` (Yahya bin Mu'adz)
`Para
wali tidak pernah meminta. Mereka hanya tunduk dan tawadhu. Puncak
tertinggi dari perjalanan mereka merupakan awal dari derajat para Nabi` (An Nash Abadzi)
`Keberuntungan
para wali terlihat dari empat nama Asmaul Husna. Masing-masing kelompok
berdiri dengan membawa nama itu, yaitu AL AWWALU (yang Maha Dahulu); AL
AKHIRU (yang Maha Akhir dengan tiada kesudahan); ADZ DZAAHIR (Yang Maha
Nyata); AL BAATHIN (yang Maha Tersembunyi).
Seorang
wali yang sempurna tenggelam dalam ke-empat Asma Allah ini. Barangsiapa
yang keberuntungannya dengan nama Adz dzahiru, dia selalu melihat
kebesaran kekuasaan Allah. Barangsiapa keberuntungannya dengan nama Al
Awwalu, dia akan selalu mengoreksi masa lalunya. Dan barangsiapa
keberuntungannya dengan nama Al Akhiru, dia selalu sibuk mempersiapkan
sikapnya dimasa depannya. Masing-masing akan diberi atau diperlihatkan
menurut kemampuannya` (Abu Yazid Al Bustami)
`Wali
adalah wewangian Allah di bumi-Nya, ia dicium oleh orang-orang yang
mencintai kebenaran, sehingga keharuman mereka sampai didalam hati para
pencinta kebenaran, rindu kepada Tuhan-nya, dan ibadah mereka bertambah
giat karena perilaku para wali itu` (Yahya ibnu Mu'adz)
Salah
satu sifat wali adalah dia tidak mempunyai rasa takut kepada
selain-Nya, karena rasa takut hanya akan mengisi ruang masa depan. Wali
adalah anak zaman, tidak ada gambaran didepan yang menkutkannya, atau
tak ada harapan karena harapan itu sendiri milik-Nya. Sang wali tidak
pernah bersedih, karena kesedihan adalah penderitaan dalam waktu dan
tidaklah mungkin kesedihan hadir jika cahaya ridha telah sampai
kepadanya.
Imam Al-Ghazali
http://fiqhislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=234:al-waliy-yang-maha-melindungi&catid=47:asma-allah&Itemid=419
Tidak ada komentar:
Posting Komentar