Sabtu, 06 Oktober 2012

AL QAWIIY | AL MATIIN




AL QAWIYY (yang Maha Kuat) ; AL MATIIN (yang Maha Kokoh). Kuat menunjukkan kuasa sempurna, sedangkan kokoh menunjukkan kuat sempurna. Allah azza wa jalla, sejauh menunjukkan memiliki kekuasaan penuh dan sempurna kekuasan-Nya, Dia adalah Al Qawiyy. Sejauh memiliki kekuatan yang hebat Dia adalah Al Matiin . Dalam kitab suci Al-Qur'an lafazh `Qawiyy` terulang sebanyak sebelas kali, yang menunjukkan sembilan sifat Allah SWT.

`(Keadaan mereka) serupa dengan keadaan Fir'aun dan pengikut-pengikutnya serta orang-orang yang sebelumnya. Mereka mengingkari ayat-ayat Allah, maka Allah menyiksa mereka disebabkan dosa-dosanya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi amat keras siksaan-Nya` (Al Anfaal:52)

`Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa` (Al Hajj:40)

`Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa` (Al Hajj:74)

`Dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan Rasul-Rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa` (Al Hadiid:25)

`Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah. Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat zalim itu mengetahui ketika mereka melihat siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu kepunyaan Allah semuanya dan bahwa Allah amat berat siksaan-Nya` (Al Baqarah:165)

Sedang lafazh `Matiin` terulang sebanyak tiga kali;

`Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rezeki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh` (Adz Dzaariyaat:58)

`Dan aku memberi tangguh kepada mereka. Sesungguhnya rencana-Ku amat teguh(Al A'raaf:183)

Rasulullah Saw bersabda: `Apakah yang kamu sekalian anggap sebagai orang yang kuat membanting (bergulat)?, kami (para sahabat) menjawab: yaitu orang yang tidak dikalahkan oleh orang lain dalam pergulatannya. Beliau bersabda :Bukan itu, tetapi yang dinamakan orang yang kuat bergulat ialah orang yang dapat menahan dirinya ketika marah (HR. Bukhari, Muslim)

Sebagian kaum Anshar berkata:

`Pokok pangkal ketololan ialah bersikap kasar sedangkan pembimbing sifat ini adalah kemarahan`

`Marah adalah kunci dari segala keburukan`

Apabila seseorang marah bukan karena Allah, maka kemarahannya adalah tercela. Sebaliknya jika kemarahannya karena Allah, maka kemarahannya terpuji. Rasulullah akan marah jika apa yang diharamkan Allah dilanggar.

Salah satu doa Rasulullah Saw:`Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ucapan yang benar ketika marah dan ridha`

Sesuatu yang paling kuat untuk menahan/menghalangi marah adalah Tauhid yang hakiki, yaitu suatu keyakinan bahwa tiada yang berbuat secara hakikat melainkan Allah, sedangkan makhluk hanyalah sarana atau perantara saja.

Jika seseorang didatangi perkara yang dibencinya yang datang dari orang lain, namun didalam hatinya terdapat tauhid yang hakiki, niscaya dirinya akan tertahan (terlindungi) dari pengaruh marah.

Jika marah kepada Sang Pencipta, hal itu termasuk keberanian yang buruk yang dapat menghilangkan sifat kehambaan.

Jika amarahnya kepada makhluk-Nya, itu merupakan menyekutukan (Isyrak) yang dapat menghilangkan sifat Tauhid yang hakiki.

Selama 10 tahun Anas bin Malik melayani Rasulullah Saw,

Beliau tidak pernah mengatakan `MENGAPA KAMU LAKUKAN HAL INI?` atau `MENGAPA KAMU TIDAK LAKUKAN HAL INI?`, tetapi Beliau mengatakan `Allah Ta'ala mentakdirkan apa-apa yang Dia kehendaki. Jika Allah menghendaki sesuatu, niscaya sesuatu itupun terjadi dan tidak ada seorangpun yang dapat menghalangi kehendak-Nya itu`

Rasulullah Saw melakukan hal ini karena makrifat Beliau sangat sempurna, yaitu keyakinan bahwa tiada yang berbuat, tiada yang memberi dan tiada yang menghalangi kecuali hanyalah Allah semata.

Setiap manusia tidaklah sama dalam menanggapi kemarahan, melainkan bertingkat-tingkat dalam menghadapi kekuatan kemarahan, dan mereka terbagi menjadi tiga golongan yaitu:

(1)-Tafrith, yaitu acuh tak acuh atau hilang kemarahan.

(2)-Ifrath, yaitu berlebih-lebihan dalam kemarahannya.

(3)-I'tidal, yaitu mampu mengendalikan kemarahannya

Tafrith adalah kehilangan kekuatan kemarahan dan ini sangat tercela, karena sikap ini menunjukkan bahwa ia tidak ingin mempertahankan hak-haknya terlebih lagi jika itu berhubungan dengan agama. Padahal Allah SWT sendiri telah memberikan sifat utama kepada para sahabat Rasulullah Saw yang berupa kekerasan dan hamiyyah (pembelaan).

`Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus diatas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang Mu'min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh diantara mereka ampunan dan pahala yang besar` (Al-Fath:29)

`Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah Neraka Jahannam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali` (66-At Tahriim:9)

Sikap keras dan tegas inipun tampak dari bekas-bekas yang ditimbulkan oleh kekuatan hamiyyah (pembelaan), yakni ingin mempertahankan dan membela diri serta kebenaran, sedangkan hamiyyah itu sendiri berasal dari kemarahan (ghadhab). Dalam keadaan seperti ini, marah menjadi perlu agar tidak lenyap sifat hamiyyah, yang menjadikan seseorang menjadi beku dan tanpa perlawanan sama sekali.

Berlatih untuk menahan kemarahan yang berlebihan dengan bersungguh-sungguh melakukannya dan selalu bersikap sabarpada tempatnya, dan hal ini harus dilatih hingga pelatihan tersebut menjadikan seseorang menjadi penyantun, penyabar dan bijaksana. Sehingga setiap menghadapi gejolak kemarahan selalu dapat mempertahakannya dan tidak tampak bekas-bekas kemarahan pada wajah.

Rasulullah Saw bersabda: `sesungguhnya marah itu termasuk perbuatan setan, dan setan itu diciptakan dari api, api hanya dapat dipadamkan dengan air, karena itu apabila seseorang diantara kalian marah, hendaknya ia berwudhu`(HR. Abu Daud)

Rasulullah Saw bersabda: `Barangsiapa memendam atau menekan kemarahannya padahal ia mampu untuk melampiaskannya, niscaya Allah memenuhi kalbunya dengan perasaan aman dan keimanan’ (HR. Abud Dunya)

Rasulullah Saw bersabda: `Orang yang paling gagah perkasa diantara kamu semua ialah orang yang dapat mengalahkan nafsunya diwaktu marah. Dan orang-orang tersabar diantara kamu ialah orang yang memaafkan kesalahan orang lain padahal ia mampu membalas` (HR. Abud Dunya)

`Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada Surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan` (Ali Imran :133~134)

Setan berkata:
`Aku menyesatkan manusia dengan tiga perkara yaitu kikir, marah dan mabuk. Sesungguhnya jika seseorang kikir, aku memperkecil hartanya dibanding dengan harta orang-orang lain. Apabila marah, maka aku permainkan dia seperti anak-anak mempermainkan bola dengan cara memutar-mutar gejolaknya. Apabila ia mendakwahi orang-orang bodoh, aku tidak pernah putus asa darinya. Dia membangun mental orang-orang bodoh, maka segera aku meruntuhkannya dengan satu kalimat saja. Apabila ia mabuk, aku jadikan ia seperti kambing betina dan aku tuntun ia kemana saja aku kehendaki, yaitu menuntunnya kepada segala keburukan`

Maka ingatlah bahwa seseorang yang sedang dihinggapi kemarahan sudah berada dalam genggaman setan untuk dipermainkan seperti bola yang berada ditangan anak-anak.

Imam Al-Ghazali


Tidak ada komentar:

Posting Komentar